"Masih merasa sedih?"
Edmund menatap Eris yang berdiri di ambang pintu kamar tamu rumahnya. Saat ini, ia berad di rumah Eris. Edmund sering datang ke rumah Eris, tetapi ini pertama kalinya ia menginap. Edmund tak menjawab, menatap Eris dengan emosi campur aduk. Edmund bahkan tak tahu bagaimana perasaannya sekarang.
"Aku tidak akan membunuh Kalea, walau Logan memang akan mati hari ini," ujar Eris santai, menutup pintu kamar tamu dan mendekat pada Edmund.
Ia duduk di tepi ranjang, mengenakan gaun tidur warna krem tanpa lengan dengan hiasan renda yang manis di bagian dada. Rambutnya masih setengah basah, sementara wajahnya sudah bersih dari riasan. Eris duduk dengan anggun di sebelah Edmund yang juga duduk di tepi ranjang dengan wajah muram. Eris mengangkat tangannya, menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga dan menatap Edmund lekat.
"Aku merasa sedih karena kehilangan adikku," gumam Edmund lirih. "Mengapa ia menjadi seperti ini?"
Edmund bertanya-tanya, di mana kesalahannya, apa yang terjadi dan kenapa semua ini sampai harus terjadi hingga ia dan Kalea menjadi seperti ini. Orangtuanya sudah memutuskan untuk menghapus nama Kalea dari daftar keluarga mereka begitu menerima kabar pertunangan Edmund dan Eris. Namun, mereka masih mengunjungi Kalea di rumah sakit dan membiayainya sebagai bentuk belas kasih. Edmund menghela napas berat.
"Aku ingin tahu kesalahan apa yang kulakukan hingga Kalea menjadi seperti ini," lirihnya lemah.
Eris merebahkan tubuhnya di ranjang, menarik napas panjang dan menatap langit-langit kamar. Ia tidak pernah menghibur orang lain. Melihat Edmund yang nampak terpukul begini membuatnya bertanya-tanya apa yang harus ia lakukan supaya pria itu bisa keluar dari perasaan itu.
"Kamu masih mencintai Gianna?" tanya Eris tanpa berpikir.
Edmund menoleh, menatap Eris yang barbaring di ranjangnya sekilas dan menggeleng lemah. "Aku tidak punya perasaan yang tersisa kepadanya, selain rasa bersalah."
Eris menarik napas panjang. "Berbaringlah," perintahnya pada Edmund.
Edmund tak tahu mengapa Eris menyuruhnya berbaring, tetapi ia menurut, berbaring di sebelah Eris dengan dan menatap langit-langit kamar.
"Aku menghubungi keluarga Gianna, berpura-pura menjadi teman lamanya dan memberitahu semua yang Kalea lakukan kepada mereka." Eris mengaku dengan nada datar. "Mereka sangat marah begitu tahu yang sebenarnya, tetapi kukatakan pada mereka jika aku akan mengurusnya." Tawa kecil keluar dari bibir Eris. "Mereka kelihatan lebih lega setelah kuberitahu begitu."
"Apakah itu sesuatu yang lucu?" tanya Edmund pelan.
"Menurutku lucu. Mereka bertingkah seperti orang baik-baik, ternyata mereka sama saja sepertiku yang pendendam. Yang membedakan hanyalah, mereka memilih untuk tidak maju dan menyimpan dendam itu, sementara aku akan menghancurkan siapapun yang membuatku marah."
"Semua orang juga, mendendam, Eris," ujar Edmund pelan.
"Tetapi kamu tidak?" Eris menoleh,memandangi Edmund yang tersenyum sedih. Ia menggeleng pelan.
"Aku juga menyimpan dendam, tetapi aku memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa dan melepaskan perasaan itu. Tidak ada gunanya jika disimpan."
"Kalau begitu, kita adalah orang yang saling bertolak belakang," sahut Eris, menatap langit-langit kamar lagi dan kembali teringat tentang semua hal yang ia lakukan. Eris tidak menyesal pernah mengotori tangannya dengan membunuh. Semua orang itu pantas mendapatkannya.
Ia tidak akan bisa hidup seperti Edmund. Aeris mungkin bisa, tetapi Eris tidak. Lagi pula, Eris sudah membuang semua sisi Aeris dalam dirinya. Yang ada sekarang adalah Eris yang kejam dan jahat. Dan, Eris tidak pernah menyesal menjadi dirinya sekarang, juga tidak merindukan Aeris yang ia buang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prettiest Evil
ChickLitIa cantik, cerdas, licik, tapi kejam. Jangan pernah berurusan dengannya, kecuali kamu berniat membawa kehancuran masuk dalam kehidupanmu. Ia akan melakukan segala cara untuk membalasmu. Ia akan mengirimmu ke neraka dengan segenap kekuatannya dan beg...