Part 5

1.2K 98 15
                                    

Sementara Leta sedang sibuk di dapur memasak untuk makan malam, Skala menemani Kalis bermain di sekitar dapur. Sekilas, mereka terlihat seperti keluarga kecil yang harmonis.

"Mami, lihat deh Kalis sama Om Skala bikin menara tinggi banget!" seru Kalis begitu senang.

Leta yang sedang memotong sayuran pun menoleh, lalu tersenyum. "Awas, nanti kena angin jatuh menaranya," candanya.

"Nggak dong, ini menaranya kuat. Iya, kan, Om Skala?" Kalis menatap Skala meminta dukungan.

"Iya dong, menara buatan Kalis yang terhebat," sambut Skala memuji.

Kalis bertepuk tangan riang.

"Ahh." Tanpa sadar Leta mengiris jari telunjuknya, membuatnya refleks melepas pisau. Rasanya sangat perih, lantaran lukanya cukup dalam hingga darah terus menetes.

Skala yang melihat itu dengan cepat menghampiri. Dipegangnya tangan Leta dengan ekspresi cemas, "kenapa nggak hati-hati sih?" omelnya sembari mengarahkan jari yang luka di bawah keran air yang mengalir untuk mencuci luka itu.

Leta meringis kesakitan saat Skala memencet jarinya agar sisa darah di dalam ke luar. Saat tiba-tiba pria itu mengulum jarinya untuk mengisap darahnya, Leta menahan napas.

Mata Skala terangkat menatap Leta, jaraknya sangat dekat. Bisa dia lihat rona merah di pipi wanita itu. Namun yang lebih menarik perhatian Skala adalah bibir Leta yang tanpa sadar telah menggoyahkan keimanannya.

"Ska, kayaknya darahnya udah nggak keluar," beritahu Leta. Skala menatap terlalu lama, membuat jantungnya makin sulit dikendalikan.

"Hah?" Skala menjauhkan jari Leta dari bibirnya. Benar dadanya sudah berhenti. "Udah nggak sakit?"

Leta menggeleng.

Skala mengambil plester di kotak obat dan membalut luka itu. Sekali lagi, keduanya saling tatap begitu dalam. Sekitar terasa hening, padahal suara Kalis cukup berisik.

"Om!" tiba-tiba Kalis datang dari belakang dan mendorong Skala, yang membuat pria itu tidak siap menjaga keseimbangan sehingga menabrak tubuh Leta di depannya. Alhasil, Leta bersandar pada pintu lemari es di belakangnya.

Nyaris.

Bibir mereka nyaris bertemu andai tangan Leta tidak refleks memegangi dada Skala. Dia menahan napas pada posisi rawan ini, lantaran Skala masih belum bergerak menjauh. Bahkan bisa dia rasakan aroma mint dari embusan napas pria itu di wajahnya.

"Om, ini hapenya bunyi." Kalis menarik ujung kaus Skala, membuat pria itu akhirnya tersadar dan bergegas membetulkan posisi berdirinya.

"Makasih ya sayang." Skala mengambil ponselnya dari tangan mungil Kalis. Melihat nama Dona di layar, dia bergegas menjauh dari sana.

Leta berupaya menata detak jantung yang masih berdebar keras karena adegan tadi. Dia mengalihkan pikiran dengan melanjutkan memotong sayur.

"Mami mau masak apa?" tanya Kalis sambil berjinjit berusaha melihat apa yang sedang dikerjakan oleh Leta.

"Mami rencananya mau masak sup ayam kesukaan kamu. Suka nggak?"

"Suka banget!" jawab Kalis senang. "Om Skala juga suka makan sup ayam," tambahnya.

Bertepatan dengan itu, Skala datang. "Ada apa nih kok tadi Om denger ada yang sebut-sebut nama Om," ucapnya mengajak bercanda.

"Tadi Kalis bilang ke Mami kalau Om Skala juga suka makan sup ayam," beritahu Kalis.

Skala menatap Leta, begitu juga sebaliknya. Tapi Leta yang lebih dulu mengalihkan pandangannya ke arah sayur-sayuran itu.

"Ya udah, Kalis main dulu di sana ya? Jangan deket-deket dapur," suruh Leta pada putrinya itu.

Skandal CintaWhere stories live. Discover now