1.Fiki Aulia

148 15 0
                                    

Di pagi hari, di dalam satu rumah sederhana yang tidak terlalu besar, ada satu keluarga yang sedang menyantap sarapannya di meja makan dengan khidmat.

Semua makan dengan diam, sesekali sang kepala keluarga atau ayah memulai percakapan.

Terlihat sangat harmonis dan bahagia, senyum terukir di wajah anggota keluarga itu.

Kemarin sang kepala keluarga habis gajian, dan bertepatan itu juga anak mereka, anak satu satunya berulang tahun.Yang ke 17 tahun.

"Dek."

Satu anak laki-laki yang sudah memakai seragam SMA putih abu-abu, yang sedang memakan nasi goreng itu menoleh.

"Kenapa yah?"

"Kamu masih kerja?"

Sang anak ngangguk, anak laki-laki itu memang bekerja sebagai kasir di supermarket besar, gaji nya lumayan untuk kebutuhannya sendiri.

"Berhenti, ayah bisa kok ngasih kamu duit."

"Gak mau, tanggung yah, sebentar lagi fiki bakal gajian lho."

Fiki nandana, bocah SMA berumur 17 tahun, yang sangat tampan, saking tampannya nyerempet cantik.

Fiki memiliki tinggi badan sekitar 175 cm sangat ideal untuk laki-laki bukan? Lalu kulitnya putih bersih membuatnya seperti orang luar, padahal kedua orangtuanya sama-sama dari Indonesia.
Hidung kecil tapi mancung, bibir kecil warnanya pink pucat, bulu matanya lentik dan hitam, bola matanya hitam legam, dia memiliki satu lesung pipi disebelah kiri.

Bobby Aditama, laki-laki yang sudah

berumur 40 tahun itu adalah ayahnya fiki, dia bekerja sebagai karyawan di satu perusahaan, hanya karyawan biasa, jabatannya juga tidak terlalu di butuhkan, atau tinggi.

Bobby adalah ayah terhebat bagi fiki, karna mau apa yang terjadi senang, susah, sedih, ayahnya tidak pernah mengeluh, dia bekerja keras untuk bisa mencapai apa yang anaknya mau.

Tapi fiki sadar diri kok, dia cuma anak
dari kalangan biasa, kalangan bawah, bukan seperti anak-anak yang di luaran sana yang memiliki harta berlimpah.

Ibunya yang cantik bernama Dhita verissa, wanita itu sudah menginjak usia 37 tahun, Dhita hanya ibu rumah tangga, dia tidak bekerja.

"Tapi kamu harus fokusnya buat belajar dek."

"Aku bisa bagi waktu kok yah, gak usah khawatir." Fiki tersenyum tipis kearah ayahnya.

"Aku pamit berangkat sekolah ya."

Dhita tersenyum lembut,"belajar yang rajin, dengerin kata Bu guru, jangan bandel."

Fiki senyum manis, dia mencium tangan ibunya,"iya Bu, fiki bakal jadi anak yang pinter dan rajin di sekolah
Fiki menatap ayahnya menghampiri Bobby,"fiki pamit sekolah ya yah."

Bobby cuma bisa ngangguk,"hati-hati."

"Dadah!"

Fiki Keluar dari rumah itu sambil merangkul tas ransel hitam dipunggungnya, dia ke sekolah jalan.

Ya karna sekolahnya gak terlalu jauh dari tempat dia tinggal kok.

Cuma ngelewatin beberapa rumah dan gang.

Fiki jalan menyusuri jalanan dengan senyum tipis, lalu saat dirinya sudah masuk kedalam karangan sekolah dia cuma bisa menunduk.

Fiki disekolah hanya memiliki satu teman, perempuan malah. Tidak ada yang ingin berteman dengannya, siapa si emang yang mau temenan sama anak miskin?

Sekolah ini emang bisa dibilang sekolah swasta yakni berbayar, jadi bisa dibilang semua murid disini dari kalangan atas semua.

"Fiki!"

Azka menoleh saat ada yang memanggil namanya, itu zwetsoon, panggil aja soni.
Teman fiki.
Soni memegang lengan fiki,"ayo bareng."

Fiki ngangguk,"kamu udah ngerjain tugas waktu itu?"
"Yang mana?"

"Itu loh, matematika."

"HA?! Eh yang mana, aku belum nih." Soni menatap fiki dengan raut kebingungan.

"Aku udah kok, kamu mau nyalin?"

Soni ngangguk semangat,"mau dong! Nanti bisa di hukum aku, ayo!"

Zwetsoon menarik tangan fiki menaiki tangga dan masuk kedalam satu kelas.

Murid murid yang ada di koridor melihat

itu hanya tersenyum ilfil.

"Sot, soni, mau aja lo temenan sama anak miskin."

"Kek nya buta deh, padahal soni kan kaya, eh malah nyari temen spek orang susah."

Ketiga siswi yang paling most wanted di sekolah itu tertawa sinis di koridor.

.
.
.
.
.
.
.
Bersambung.....
Jangan lupa vote dan komentar ya 👍

He Don't Like Me (Shanfik) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang