Prolog

52.3K 5.6K 901
                                    

"SERAAANG!"

Teriakan itu pecah bak genderang perang di tengah terik dan debu Jakarta. Ratusan pelajar balas berteriak, lengan terangkat, menyandang apa saja yang bisa dijadikan senjata. Kedua kubu menyerbu maju tanpa ampun. Tubuh berbentur, saling sikut, tendang, pukul, hantam. Batu dari pinggir jalan beterbangan. Botol-botol kaca yang dilempar pecah berserakan. Darah bercipratan, merembes ke lencana seragam.

BRUAK!

Satu lagi musuh ambruk. Bas meludahkan darah dari mulutnya. Setelah menghajar mampus tiga-empat lawan, matanya bersibobrok dengan tampang yang sudah dia kenal dari teman-temannya. Seragam tanpa atribut, rambut berantakan, jam tangan di tangan kanan, dan tatapan tajam. Itu dia orangnya.

Re Dirgantara.

Bas menggertak gigi. Bajingan ini harus membayar mahal untuk merendahkan almamater mereka. Minimal rawat jalan.

Buku-buku jari Bas refleks mengepal. Kepalannya sudah setengah melayang ketika mendadak terdengar raungan sirine dari kejauhan.

DOR!

Bas menyumpah kasar.

"WOI, POLISI! KABUR! KABUR!"

Tembakan ke langit jadi sumber kekacauan. Teriakan Bas agar rekan-rekannya bertahan lenyap ditelan panik yang menyebar. Bentrokan itu dengan cepat menceruat ke segala arah. Anak mami-papi lari pontang-panting takut wajahnya masuk media.

"SWASTA PENGECUT! JANGAN KABUR LO, ANJING!"

Sumpah serapah Bas menggelegar seiring kericuhan bubar. Sial, sial, sial!

"LARI! POLISI! LARI!"

Bas menggeram. Pandangannya diedarkan di tengah huru-hara, tapi Re Dirgantara sudah tidak terlihat di mana-mana.

"KAMU! SINI!"

Seorang petugas menyergap lengan Bas kasar dari belakang. Laki-laki itu berontak. Dia sudah akan menyarangkan satu tonjokan ke rahang aparat kalau saja tidak ditabrak keras dari arah berlawanan.

Bas berteriak berang. "GOBLOK!"

"LO YANG GOBLOK!" Yang menabraknya juga murka. Bas terkesiap waktu sadar suara garang itu milik perempuan.

"KAMU!" Polisi itu menghardik. "NGAPAIN KAMU PEREMPUAN IKUT TAWURAN?"

Gadis yang menabrak Bas bangkit dengan wajah merah menahan amarah. Putih abu-abunya dilapisi jaket denim robek-robek kebesaran. Lencananya Bina Indonesia. Tatapan Bas refleks jatuh pada rok lipitnya yang jauh di atas lutut.

"SAYA NGGAK IKUT TAWURAN!" bantahnya kasar. "SAYA CUMA KEBETULAN PULANG LEWAT-"

"SUDAH, DIAM! KALIAN BERDUA IKUT SAYA!"

Bas harusnya lari. Tapi laki-laki itu bahkan belum sempat berdiri dari aspal. Tatapannya masih terpaku pada gadis yang mengamuk karena terseret arus tawuran.

"APA LO LIAT-LIAT?"

Potongan rambut gadis itu asal. Setengah jengkal terlalu pendek di bawah telinga. Warnanya hitam pekat, kecuali beberapa helai yang sengaja dicat merah elektrik. Terlalu mencolok.

"Yakin nggak ikut tawuran lo?" sindir Bas sembari mendorong tubuhnya bangkit. "Galak bener."

Si gadis mengacungkan jari tengah sebagai balasan. Lengannya diseret petugas berikut lengan Bas. Mereka diringkus masuk ke sebuah mobil boks bersama pelajar lain yang duluan tertangkap. Mata Bas melirik name tag di bagian atas saku kemeja. Yang dilirik spontan merapatkan jaketnya waktu sadar, tapi Bas sudah membacanya duluan.

Adinda Aletheia.

Terlalu cantik.

Kita Butuh Kapasitas SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang