Prolog

8.2K 587 18
                                    

...

Satu persatu bajunya yang sudah terlipat rapi, Dilan masukkan kedalam tas yang berukuran sedang. Raut wajahnya yang tersirat sedih begitu terlihat kentara.

Sejujurnya ia tidak ingin pergi, tidak ingin meninggalkan Bunda dan adik prempuan satu-satunya, juga tidak ingin meninggalkan kota kelahirannya, Bandung. Kota sejuk dan Kota yang penuh kenang-kenangan selama tujuh belas tahun ia hidup.

Ia pasti akan sangat merindukan kota ini.

"Dilan?"

Dilan menoleh lalu tersenyum tipis. "Iya Bunda?" Jawabnya.

"Barang-barang yang kamu bawa udah kamu masukin semua? Gak ada yang ketinggalankan?" Tanya Sang Bunda.

"Sudah Bunda, Dilan hanya membawa barang yang penting-penting saja ke Jakarta," Jawab Dilan.

"Bunda..." Suaranya terdengar lirih.

"Hmm?"

"Sebenarnya Dilan tidak ingin pergi ke Jakarta." Ucap Dilan dengan jujur.

"Kita sudah membicarakan ini sebelumnya dan keputusan Bunda sudah bulat. Om dan Tante mu juga setuju dengan keputusan Bunda. Jadi Bunda mohon Dilan juga setuju dengan keputusan Bunda." Jawab Sang Bunda tegas.

"Ini semua demi kebaikanmu nak, masa depanmu masih panjang,"

Dilan menundukkan kepalanya, air mata yang sedari tadi sudah menggenang dipelupuk mata kini mengalir deras.

"Bunda...maafin Dilan, semuanya salah Dilan. Jika saja Dilan patuh dan mendengarkan perkataan Bunda semua ini tidak akan terjadi..." Pemuda yang selalu terlihat tangguh itu kini melepaskan topeng kokoh yang selalu ia gunakan didepan semua orang hanya untuk mengakui kesalahannya.

"Dilan bukan kakaknya baik buat Disa dan bukan anak yang baik untuk Bunda..." Ucap Dilan disela-sela tangisannya.

Dekapan hangat dari sang Ibu membuat Dilan kembali menangis deras. Kepindahanya ke Jakarta adalah suatu bentuk nyata kekecewaan sang Ibu pada dirinya.

"Dilan janji akan jadi anak yang baik dan patuh seperti yang bunda harapkan, Dilan juga janji untuk tidak berkelahi dan tauran lagi."

"Dilan...laki-laki harus bisa mempertanggung jawabkan semua kata-katanya, apa kamu bisa mempertanggungjawabkan kata-katamu itu barusan?"

Dilan mengusap air matanya lalu menjawab dengan tegas. "Iya Bunda, Dilan janji!"

Tit...tit...tit...

Suara klakson mobil dari luar rumah memecah suasana sedih antara anak dan ibu tersebut.

"Sepertinya Om kamu sudah sampai Dilan."

Dilan mengangguk dan beranjak bangun mengambil tas berukuran sedang yang berisi barang-barangnya. Sebelum Dilan meninggalkan kamarnya, mata pemuda itu berpendar menatap setiap sudut kamar kecilnya.

"Selamat tinggal kamarku..."

"Selamat tinggal Disa, Bunda..."

"Dan selamat tinggal kota Bandung..."
.
.
.
.
.
Tangan Dilan melambai pelan pada sang Bunda yang semakin lama terlihat semakin jauh. "Pasti berat ya Dilan..." Ucap Dirga, Om Dilan.

Dilan menoleh pada Om'nya "Jika aku menjawab tidak itu adalah suatu kebohongan, karena itu bertentangan dengan perasaan yang Dilan rasakan sekarang," Jawab Dilan.

"Semuanya pasti akan terasa berat diawal Om, tapi Dilan sudah janji dengan Bunda untuk berubah menjadi lebih baik." lanjutnya.

"Kamu anak yang baik Dilan, Om yakin kamu bisa berubah."

Mulai besok semuanya tidak akan sama lagi seperti sebelumnya semuanya total berubah. Dan mulai besok Dilan sudah memutuskan bahwa ia akan menjadi Dilan dalam versi yang lebih baik.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Res...Ares!"

"Hm?" Jawab pemuda yang dipanggil dengan nama Ares itu tanpa menoleh.

"Kemarin anak-anak calde hampir ribut sama anak-anak malvroz..."

"Masalah?" Tanya Ares, menatap Laskar meminta penjelasan.

"Anak-anak malvroz nuduh anak-anak calde ngeroyok salah satu anggota mereka..." Jelas Laskar.

"Terus jadi ribut?" Tanya Moreo mewakili Ares.

"Gak Jadi karena gue sama Aiden datang," Jawab Laskar.

Ares beralih menatap Aiden yang dibalas anggukan oleh pemuda itu. Sementara Megan dan Ardhan hanya diam mendengarkan.

Ares mendengus kecil lalu melipat kedua tangannya didada. "Den nanti suruh anak-anak langsung pulang kerumah masing-masing gak usah kumpul kaya biasa di basecamp..."

"Den, ingatin juga anak-anak untuk gak pulang sendiri-sendiri,"

"Siap res!" Jawab Aiden.

"Kata-kata gue juga berlaku untuk kalian, gue gak bermaksud ngeremehin kemampuan kalian tapi gak ada salahnya untuk hati-hati, terutama buat kalian yang bawa cewe." lanjut Ares.

"Kenapa res?" Tanya Ardhan.

"Bahaya, lebih baik dengerin apa yang gue bilang tadi. Kita semua tau gimana liciknya Malvroz," Jawab Ares.

Semuanya mengangguk menyetujui perintah Ares, walaupun Ares terlihat cuek dan tidak perduli tapi teman-temannya tau bahwa Ares lah orang yang paling perduli dengan keselamatan teman-temannya.

Besok. Ares sudah memutuskan bahwa besok ia sendiri yang akan menemui ketua geng Malvroz tanpa melibatkan siapapun.

Mulai besok dua orang anak laki-laki sudah memutuskan apa yang harus mereka lakukan demi orang-orang terdekat mereka.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC.

Hai-hai ini cerita pertama yg gw tulis berdasarkan imajinasi gw yg lagi kobam dilantares universes😭 tolong maafkan segala kekurangan dari cerita ini🙏

[Indomilksusu🌹]

DILANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang