7 | Pembunuh Bayaran

13.6K 2.8K 347
                                    

"WOI, KSATRIA LOLOS KUALIFIKASI!"

Kalau Ale tidak menoleh, dia mungkin mengira baru saja terjadi ledakan bom di kafetaria. Teriakan heboh membahana sampai setidaknya dua koridor di depan. Gadis itu memutar mata.

Bastian Leonardo sedang berkeliling dari meja ke meja, memamerkan pengumuman yang baru saja muncul di situs NBA's Hitman Hunter. Kompetisi basket paling mentereng di kancah anak SMA. Hitman Hunter, alias perburuan pembunuh bayaran. Atlet-atlet basket diibaratkan pembunuh bayaran yang sedang memburu target, alias ring bola. Tim yang bisa bertanding hanya beberapa yang lolos kualifikasi super dari Jr. NBA, perpanjangan tangan asosiasi basket internasional untuk level junior. Rumornya, pemenang kompetisi ini punya peluang lebih besar untuk dapat kontrak dari klub basket profesional.

NAGA, singkatan dari "Bina Bangga", adalah komunitas atlet seni dan olahraga Bina Indonesia yang terdiri dari murid-murid paling berbakat di tiga angkatan. Leo, kapten KSATRIA— klub basket NAGA, cuma punya satu mimpi selama SMA. Lolos kualifikasi. Hari ini, mimpinya terwujud.

Sorak-sorai saling menyambut dari anggota tim basket yang tiba-tiba bermunculan. Menyerbu dan mengangkat Leo ke udara. Ale meringis menyaksikan Kenan ada di antara rombongan itu. Dia terlihat luar biasa senang, menyeru-nyerukan nama Leo bersama teman-teman bodohnya yang lain.

Ale kembali menyumbat telinga dengan earphone yang tadi sempat dia lepas. Berusaha tidak memikirkan bahwa Kenan tidak akan bisa bolos latihan lagi mulai sekarang. Mana mungkin Leo melepas cakarnya dari shooting guard paling berbakat yang pernah Bina Indonesia punya? Entah bagaimana sahabat Ale itu akan mengatur agenda rapat OSIS, bimbingan olimpiade, dan kesibukan gila lain yang memenuhi jadwalnya.

Ale menoleh sekali lagi. Berusaha mencuri pandang apakah memar Kenan sudah sepenuhnya hilang, tapi kerumuman murid-murid perempuan menghalanginya. Berebut mengucapkan selamat dan menjabat tangan Kenan. Ale mendecak sebal. Caper.

"Kalau mau berisik di pasar!" maki Ale keras sebelum kembali fokus pada novel di tangannya.

Keramaian itu terkesiap sejenak tapi segera berlanjut. Menyisakan Kenan yang menatap punggung Ale, diam-diam tersenyum geli sebelum kembali meladeni para penggemarnya.

***

"Shoot! NICE!"

Leo bersiul keras waktu bola basket masuk ke dalam ring dan memantul di lantai gimnasium. Three-point Kenan yang ke-delapan sore itu. Delapan dari delapan tembakannya lolos sempurna, bahkan membentur pinggiran ring pun tidak.

"Gokil! Gokil! Kalau gini kita nggak usah penyisihan, lah! Langsung final aja!"

Terdengar paduan tawa di lapangan itu. Sebagian geli karena antusiasme Leo yang meledak-ledak sejak tadi siang, sebagian kagum dengan si anggota kebanggaan.

"Udeh, lo main sendiri aja, Ken. Gue resign!"

"Mau pilih klub apa nih, Bang Kenan?"

"Mending kita nggak usah tanding, dah, lo kasih nomor dia aja ke panitia!"

Kenan hanya bisa geleng-geleng mendengar ocehan teman-temannya sementara punggungnya tidak berhenti ditepuk-tepuk. Laki-laki itu melipir ke pinggir lapangan, menyeka keringat dengan handuk, dan menenggak tetes terakhir dari botol minumnya.

"Gue cabut duluan, ya. Ada bimbingan."

"Wuss, siap!" ledek Leo. "Ati-ati khilaf tuh, berduaan sama Val."

"Yeee, mulut lo!" Kenan melempar handuknya ke arah Leo yang refleks menghindar sambil terkekeh. "Val udah punya cowok, bego."

"Dih, cowoknya nggak ada apa-apanya sama lo. Ketua OSIS, nih, Bos! Atlet! Apa lagi sih, gelar lo?"

Kita Butuh Kapasitas SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang