Bab 10

83 9 0
                                    

Chana sudah berusaha semaksimal mungkin dan mencari sumber selengkap-lengkapnya agar ia tidak harus melakukan revisi di bab pertama ini. Gadis itu sengaja tidak tidur demi mencari sebuah sumber yang terpercaya pada buku maupun jurnal berbahasa asing. Selama tiga hari ia digembleng oleh minuman kopi kaleng dan semangkuk seblak dengan level pedas yang nggak kira-kira takarannya.

Harus ia akui kalau ia kurang istirahat. Nanti jika bab pertamanya ini mendapatkan kata acc dari Marvel, Chana akan memakai waktu di akhir pekan untuk tidur seharian. Apapun yang terjadi konsultasi hari ini harus membuahkan hasil yang baik. Chana memejamkan mata sejenak di ruang kelas yang kosong ini.

Marvel belum datang jadi ia bisa mencuri waktu sebentar untuk tidur. Gadis itu bahkan hanya mengenakan kemeja crop top, celana bahan dan ditutup kardigan rajut agar penampilannya tidak terlihat seperti bangun tidur. Saat mendengar hentakan antara sepatu dan lantai, segera Chana membuka matanya.

Jam menunjukkan pukul 10 pagi. Harusnya kalau tidak ada kerjaan Chana belum bangun jam segini. Ia mengusap matanya dan menguap lebar sesaat sebelum pintu terbuka dan muncul Marvel sambil membawa sebuah tablet di tangan. Chana mengerjapkan matanya saat melihat penampilan sang dosen dengan kacamata bulat yang ada di atas hidung bangirnya.

Kemeja hitam lengan panjang itu ia naikkan sampai sebatas siku. Sial, dosen muda ini memang sadar jika ia itu tampan. Keduanya kini saling berhadapan. Marvel tampak santai sementara Chana tidak ingin menatap pada satu titik. Ia teringat akan perlakuan aneh Marvel kemarin di depan kamar kosnya.

“Selamat pagi, mana revisi yang saya minta kemarin, Chana?” tanya Marvel.

“Pagi, Pak. Ini revisian yang Bapak minta. Silahkan dilihat dulu,” balas Chana.

“Oke.”

Marvel menarik tumpukan buku tebal bertuliskan revisian milik sang gadis itu ke hadapannya. Membuka satu demi satu lembar dengan teliti. Sampai pada halaman terakhir tidak ada coretan pulpen merah di atas kertas milik Chana. Marvel membubuhkan tulisan acc pada sampul buku dan memberikannya kembali di hadapannya Chana.

“Saya acc ini bab 1 kamu. Minggu depan setor ke saya bab 2, sesiapnya kamu paling telat 2 minggu,” ucap Marvel.

“Akhirnya acc juga!! Stres banget kerjain skripsi, konglomerat ada yang mau nggak ya nikah sama saya, Pak? Capek banget saya.” Chana menaruh kepalanya di atas meja.

“Skripsi itu gampang kalau kamu rajin. Konglomerat mana yang mau sama cewek yang nggak tamat pendidikannya. Fokus kamu selesaiin skripsi aja nanti jodoh juga datang sendiri.”

“Enak benar ya kalau ngomong, Pak. Yang benar itu skripsi gampang kalau Bapak juga nggak mempersulit saya,” kata Chana selalu tidak ingin kalah.

“Dibagian mana juga saya mempersulit kamu? Mana ada eh hidung kamu mimisan,” tunjuk Marvel. Ia segera berdiri dan mengambil sebuah sapu tangan dari kantung celananya. Menyeka darah segar dari hidung bangir si cantik dengan kain itu. Bahkan pria itu sampai bersandar pada pinggir meja agar bisa lebih dekat dengan Chana. “Nunduk aja biar darahnya keluar semua.”

“Huum. Jangan kencang-kencang, sakit tahu.”

“Kenapa bisa sampai mimisan gini sih? Kamu habis makan apa aja? Sering begadang?” cecar pria itu dengan banyak pertanyaan.

“Kalau ditanya sering begadang ya saya jawab sering, biar revisiannya cepat selesai terus Pak Marvel nggak banyak ngomel. Saya susah tidur akhir-akhir ini dan lebih banyak minum kopi sama makan seblak. Pak Marvel jangan dekat-dekat saya bisa nggak?” pinta Chana.

Marvel menoleh dan menaikkan sebelah alisnya heran. “Ada apa? Saya kan cuman membantu kamu.”

“Bapak nanti dikira pacar saya kalau orang lewat dan lihat,” jelas Chana. Ia lebih dulu menarik diri dan mengambil sapu tangan di tangan Marvel. Menyeka mandiri darah segar yang sialnya masih mengalir itu.

Marvel mengusap tengkuknya yang tidak gatal setelah memikirkan kembali ucapan sang gadis yang benar adanya. Ia kembali ke kursinya dan berdeham untuk mencairkan suasana. Padahal jika diingat lagi, Marvel tidak perlu sepanik tadi hanya karena membantu Chana.

