Tidak terasa hari sudah mulai malam, kebersamaan Skala dengan Leta dan Kalis hari ini begitu menyenangkan. Banyak yang mengira mereka berdua adalah pasangan muda yang sangat harmonis, terlihat seperti berpacaran meski memiliki satu orang anak. Dan Skala, dengan bangga membenarkan.
"Kalis pasti kecapean, makanya tidur pules banget," ucap Skala saat melihat Kalis tidur lelap di pangkuan Leta.
"Hem-em." Leta mencium dahi Kalis. "Dia nggak pernah sebahagia ini, Ska. Makasih, ya."
"Beneran penuh ini kayaknya," ucap Skala dengan kepala menggeleng.
"Maksudnya?"
"Tempat buat menampung ucapan makasih kamu udah penuh ini, harus siapin tempat baru," sindir Skala.
Leta pun tertawa. "Aku serius, Ska. Becanda mulu ih." Dicubitnya lengan pria itu.
"Aku juga serius, kamu udah terlalu banyak ngasih ucapan makasih."
"Karena kamu emang pantes dapetin itu," balas Leta. "Kalis nggak pernah ngerasain kasih sayang seorang ayah, padahal dia selalu mencoba mencari perhatian Bram." Dia merasa sedih kalau ingat seperti apa perlakuan Bram pada Kalis selama ini.
Skala mengusap kepala Kalis dengan penuh kasih sayang. "Aku nggak akan pilih kasih kalaupun nanti kita punya anak. Karena bagi aku, Kalis itu anak pertama kita, dan aku sayang banget sama dia," ucapnya sungguh-sungguh.
"Kamu nggak mikir gimana omongan orang di luar sana nantinya?"
"I don't care," jawab Skala tegas. "Aku nggak bergantung hidup sama orang lain, jadi ngapain harus mikirin yang mereka omongin?"
Leta tersenyum mendengarnya.
Sesampainya di basement apartemen, Skala langsung menggendong Kalis. Dia terlihat senang melakukannya, meski berulang-ulang. Malah dengan santainya, dia menggandeng tangan Leta.
"Nanti dilihat orang." Leta menarik tangannya, tapi Skala tidak mau melepaskan.
"Nggak papa, biar orang-orang mulai terbiasa melihat kita bersama," ucap Skala santai. "Tekan angkanya, nggak naik-naik lift-nya kalau didiemin."
"Oh iya." Leta langsung menekan angka sesuai dengan lantai unit Skala.
Cup!
Skala tiba-tiba mencium pipi Leta.
"Ihhh." Leta mengelap pipinya, agak was-was karena takut dilihat oleh orang lain padahal di dalam list itu hanya ada mereka bertiga.
Skala berpura-pura tidak peduli.
Setelah sampai di unit apartemennya, Skala langsung menidurkan Kalis ke ranjang. Ditatapnya balita cantik itu sambil tersenyum, lalu mengecup keningnya. "Sweet dream sayang," bisiknya.
Leta tersenyum melihatnya. Saat dia akan duduk di tepi ranjang, Skala menarik tangannya. "Eh, kamu mau ajak aku ke mana?" tanyanya sambil melangkah mengikuti Skala.
"Kamu bukan anak kecil yang harus tidur jam segini," ledek Skala. "Duduk sini, kita nonton bareng." Ditariknya wanita itu ke sofa.
Leta menurut.
Sementara itu Skala pergi ke dapur, mengambil minum dan vitamin. Lalu dia kembali pada Leta, memberikan minumnya. "Kamu harus minum ini dulu sesuai anjuran dokter," ucapnya memberikan tiga butir kapsul pada Leta.
Leta kembali menurut meminum tiga kapsul itu satu persatu. "Makasih ya," ucapnya dengan sengaja. "Aku boleh tidur, kan, sekarang?"
Skala menaruh gelas kosong itu ke meja dan dengan celah menarik Leta ke pangkuannya. "Emangnya kamu udah ngantuk?" tanyanya.
Leta gugup bukan main, jantungnya berdetak sangat cepat. "Aku mau nemenin Kalis tidur," ucapnya agar punya alasan pergi.
"Temenin aku sebentar aja di sini, mau ya?" minta Skala dengan wajah memelas.
"Tapi lepasin dulu." Leta mencoba turun dari pangkuan Skala.
Skala pun membiarkan Leta duduk di sofa, tapi tetap memegang tangannya. "Aku udah nggak sabar nunggu kamu resmi bercerai sama dia," ucapnya. "Aku pengen miliki kamu seutuhnya tanpa terhalang oleh apapun lagi."
"Aku juga pengen cepet lepas dari dia, karena rasanya udah capek banget," sahut Leta terus terang.
"Aku akan berusaha bikin prosesnya lebih cepat, dan aku yakin banget itu mudah. Semua bukti yang kamu kasih udah lebih dari cukup untuk hakim mengabulkan gugatan kamu." Skala berkata dengan yakin.
"Maka ..." Leta baru mau mengatakan terima kasih, Skala sudah mencium bibirnya.
Skala terkekeh setelahnya. "Bilang makasih lagi, aku cium lagi kamu," ancamnya.
Leta memajukan bibirnya.
"Oh iya, kamu punya hutang sama aku," tagih Skala.
"Hutang?" Leta tidak mengerti.
"Hutang ciuman, sebagai ganti terima kasih," kekeh Skala.
"Kalau gitu aku bilang makasih aja yang banyak." Leta mencebik.
"Nggak bisa. Aku yang berhak nentuin aku maunya apa." Skala tetap mendominasi. Dia menunjuk bibir agar Leta segera membayar janjinya.
Leta mengesah. "Just one kiss, okay?" mintanya sebagai syarat.
Skala mengangguk.
Leta pun memajukan wajahnya, lalu mencium bibir Skala. Dia hanya ingin mengecup sekali saja, tapi tiba-tiba Skala menarik tubuhnya lebih dekat dan melumat bibirnya begitu dalam. Dia melotot memprotes kecurangan pria itu, tapi akhirnya kalah juga.
***
Ebooknya ready ya.
Nggak akan nyesel beli ebooknya, baper bangeeetttt.
Bisa dibeli di admin WA 0813-777-333-41 (Chat Only)
YOU ARE READING
Skandal Cinta
Romantizmupdate setiap Selasa Hidup Letaza diselamatkan oleh sahabatnya dari kekejian sang suami yang sering menyiksanya. Dia harus menyelamatkan putrinya yang masih balita karena terancam dibawa pergi oleh suaminya, bila tetap mau bercerai. Selama pelariann...