TRIGGER WARNING ⚠️
depression, suicide, anxiety, over-gloomy. Baiknya jangan baca part ini bagi yang mudah tertrigger hal-hal tersebut atau sedang dalam suasana hati yang buruk 🙏
⛥
Pernahkah kau merasakan mimpi yang terlalu panjang? Demikian panjangnya sampai merasa amat lelah dan ingin bergegas bangun, tapi mimpi itu semakin dalam membawamu pada adegan-adegan kian melelahkan. Kau terhanyut semakin larut. Hingga akhirnya, kau membiarkan dirimu terlelap sangat dalam, menyelam lebih lelap di setiap rangkaian ceritanya.
Anne bangun tidur pagi itu dengan kepala pening. Ia mendapati beberapa tetes air mengalir dari sudut matanya yang entah apa sebabnya.
Anne menangis?
Ia merasa telah mengalami mimpi buruk, tapi tak banyak yang ingin diingatnya. Ia hanya melihat kepingan peristiwa di masa lalu yang membentuk sebuah diorama, menyenangkan sekaligus menyedihkan. Rasanya ia sudah tidur terlalu lama. Ia telah melalui mimpi panjang tak berujung kalau saja tak dipaksa bangun.
Devan.
Si lakon utama dalam mimpinya itu sudah seminggu lebih tak ada kabar. Sama sekali. Tak ada pesan, tak ada panggilan. Tahu-tahu menghilang bak terembus angin lantas melalang buana entah ke mana.
Rumah mereka juga sunyi setiap kali Anne ke sana. Mungkin ayah Devan bekerja, tapi mama Devan, biasanya selalu di rumah. Anne tak punya bayangan ke mana mama Devan akan pergi untuk ia temui dan tanyai perihal Devan, jika yang bersangkutan bahkan tiada di tempat.
Anne tak tau lagi harus berbuat apa. Jujur, hidupnya terasa lebih hampa tanpa omelan Devan setiap waktu. Tiap harinya ia hanya bangun tidur, membuka mata, mandi, berangkat ke sekolah, mampir ke kantin membeli roti untuk sarapan, mengikuti pelajaran di kelas seadanya, pulang, bersih diri, mengerjakan PR, tidur, begitu seterusnya. Sesekali Anne ke rumah Devan hanya untuk mendapati pagar dan pintu rumah itu tertutup rapat.
Kehidupan yang menyebalkan. Apakah yang seperti itu bisa dikatakan "hidup"?
Pagi ini, ada yang agak berbeda dari rutinitas Anne biasanya. Tak alih karena ia sudah mendengar keributan dari bawah di jam yang masih menunjukkan pukul 5.40 pagi.
PRAAAANG
Anne refleks menutup kedua telinganya dengan tangan. Gadis itu memejamkan mata, sambil mencoba mengatur napas.
"Kalo ribut terus, ngapain pulang sih?" gumamnya dengan suara bergetar.
Anne menduga papi tirinya baru pulang, lantas kembali bertengkar dengan mamanya. Ya, seperti yang sudah-sudah terjadi. Anne menenangkan diri kemudian masuk ke kamar mandi. Ia ingin segera bergegas pergi dari rumah. Ke sekolah atau ke mana pun, asalkan tidak harus berada di tempat mengerikan ini.
Selama sekitar 20 menit Anne harus menahan diri saat mandi dan bersiap, ditemani suara teriakan yang saling beradu antara mama dan papinya. Terkadang ada selingan suara barang pecah. Entahlah, hanya tinggal butuh waktu sampai perkakas rumah mereka habis karena dibanting setiap kali bertengkar.
Anne menyambar tasnya dan berlari turun, hendak pergi dari rumah.
"Anne!"
Langkah Anne terhenti saat suara tinggi mamanya memanggil dari ruang keluarga.
"Ya?" jawab Anne singkat.
"Pagi sekali berangkatnya. Dan nggak pamit sama Mama?" Mama Anne berjalan mendekati Anne, sementara papa Anne membuang muka seolah tak melihat—atau tak ingin melihat?—Anne di sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi Sebuah Pagi (Slow Update)
Random"Setiap malam, aku selalu berdoa agar Tuhan memberiku kesempatan untuk bertemu kembali denganmu esok pagi." Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Terlebih bagi seorang Devan yang memiliki bom waktu dalam tubuhnya, yang dapat meledak k...