04

4.1K 471 3
                                    

Seperti yang Eris inginkan, Xian mengatur perjodohan yang sudah diajukan oleh keluarga Luther. Satu minggu sejak pertemuan pertama mereka, Eris dijadwalkan bertemu dengan Edmund. Pria itu akan datang ke restoran hotel yang akan dikosongkan mulai dari pukul enam lewat tiga puluh menit, setengah jam menuju janji temu mereka.

Pelayan-pelayan sibuk membersihkan ruang restoran, mengelap meja dan kursi, juga kaca-kaca jendela hingga ruangan itu nampak berkilau. Sementara para juru masak yang bertugas mempersiapkan hidangan terbaik mereka malam itu, memastikan jika mereka memberikan yang terbaik dari bahan-bahan berkualitas tinggi yang dimiliki oleh restoran. Selain itu, para pelayan juga menyiapkan wine terbaik yang ada di gudang penyimpanan. Semuanya harus sempurna untuk Eris. Tidak ada yang mau kehilangan pekerjaannya malam ini.

Eris sendiri bersiap untuk menemui Edmund malam itu. Ia mengenakan gaun satin tanpa lengan sepanjang betis, dengan belahan cukup tinggi warna merah marun. Tubuhnya yang ramping, tetapi berisi di bagian-bagian yang tepat nampak sesuai dengan gaun yang ia kenakan. Rambut hitam sepanjang pinggangnya dibiarkan jatuh terurai, sementara wajahnya dirias tipis dengan lipstik merah yang dipoles ke bibir penuhnya. Aura antagonis memancar dari penampilan Eris, berteriak pada siapapun yang melihat bahwa ia adalah perempuan kejam yang siap menghancurkan kepala siapapun dengan ujung heelsnya. Namun, tidak ada satupun yang bisa menyangkal betapa cantik dan menawannya Eris.

"Bagaimana dengan Kalea?" tanya Eris, menatap wajahnya dari pantulan cermin tangan model vintage yang selalu ia bawa kemana-mana.

"Kupikir, ia menerima hukuman dari Westin Luther. Ia masih dirawat di rumah sakit, tidak diperbolehkan keluar dari sana. Ada bodyguard yang menungguinya supaya ia tak bisa kabur. Ia juga tidak diperbolehkan menggunakan ponselnya," lapor Balor detail.

Eris tersenyum miring, menyimpan cermin tangannya ke dalam tasnya. "Ia sudah terlalu tua untuk diperlakukan seperti remaja begitu," komentar Eris tak terkesan. "Ia sudah tahu mengenai kakak angkatnya yang akan kencan denganku?"

Balor mengangguk. Eris menyeringai iblis.

"Bagaimana reaksinya?" tanya Eris tertarik.

"Mengamuk histeris, seperti saat kau memancingnya waktu itu," jawab Balor.

Eris tertawa puas, menyisir rambutnya dengan tangan dan beranjak bangkit dari kursinya. "Aku harus menemui calon tunanganku. Istirahatlah."

Balor mengangguk, membungkuk ketika Eris berlalu melewatinya. Eris kembali menggunakan lift untuk tiba ke ruang restoran. Ketika ia berada di sana, Eris melihat sosok Edmund yang sudah menunggu di meja tempat mereka akan berbincang malam ini. Pelayan yang melihat kedatangan Eris membungkuk sopan menyapanya. Eris mengamati restoran yang nampak begitu bersih dan rapi, tanpa ada cela sedikit pun. Lalu matanya kembali melirik pada Edmund yang kini berbalik menatapnya dari tempat ia duduk.

Eris tersenyum, hendak melangkah menekat ketika Edmund bangkit dari kursinya, melangkah mendekat pada Eris dan mengulurkan tangannya. "Jika diperkenankan, saya akan menuntunmu menuju meja."

"Dengan senang hati," kata Eris manis, membalas uluran tangan Edmund.

Pria itu kemudian menggandeng Eris menuju meja tempat ia duduk sebelumnya. Edmund dengan sopan menarik kursi, mempersilakan Eris untuk duduk lebih dulu. Eris diam-diam mengamati Edmund yang nampak tampan. Pria itu sudah punya figur seperti lukisan, tetapi malam ini nampaknya ia sedikit menambahkan usaha dalam penampilannya. Pria itu mengenakan setelan jas warna merah marun yang lebih gelap dari gaun Eris, tetapi pakaian mereka nampak serasi. Aroma parfumnya yang maskulin juga masih sama. Eris tersenyum menatap Edmund yang duduk di hadapannya.

"Kamu tiba lebih cepat dari yang kukira," kata Eris membuka pembicaraan.

"Saya selalu hadir lima belas menit lebih awal dari waktu yang dtentukan." Edmund menatap Eris yang nampak begitu mempesona, tetapi ia tak mengomentari apapun.

Prettiest EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang