Chapter 46

9.4K 735 18
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Hari ini, Khadijah dan Faizan ikut bersama Gus Hafizh ke pondok pesantren. Katanya setelah Gus Hafizh selesai mengajar, ia ingin mengunjungi rumah pohonnya yang berada di pesantren ini.

Saat Gus Hafizh mengajar, Khadijah sedang sibuk mengitari koridor pesantren. Kali ini dia sendiri, karena Faizan sedang bersama Gus Hafizh untuk mengajar. Faizan bilang bahwa ia ingin sekali melihat Abba mengajar dikelas.

Gus Hafizh sangat tidak keberatan. Bahkan ia selalu menuruti semua kemauan istri dan anaknya. Bagi Gus Hafizh, tidak ada yang bisa membuatnya tersenyum selain melihat anak dan istrinya tersenyum bahagia.

"Sekian materi hari ini, apakah ada yang ingin bertanya?" Tanya Gus Hafizh.

"Jika tidak saya akan tutup pembelajaran hari ini."

"Baik, Gus," jawab semua para santri.

"Karena tidak ada yang bertanya, minggu depan akan saya tanya satu persatu mengenai materi hari ini," ucapnya mutlak.

"Dan mengetes hapalan kalian. Saya ingin tau sudah sampai dimana kalian menghapal."

"Afwan, Gus. Apakah tugasnya tidak bisa diringankan?" Tanya salah satu santri.

"Baik. Kalo gitu saya juga mau kalian menulis ayat yang terakhir kali kalian hapal. Ayat terakhirnya saja."

Sontak para santri ingin protes padanya. Namun bagaimana lagi, dirinya adalah seorang Gus Hafizh. Jika di protes atau membantah, maka ia akan semakin menambahkannya tugas-tugas tersebut. Lebih baik mereka diam dan menurut saja.

"Ringan kan? Atau ada yang mau diringankan lagi?" Tanya Gus Hafizh.

"Tidak, Gus," jawab seluruh santri.

"Bagus." Lalu Gus Hafizh merapikan seluruh buku-buku yang bertumpukan diatas mejanya.

Khadijah yang sudah menunggu didepan ruang kelas tersebut pun hanya bisa terkikik geli. Suaminya tidak pernah berubah. Dari dulu selalu saja begitu.

"Ingat, ya! Bumi itu sifatnya sementara, masih ada akhiratnya yang selalu menanti kalian dihari berikutnya. Jadi, saran saya kurangi mengeluh," ucap Gus Hafizh.

"Baik, Gus."

"Biik, Gis." Gus Hafizh mengulang ucapan santrinya dengan melucukan mimik wajahnya.

Semua yang mendengarnya pun tertawa kecil. Ternyata dibalik galaknya seorang Gus Hafizh dalam mengajar, ia memiliki sisi keharmonisan untuk para santrinya.

HAFIZDJAH [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang