Perjamuan mengenang Nyonya Kinaiz akan dimulai siang hari, namun sejak dua jam yang lalu, para tamu undangan sudah mulai berdatangan. Orang-orang itu adalah para pengikut keluarga mereka, teman dan suadara jauh dari keluarga mereka. Semua orang datang untuk mengenai Duches yang paling terbaik sepanjang sejarah keluarga Kinaiz.
Armand Kinaiz atau kakak kedua Vanellope tampak ramah menyambut para undangan. Sedangkan Ludwig dan ayah mereka, Javier Kinaiz saat ini sedang bertukar sapa dengan para tamu yang sudah hadir. Mereka bertiga terlihat sempurna saat perjamuan itu, hingga tidak memikirkan seseorang yang juga seharusnya hadir pada acara itu.
Di sisi lain, Sharen berdiri di sebuah pohon terbesar yang ia temui di taman yang ada di mansion milik keluarga Kinaiz. Di tangan kanannya, Sharen menggenggam tiga lilin kecil, lalu di tangan lainnya, gadis itu memegang sebuah pematik.
Saat ini kondisi tubuh Vanellope sangat baik, sehingga ia memutuskan untuk keluar dari mansion itu saat itu juga. Namun sebelum ia pergi, Sharen merasa harus melakukan penghormatan pada arwah milik Vanellope. Yah benar, jiwa Vanellope telah menghilang seluruhnya, yang berarti, Vanellope telah meninggal dunia. Sudah sepantasnya Sharen yang mengetahui kondisi itu melakukan penghormatan arwah.
Sharen menaruh tiga dupa di atas sebuah kayu yang ia ambil sebelumnya di depan pohon besar itu. Lalu gadis itu menghidupkan ketiga lilin itu dengan pematik dan setelah itu, Sharen mundur tiga langkah.
Gadis itu melipat tanggannya, membentuk sebuah posisi sembayang menurut agamanya dulu. Lalu bibir gadis itu berucap pelan, "Vanellope Kinaiz, jiwamu telah menghilang dan kau mati dalam kesendirian. Aku yang mengetahui hal itu tidak sepantasnya membiarkannya seperti itu dan lihatlah, aku berdiri di tempat ini sekarang untuk memberikan penghormatan pada arwahmu yang menghilang serta mendoakan arwahmu agar di tempatkan disisi yang agung. Lihatlah Vanellope, keinginanmu tercapai, ada seseorang yang mendoakan kepergianmu saat ini walau aku tahu aku sangat terlambat saat ini. Yah kau bisa tertawa, karena kurang dari enam bulan lagi, aku mungkin akan menyusulmu" bibir Sharen tersenyum, namun itu sangat berbeda dengan matanya yang sedari tadi mengeluarkan air mata.
Sharen tidak mengenal sesosok Vanellope, namun ketika ia mendoakan ketenangan jiwa Vanellope, entah mengapa ia bisa merasakan rasa kesepian yang dirasakan oleh Vanelope selama ini. Sharen sangat kasihan pada gadis itu.
"Kita tidak saling mengenal, tapi tolong biarkan aku mendoakan jiwamu agar pergi dengan tenang. Dan entah mengapa aku harus mengucapkan permintaan maaf padamu karena aku tidak memberi tahu kepada siapapun bahwa kau telah meninggal dunia. Maafkan aku Vanellope. Aku harap kau bisa di lahirkan di sebuah keluarga yang sangat menyayangimu. Aku tulus mengatakan ini, agar kau tidak merasakan sakitnya kesepian itu lagi" ucap Sharen mengakhiri ucapannya.
Ketika Sharen sedang menangis di tempat itu untuk mendoakan ketenangan arwah dan jiwa Vanellope yang telah pergi, ada sebuah perjamuan dengan suasana hangat untuk mengenang kematian seseorang. Orang-orang itu tidak mengetahui, seharusnya saat ini mereka dalam keadaan berduka karena seseorang dari mereka telah meninggal dunia. Sayangnya, tidak ada yang menyadari hal itu dan Vanellope harus mati dalam kesendiriannya, seperti yang di khawatirkan oleh gadis itu.
^^^
Sharen berjalan menuju mansion milik keluarga Kinaiz. Kusir dengan kereta kudanya sudah menunggunya sejak tadi, begitu juga dengan Moodie yang sedari tadi tampak gelisah.
"Nona! Anda menangis?" Moodie tampak khawatir ketika melihat wajah Vanellope. Sharen juga tidak berniat menyembunyikan kesedihannya. Walau begitu, tampaknya Sharen tidak ingin menjawab kegelisahan Moodie.
"Nona, jika anda sangat berat untuk pindah, kita bisa membatalkannya" ujar Moodie khawatir.
"Aku tidak keberatan dengan kepindahan ini" jawab Sharen tenang. Ekspresinya sangat berbeda dengan air mata Vanellope yang masih tidak berhenti meneteskan air mata.
"Tapi setidaknya, beritahu Duke tentang kepindahan anda. Mengapa Nona tidak memberitahukan mereka?" Moodie terlihat khawatir.
"Karena aku bukan Vanellope!" Jawab Sharen dalam hati. Namun, "mereka tidak akan memperdulikannya. Jadi tidak perlu repot-repot" jawaban ini yang bisa Sharen berikan.
"Anda jangan mengatakan hal seperti itu. Saya yakin, mereka pasti memperdulikan anda. Lalu, keluarga Kinaiz memiliki banyak properti dimana-mana. Ada banyak mansion dan vila milik keluarga Kinaiz, tapi mengapa anda memilih membeli rumah orang lain yang ada di pinggiran kota. Tempat itu sangat berbahaya Nona" Moodie mengomelinya.
"Karena aku ingin mati sambil melihat pegunungan" jawab Sharen dalam hati. "Karena aku tidak ingin di ganggu siapapun dan tempat itu sangat sempurna" Jawab Sharen yang lagi-lagi tidak sesuai dengan kata hatinya.
"Tapi tempat itu berbahaya Nona!" Moodie terlihat putus asah. Siapa yang tidak tahu seberapa berbahayanya tempat itu. Tidak hanya gerbang awal jika terjadi perperangan, tempat itu berbahaya karena di jadikan tempat latihan para penyihir untuk penelitiannya.
"Jika memang pada saat itu hari kematianmu, kau pasti tetap akan mati dimanapun kau berada" jawab Sharen bijak. Sharen memutuskan untuk masuk ke kereta kuda, karena tidak ingin mendengar ocehan Moodie tentang berbahayanya dunia luar. Sharenlah yang paling tahu seperti apa bahayanya daerah luar.
Moodie juga tampaknya sudah tidak bisa berkata-kata lagi dan memilih diam. Nona mudanya adalah orang yang keras kepala. Apapun yang akan ia katakan, akan menjadi hal yang percuma. Ketika Nona mudanya menginginkan tinggal sendiri, maka itulah yang akan di lakukan oleh Nona mudanya. Sama seperti kejadian lima tahun yang lalu, ketika nonanya sama sekali tidak mengubris perkataanya untuk menolak permintaan kerajaan tentang pencalonan Putri Mahkota.
Perjalan mereka menghabiskan waktu satu hari penuh untuk pencapai perbatasan kota. Dan ketika mereka sampai di rumah itu, langit telah berubah menjadi gelap.
"Anda yakin tidak membutuhkan saya Nona? Saya tidak masalah tidur dimanapun?" Tanya Mateo, kusir keluarga Kinaiz.
"Aku tidak mengingkan banyak orang di tempat ini dan jika bisa, aku bahkan ingin memulangkan Moodie juga" jawab Sharen dengan datar.
Kusirnya itu tertawa. Laki-laki muda itu benar-benar tampak sangat rileks ketika berbicara dengan Vanellope, dan image itu sangat berbeda dengan rumor yang beredar mengenai kejahatan gadis itu.
"Benar, Moodie memang sangat menyebalkan ketika sedang mengkhawatirkan sesuatu. Saya harap kalian berdua bisa tetap aman di tempat ini" ucap Mateo, lalu berpamitan.
Setelah kepergian Mateo, akhirnya Sharen baru bisa melihat bentuk rumah yang baru saja ia beli.
Rumah ini tepat membelakangi dinding perbatasan daerah utara, dan di depannya, ada pemandangan gunung yang menakjubkan. Sharen sudah membayangkan dirinya yang duduk di halama rumah ini sambil memandang ke arah pegunungan ketika kematian itu datang menghampirinya. Bukankah itu kematian yang menyenangkan?
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
R.I.P. (END)
Romance#Musim Kedua# Can't i die? Sharen, seorang mafia dari divisi mata-mata, sudah sangat kelelahan dengan kehidupannya. Satu-satunya hal yang ingin ia lakukan adalah mati dan meninggalkan dunia selamanya. Dan ketika saat itu tiba.. Sharen sudah berada d...