Suasana seketika menjadi canggung. Marvel berusaha menyibukkan diri dengan apa saja yang ia kerjakan di dalam tablet, sedangkan Chana membereskan barang-barangnya bersiap untuk pergi, gadis itu juga tidak mau terjebak dalam situasi seperti ini bersama Marvel lebih lama.

“Udah selesai kan, Pak? Saya pamit dulu kalau begitu,” pamit Chana.

“Iya.” Marvel mengangguk.

“Besok saya kembaliin sapu tangannya kalau udah saya laundry ya, Pak. Permisi.”

Chana berjalan menuju pintu dan membukanya. Gadis itu sampai mundur beberapa langkah saat melihat beberapa mahasiswa berdiri di depan pintu. Ada Hegar dan Rona di sana. Sepertinya pemuda itu ingin konsultasi perkara skripsinya.

Tatapan-tatapan penasaran langsung terarah padanya saat sang gadis masih menggenggam sapu tangan milik si dosen tampan. Tetapi Chana berusaha acuh. Ia lebih memilih untuk mendatangi Hegar dan Rona.

“Kenapa hidung lo? Mimisan? Kok bisa?” tanya Rona heboh.

“Gue nggak tidur beberapa hari ini mana setiap begadang minum kopi sama pesan seblak di warung depan kos buat temani gue kerjain revisian. Ya udah mimisan di dalam terus dipinjami sapu tangannya Pak Marvel,” jawab Chana.

“Tapi gimana tuh revisian lo? Masih ada yang kurang?” tanya Hegar.

“Acc juga akhirnya! Gue senang banget. Pengen cepat-cepat sidang kayak Clara sama Regan. Lo mau konsul ke Pak Marvel juga? Tuh orangnya masih di dalam.” Chana mengambil botol tumblr berisi minuman coklat hangat yang ia bawa dari kos. Meneguk isinya untuk melegakan kerongkongannya yang kering.

Hegar menggelengkan kepalanya. “Kagak. Gue habis konsultasi sama Pak Yeremia dan bab 3 gue acc. Mungkin minggu depan gue udah bisa seminar proposal.”

“Anjir serius lo? Ih jangan tinggalin gue dong. Seminar proposalnya bareng gue aja, Gar. Gue nggak mau stres sendirian ngehadapin Pak Marvel sama Pak Yeremia. Bisa mampus gue kalau dibabat sendirian sama Pak Marvel,” rengek Chana sambil memegang lengan pemuda berkulit sawo matang itu.

“Gue juga pengen cepat lulus anjir dari sini. Lo juga baru mau kerjain bab 2 kan? Gue bantuin aja nanti tapi waktu gue seminar lo datang. Gue lihat-lihat lo makin lengket aja sama itu dosen killer. Jangan-jangan ada benih-benih cinta diantara lo sama Pak Marvel,” ejek Hegar.

“Benih cinta matamu. Nggak ada lah ya, yang penting bab 1 udah acc gue bisa bernapas dengan lega.” Chana menoleh pada Rona, gadis itu tampak mengenakan pakaian serba hitam putih dan jas almamater di tubuhnya. “Lo hari ini seminar proposal? Kok kagak ngasih tau gue sih?” semprot gadis itu tidak terima.

“Baru seminar proposal doang elah bukan sidang, kan gue nanti sidangnya nungguin lo sama Nolan juga. Nanti aja selebrasinya ke kafe yang biasa kita nongkrong, sekalian cowok gue mau traktir katanya,” kata Rona lalu tersenyum menunjukkan isi percakapan gadis itu dengan pacarnya pada Chana.

Chana bersorak senang. “Aman dompet gue kalau Kak Jeri yang traktir. Sering-seringnya minta cowok lo buat traktir,” balas Chana tidak tahu diri.

“Idih lo kira cowok gue dompet sosial apa bisa mangap setiap waktu. Gue lapar nih. Geprek mau nggak?” ajak Rona.

“Boleh, sekalian gue cari tempat buat sebat. Asam banget mulut gue seharian belum ngerokok,” sambung Hegar.

“Mau dong. Semingguan ini gue makan seblak mulu bosan. Atau ke richeese aja pesan yang level 5,” usul Chana.

“Bocil nggak usah macam-macam ya lo. Tadi baru aja mimisan sekarang minta ayam level 5 lagi. Gelar lo bukan Sarjana Manajemen tapi Sarjana Tanah lo, anjeng.” Hegar merangkul pundak Chana dan mengacak surai rambut gadis itu.

“Lo makan yang aneh-aneh gue bilangin Nolan lo biar diceramahin sampai kuping lo berdarah.” Rona mengambil tas jinjingnya dan berjalan di sebelah Hegar.

“Tai banget punya teman yang tidak supportif kayak lo berdua,” gerutu Chana.

Chana, Hegar dan Rona berlalu ke luar dari gedung Fakultas Ekomoni Bisnis menuju belakang kampus. Di mana terdapat banyak warung dan tenda pinggir jalan yang menjual berbagai macam makanan. Chana lebih cepat melupakan apa saja yang baru saja terjadi diantara dirinya dan Marvel. Biarlah menjadi bagian dari ia menjalani hari.

The Skripsweet Thingy - Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang