Chapter I: Pertemuan Tak Terduga

24 8 0
                                    

Pada tahun 1328 M, Jayanegara, Raja Majapahit kedua wafat karena pemberontakan. Dikarenakan Jayanegara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak naik takhta adalah Ibu tiri Jayanegara yaitu Gayatri. Namun Gayatri enggan menjadi penguasa. Ia sudah melepaskan ambisi duniawinya dengan menjadi bhiksuni. Kemudian Gayatri memerintahkan putri kandungnya, Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk naik takhta dan memimpin Kerajaan Majapahit.

Setelah Tribhuwan naik takhta, banyak pangeran dan ksatria datang melamar sang Ratu. Namun Tribhuwana ingin memfokuskan diri pada urusan pemerintahan, sehingga ia menolak semua lamaran pernikahan.

Pada suatu malam yang tenang, Tribhuwana pergi ke taman untuk menyegarkan otak. Ia duduk di salah satu bangku sambil menatap langit yang penuh dengan bintang-bintang. Di tengah bunyi jangkrik berderik, tiba tiba terdengar suara hentakan kaki yang halus. Tribhuwana refleks berdiri dan pergi menulusuri sumber suara tersebut. Ternyata, di balik semak-semak, ada seorang pria yang sedang mandi di sungai. Bulan purnama membuat mata pria itu bersinar terang dan membuat Tribhuwana jatuh cinta pada pandangan matanya. Sang pria tidak menyadari kehadiran Tribhuwana yang sedang mengintipnya. Setelah pria itu selesai mandi, pria itu bangkit berdiri. Tribhuwana langsung membalikkan badan dan pulang ke kamarnya dengan muka merah.

Esoknya, datang seorang pengawal yang mengatakan, "Hormatku pada sang Baginda. Raja Kerajaan Pejeng telah tiba di Majapahit dan datang membawa seserahan untuk melamar Baginda." Tribhuwana tidak menginginkan pernikahan politik ini, namun ia juga tidak ingin menimbulkan keributan. Tribhuwana pergi menemui Raja Kerajaan Pejeng dan menolak lamarannya secara halus. Namun sang Raja keras kepala dan mengancam bahwa ia akan mengadakan perang dan membuat rakyat menderita bila Tribhuwana tidak menikah dengannya.

Di dalam ruang rapat, para adipati dan menteri berbisik-bisik sendiri mengkhawatirkan Kerajaan Majapahit. Ada yang mengusulkan untuk menggelar pernikahan ini, ada yang mengusulkan untuk membuka perang. Tribhuwana tidak ingin merelakan kebahagiaan demi pernikahan politik, namun ia juga tidak ingin melakukan perang yang hanya akan membuat rakyat menderita. Tiba tiba seorang pria berjalan maju dan bersujud di hadapan Tribhuwana.

"Hormatku pada sang Baginda. Hamba, Cakradhara mempunyai usul. Hamba dengar Kerajaan Pejeng sedang dilanda kekeringan dan
kelaparan, sehingga ingin mengadakan pernikahan politik agar Kerajaan Kami bersedia memberinya pangan yang cukup. Bila Ratu Majapahit tidak menerima lamaran pernikahan ini, maka Kerajaan Pejeng akan melakukan perang dengan Kerajaan Majapahit untuk menguasai bahan baku Majapahit. Oleh karena itu, hamba ingin pergi ke Pejeng dan melakukan perundingan dengan Raja Pejeng. Hamba akan menawarkan 10 ton beras dan 5000 ekor kerbau kepada Raja Pejeng. Dengan ini, mereka akan menarik kembali bala tentara yang berada di perbatasan Majapahit dan perang tidak akan terjadi. Bagaimana Baginda? Apakah Baginda menyetujui usul hamba ini?"

Tribhuwana menyetujuinya dan mengutus Cakradhara ke Kerajaan Pejeng. Perundingan antara Cakradhara dengan Raja Pejeng berlangsung sukses dan perang dapat dihindari. Cakradhara pun diangkat sebagai Wreddhamantri, yaitu perdana menteri Kerajaan Majapahit dengan gelar Kertawardhana Bhre Tumapel.

.
.
.

To be continue...

Loyalitas atau CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang