10

3.4K 360 10
                                    

Eris cuti kerja selama dua minggu penuh karena kejadian itu. Ketika ditanya kenapa oleh Xian, Eris hanya membalas sekenanya jika ia malas bekerja. Jika tidak diizinkan cuti, Eris mengancam ingin mengundurkan diri dari posisinya. Otomatis, Xian tanpa banyak tanya lagi membiarkan Eris melakukan semua yang ia inginkan dan tidak banyak tanya. Xian tidak menemukan hal yang mencurigakan dari Eris, makanya ia tak menyelidiki lebih lanjut. Ia hanya mengira jika Eris hanya sedang jenuh bekerja seperti yang sudah-sudah.

Sementara, Balor tidak ikut cuti. Ia malah bertugas di rumah Eris, mengurusi semua kebutuhan Eris seraya memantau perkembangan Kalea di rumah sakit. Ia sudah mendapat perawatan dan harus mengoperasi hidungnya yang patah. Tentu saja administrasinya diselesaikan oleh Eris, karena ia yang membuat hidung Kalea begitu, maka ia akan bertanggung jawab juga untuk mengobatinya. Lebih tepatnya, Eris tidak akan membiarkan Kalea mati begitu saja sebelum membuat perempuan itu melihatnya menikahi Edmund.

"Perawat itu menutup mulutnya dengan baik?" tanya Eris seraya membuka katalog perhiasan berbahan emas murni dan berlian di personal tabletnya.

"Ia tidak akan berani bicara setelah kau membiayai sekolah adiknya untuk satu tahun ke depan, Nona," jawab Balor.

"Kita menghabiskan banyak uang dalam sehari," gumam Eris santai membuat Balor menatapnya sedikit masam.

"Kau kan membeli perhiasan dengan harga yang lebih mahal dari itu," celeteuk Balor membuat Eris berdecak dan menatapnya malas.

"Perhiasan itu investasi, berbeda dengan mereka yang tidak terlalu berharga," balas Eris datar, mengangkat alisnya ketika melihat layar ponselnya menyala di atas meja.

Balor menatap Eris, menahan diri untuk tidak berkomentar. Dalam hati, ia kembali memamnggil Eris psikopat. Ia ikut melirik layar ponsel Eris yang menyala dan mengamati reaksi Eris ketika ia melihat nama yang muncul di layar ponselnya. Ada panggilan dari Edmund. Balor melirik Eris sejenak dan meraih ponselnya, lalu memberikannya pada Eris.

Namun, Eris menolaknya. "Biarkan saja."

Balor mengedipkan matanya terkejut. "Kau tidak mau mengangkatnya?"

"Biarkan saja," ujar Eris menggeser layar personal tabletnya seraya memasukkan item perhiasan yang ingin ia beli ke keranjang elektroniknya. Eris sedikit yakin jika Edmund akan mengomel padanya.

Pasalnya, terhitung dua hari sejak Eris cuti, Edmund terus mengiriminya pesan yang tak Eris balas. Ia sedang tak ingin di ganggu dan sedang tak minat menjelaskan apapun. Eris cukup yakin Edmund tahu mengenai yang ia lakukan pada Kalea. Meski Eris sudah memastikan pihak rumah sakit tidak menghubungi Weston atau Lydia Luther, perempuan itu kan punya ponsel untuk mengadu pada Edmund. Haruskah Eris mengambil ponselnya juga?

"Apa aku sebaiknya membeli cincin pertunangan juga?" gumam Eris seraya menatap layar personal tabletnya.

"Bukankah cincin tunangan diberikan oleh pihak laki-laki?" balas Balor membuat Eris menatapnya datar, tetapi tetap memasukkan item itu ke keranjang elektroniknya.

"Siapa yang peduli, aku punya uang untuk membelinya," ujar Eris cuek. Lalu ia melakukan pembayaran untuk semua item yang ia masukkan dalam keranjang elektroniknya.

Balor tak membalas, melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul tiga sore. Ia harus menyiapkan cemilan dan minuman untuk Eris. Biasanya Eris akan minum secangkir kopi hangat, tetapi Balor tak yakin jika seseorang yang baru ditusuk dengan pisau roti boleh minum kopi. Apalagi, Eris mengonsumsi obat untuk meredakan sakit. Eris memang tidak pernah mengeluh atau meringis. Ia selalu memasang wajah datar, tetapi Balor tahu jika Eris menahan rasa sakitnya dalam diam. Hal itu ia buktikan saat melihat Eris sedang menonton televisi dengan wajah pucat dan berkeringat dingin. Perempuan itu nampak fokus menatap televisi, tetapi ia sebenarnya sedang menenangkan diri karena bekas luka tusuk itu benar-benar menyiksanya.

Prettiest EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang