Bab 4 Bukan Cara untuk Menghargai

103 23 0
                                    


"Leen, ada vice presdir mau ketemu."

Aileen mendelik kesal ke arah Vania yang baru masuk ke ruangannya dan berdiri tidak jauh dari pintu. "Masih idup dia?"

"Karena belum kamu bunuh, ya ... dia masih berkeliaran dengan bebas."

"Ck!" Aileen berdecak kesal. Kalau bukan karena egonya untuk memberi pelajaran kepada Bara, ia tidak akan membiarkan Bara menginjakkan kaki di gedung milik papanya sejak detik ketika dia tahu kalau Bara telah main serong.

"Gimana? Mau ketemu nggak? Atau ... biarin aja dia masuk ke sini. Kita siksa dia berdua. Rasanya gatel juga mau nyiksa dia."

"Nggak mau ah. Bilang aja aku lagi super sibuk, bisa makan orang kalo diganggu."

"Ok." Vania pasrah dengan keinginan Aileen, lagipula memang tugasnya sebagai sekretaris untuk mengkondisikan apa yang Aileen minta. Namun belum sempat Vania keluar dari ruangan Aileen, pintu ruangan Aileen terbuka dan terlihat sosok Bara di baliknya.

"Leen, kita perlu bicara."

"Apa departemen legal punya sesuatu yang harus dilaporkan atau dimintakan arahan ke vice presdir?"

"Leen, please." Bara sudah masuk ke dalam ruangan Aileen meskipun Aileen masih memasang wajah ingin membunuhnya. Kesempatan untuk menjadi menantu keluarga Candra nggak akan datang untuk kedua kalinya, kecuali ia mau mendekati adik bungsu Aileen yang terkenal player. Lagipula, ia sebenarnya mencintai Aileen, sayangnya hatinya goyah oleh tubuh molek Erika.

"How?" Vania mengatakannya hanya dengan gerak bibir tanpa suara.

Aileen memberi kode kepada Vania untuk keluar. Ia masih mampu kalau hanya untuk menangani seorang Bara.

Bara menunggu Vania keluar dan menutup pintu sebelum ia mendekat ke kursi kerja Aileen—yang sekarang belum jelas statusnya, masih kekasih atau mantan kekasih.

"Leen." Bara menyandarkan diri di meja kerja Aileen karena Aileen enggan untuk berdiri dari kursinya. "Maafin aku. Aku janji nggak akan terulang lagi. Aku khilaf. Dia selalu godain aku selama di kantor. Dan aku laki-laki normal, Leen."

"Laki-laki normal harusnya bisa make otaknya. Apalagi selevel vice presdir di Candra Group. Kalo baru digoda modelan Erika bisa berpaling—" Aileen tertawa sebelum menyelesaikan kalimatnya. "Kamu bisa bayangin nggak, skandal apa yang akan terjadi nanti kalau kamu bener-bener jadi menantu di keluarga Candra? Kamu pikir perempuan akan menjauh setelah kamu punya jabatan sebagai vice presdir sekaligus titel menantu keluarga Candra? Nggak, Bar! Cewek-cewek makin gatel."

Jantung Bara berdebar kencang. Aileen tidak semeledak-ledak seperti saat memergokinya tengah bersama Erika. Tapi dinginnya cara bicara Aileen membuat Bara kebingungan mengambil sikap untuk meluluhkan kembali hati Aileen.

"Kamu tau alasanku melampiaskan hasratku ke Erika, bukannya ke kamu?"

Aileen tidak mengangguk ataupun menggeleng, hanya menatap dingin pada Bara—laki-laki yang mewarnai hidupnya beberapa tahun belakangan ini.

"Karena aku nggak mau ngerusak kamu—"

"Jadi kamu ngerusak cewek lain?" Aileen menggeleng-gelengkan kepala. Ia jadi ingat beberapa hari sebelumnya sempat melihat sebuah post saat sedang scrolling media sosialnya. Sebuah foto dipajang salah satu akun, dengan caption "Terharu karena pacar menjaga diriku sampai kami halal dan lebih memilih melampiaskan hasratnya ke orang lain."

Aileen sampai melongo tidak percaya karena ada wanita berpikiran seperti itu, dan kini ia menemui makhluk—yang sialnya sudah dikencaninya selama tiga tahun—memiliki pandangan yang sama piciknya (kalau tidak bisa dibilang tolol).

Relokasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang