Pergi

156 23 2
                                    

---//---

Iori tidak tahu kenapa dia bersikap seperti bukan dirinya di depan Riku. Mungkinkah karena perasaannya? Sejak kapan hal remeh seperti itu menyingkirkan logikanya? Tidak ada yang berubah dari pemikirannya bahwa logika adalah yang utama, tapi tadi dia kehilangan dirinya. Kenapa dia berbohong? Bukan. Dia tidak bohong. Mungkin lebih tepatnya tidak tahu malu?

Tidak hanya Riku yang ketakutan.

Iori juga sama. Dia takut melakukan kesalahan. Dia takut kalau dirinya tidak bisa melindungi teman-temannya. Dia takut janji yang sudah dia berikan pada Riku tidak bisa terpenuhi. Takut kalau dia tidak bisa membawa Mitsuki dan yang lainnya kembali.

Apa rencana yang dia buat setidaknya berhasil mendekati selangkah pada tujuan mereka?

Bagaimana kalau tidak?

Sejak kakinya sekali lagi menapak di tanah Kerajaan Victoria, Iori tidak bisa berhenti untuk khawatir. Dirinya tidak pernah segugup ini. Benar, gugup. Dia tidak takut. Dia hanya gugup. Kepalanya sudah berputar cepat memikirkan rencana-rencana cadangan yang bisa digunakan untuk menghindari luka berat atau lebih buruknya lagi kematian.

Setidaknya mereka punya tujuan yang jelas.

"Iori, jangan tegang begitu. Ini bukan kali pertama, bukan?" Yamato menepuk bahunya sambil tersenyum konyol seperti biasa. Iori memutar bola matanya. Memicingkan matanya tajam ke arah Yamato. "Apa yang Nikaido-san lakukan di sini? Cepat kembali karena sebentar lagi rencana kita dimulai,"

"Ho ho. Jangan galak-galak begitu. Mitsu mencemaskanmu, kau tahu? Mungkin aku bisa mengikutimu--"

"Tidak," potong Iori penuh penekanan. "Nikaido-san, lakukan sesuai rencana. Kalian harus membuat mereka sibuk. Pastikan kalian menyudutkan mereka dalam satu tempat jadi saat salah satu dari kalian terdesak yang lain bisa membantu. Lakukan rencana cadangan kalau kalian benar-benar terdesak. Kita tidak bisa mengandalkan Yuki-san jadi aku mempercayakannya padamu dan pastikan Nikaido-san bisa memimpin Nii-san dan yang lain untuk--,"

"Jangan menghawatirkan kami," kali ini Yamato yang menyela tenang. Yamato menatap serius ke arah Iori. "Pikirkan juga dirimu. Satu-satunya yang harus kau cemaskan adalah dirimu sendiri, bukan kami. Kau tidak bisa memenuhi janjimu kalau kau mengabaikan dirimu,"

Iori balas menatap Yamato dengan ekspresi terkejut. Apa Yamato mendengarnya? Yamato hanya tersenyum kemudian beranjak dari tempatnya. Yamato mengacak rambut Iori sebelum berlalu. "Yang membuat janji di sini tidak hanya kau. Jadi, pastikan kau juga berhati-hati agar baik janjimu dan janjiku semuanya terpenuhi. Sampai jumpa secepatnya,"

Mata Iori memandangi punggung Yamato yang tak lama langsung menghilang. Iori tersenyum kemudian kembali mengamati kastil besar di depannya. Yah. Mereka kembali lagi ke tempat yang menjadi mimpi buruk keempat kerajaan. Banyak hal yang Iori tidak tahu tentang tempat ini dan rasanya dia tidak perlu mencari tahu. Sekarang yang penting adalah fokus pada rencana mereka.

Iori mengatur napasnya sebentar. Dia bisa mendengar bunyi detak jantungnya sendiri. Apa dia takut? Tidak. Dia hanya gugup. Yah, mereka tidak akan mati, bukan? Iori menutup matanya membiarkan pendengaran mengambil alih fokus miliknya sekarang. Matanya terpejam sampai akhirnya pecahan kaca terdengar. Tidak hanya sebatas itu, hantaman kuat yang menggugurkan dinding juga mengeluarkan suara debam kencang bersahutan di langit Kerajaan Victoria.

Yamato dan yang lainnya sudah melakukan bagian mereka. Iori hanya perlu menunggu sebentar lagi sampai suara pertempuran akhirnya meletus. Pastinya sebentar lagi karena mereka tidak akan mau kalau kastil ini hancur lebur dan mmengubur siapapun yang ada didalamnya dan mungkin juga mereka harus menyelesaikan urusan mereka yang sempat tertunda. Apapun itu pertarungan memang harus terjadi.

Another Story [VALIANT] (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang