You and Autumn

11 3 0
                                    

Daun-daun berguguran, angin berhembus pelan, suasana musim gugur terasa jelas menerpa wajah gadis rupawan itu. Danielle Roberts, seorang gadis dengan perawakan tinggi yang memiliki rambut panjang bergelombang dicat warna coklat. Ia berjalan menyusuri jalan setapak ke taman yang terdapat banyak daun kemerahan berguguran. Dengan mood yang cukup bagus, Danielle duduk di salah satu bangku sembari memasang airpods kesayangannya dan memutar lagu. Tak lama ia duduk, ekor matanya tiba-tiba menangkap sesosok pria yang sedang memainkan gitar dan bernyanyi seolah mengadakan pertunjukkan kecil-kecilan. Karena jarang menjumpai seorang street artist, apalagi pada musim gugur, Danielle tertarik untuk kemudian beranjak mendekati street artist tersebut. 

Melepas airpodsnya, Danielle mengamati dan menikmati lagu yang dinyanyikan sang pria itu. All to well oleh Taylor swift. Lagu favorit Danielle sejak ia masih duduk di bangku sekolah menengah ke atas, tanpa sadar ia terhanyut dalam nada-nada indah dari gitar sang pria. Selesai memainkan gitarnya, pria itu mengucapkan terimakasih dan memperlihatkan senyumnya pada para penonton. Danielle spontan bertepuk tangan dan menaruh beberapa uang pada tas gitar di depan sang pria. 

Dengan modal keberanian dan rasa penasaran ia menghampiri pria itu.

 “Maaf mengganggu tapi, wah … aku sangat menikmati pertunjukkan mu, sepertinya kamu seorang artis, mungkin?” ujar Danielle berseri-seri sembari sedikit mendekat kearah pria itu.

“Ah tidak, aku hanya seorang street artist yang biasanya perform di sekitar sini. Kebetulan aku memiliki mood untuk perform saat ini. Jadi ya begitulah.” Jawab sang pria sembari membereskan peralatan dan alat musiknya. Pria itu bernama Max, Maximus Swell. Seorang pemuda berpostur tinggi dan memiliki suara emas. 

“Kenapa? Kamu juga seorang musisi?” tanya pria itu kembali.

 “Tidak, aku hanya menyukai musik, terutama lagu-lagu milik band The Evanescent,” jawab Danielle semangat. 

“Ah, band itu, mereka juga merupakan salah satu alasan aku mulai bermain musik,” ujar Max.

 “Apakah besok kamu akan perform disini lagi?” Danielle iseng bertanya. 

“Sepertinya iya, ada apa?” Max melontarkan pertanyaan kembali. 

“Ah, tidak, mungkin aku ingin melihat kembali karena performamu sangat bagus,” puji Danielle tulus.

 “Terima kasih banyak, ini sudah lumayan sore, aku akan pulang, sebaiknya kau juga pulang,” tukas Max sambil memandang ke arah langit sore. 

“Baiklah, sampai jumpa lagi,” balas Danielle yang kemudian beranjak pergi sambil melambaikan tangan kearah Max. 

“Sampai jumpa,” Max membalas salam berpisah dari Danielle. 


Keesokan harinya, sesuai perkataan Danielle, ia kembali menunggu pada lokasi yang sama seperti kemarin, menunggu kehadiran seorang Maximus Swell. Max mengeluarkan gitar kesayangannya dan mulai melantunkan nada-nada indah yang membuat orang-orang terpikat.

Seperti biasanya setelah beberapa jam, Max menyudahi penampilannya dan Danielle kembali menghampirinya. 

“Sama seperti kemarin, penampilanmu sangat bagus,” puji Danielle untuk ketiga kalinya. “Hahaha, tidak seberapa, terimakasih lagi atas pujianmu,” ujar Max berterimakasih. Tak selang lama Danielle mengeluarkan dua buah air botol kemasan dan menjulurkannya kepada Max. 

“Aku membawa ini, mungkin kamu haus?” kata Danielle sambil semakin mendekatkan botol air itu ke arah Max. 

“Kebetulan aku memang merasa haus,” Max membuka segel botol minum itu lalu meminumnya.. Mereka pun memutuskan untuk duduk di sebuah kursi dan sedikit berbincang usai Max membenahi peralatan perform-nya. 

Fall in AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang