3. The Job

112 17 0
                                        

[Hari ini kamu mau konseling gak?? Nanti sore?? Aku buatin jadwalnya]

[Gak usah Gi, aku sudah mendingan. Anak-anak di bengkel juga pada ngehibur aku kok]

[bener??]

[iya astaga! Tadi pagi saja aku masih bisa kan? Ngasih servis ke kamu, sudah tenang saja hari ini aku sudah mendingan]

[servis apa Ji? Yang mana? Keknya aku semua yang kerja??]

[jangan ngeles yaa!! Sudah sana balik kamu! jadi anjing yang nurut!!]

[hahaha iyaaa, nanti malem lagi yaaa~ tadi pagi gak enak, kepepet soalnya]

[Astaga Gi!!!!! Itu nanti saja deh!]
[ngomong-ngomong aku pulang telat]

[Loh kenapa??]

[ada job Gi..]

[oh ok, kalau begitu hati-hati yaa! Inget ngebut juga pakai helm!!]

[Iyaaa]

[Ok, Love you]

Jimin menatap layar ponselnya, menatap lekat kata demi kata di ruang obrolan mereka. Mereka jarang bicara di telpon untuk menghindari status Yoongi yang seorang pegawai kerajaan terdekat dengan raja terkuak di publik. Beberapa tetangga Jimin hanya tahu Yoongi adalah pegawai negeri yang bekerja di istana tanpa tahu pekerjaan Yoongi sebenarnya. Akan jadi masalah jika pekerjaan Yoongi diketahui selain Jimin, kerahasiaan misi akan menjadi pertanyaan termasuk loyalitas Yoongi sendiri. Bahkan Jimin sendiri tidak pernah tahu apa yang dilakukan oleh Yoongi setiap harinya di istana. Ia hanya tahu garis besarnya saja seperti Yoongi adalah pihak intelejen pribadi Raja.

Dia tahu karena dia kenal sang raja secara pribadi bahkan bertemu suaminya sekarang berkat sang raja sendiri, Kim Seokjin. Tapi karena beberapa masalah, Jimin tidak lagi bertegur sapa dengan nya. Sekarang pasti sahabat karibnya sedang tertekan duduk diatas singgasana dan memikul beban tanggung jawab besar.

Jimin sedikit bertanya-tanya bagaimana kabarnya, dia dengar Seokjin sudah mengandung anak pertamanya, apakah dia baik-baik saja? Seokjin orang yang cenderung mudah stress, apakah dia bisa menahan diri untuk tidak overthinking?

"Jim??? Jimin?? Heh?? Bumi kepada Jimin? Masuk???"

"Ohh?? Ya?? Yaa? Ada apa???" Jimin mengunci ponselnya lalu menaruhnya sembarang di meja. 8 pasang mata menatapnya seakan dia terlambat masuk kelas. "Apa?"

Ha Na menghembuskan napas panjang, dia duduk di kursi sebelah papan tulis putih. "Kami sudah mencoba menyadarkanmu beberapa kali tapi tampaknya kau begitu sibuk dengan ponsel mu Jimin."

"Eh, maaf aku.. Itu.. Suami ku menghubungi ku jadi aku tentu saja —"

"Tentu saja senyum-senyum sendiri seakan dunia milik berdua. Iya, iya Jimin kami tahu, kami hanya mengontrak." Potong seorang pria dengan rambut hijau tosca, pria itu kuku berwarna-warni panjang, Kissu panggilannya, tidak ada yang tahu nama aslinya siapa.

Aeri—si anak SMA waktu itu—tersedak boba yang dia minum. "Ka Jimin sudah menikah??? Astaga aku kira ka Jimin masih lajang..."

Jimin hampir menyesal merekrut anak ini karena mulutnya sangat besar. "Memangnya aku kelihatan seperti orang yang kekurangan cinta apa?? Aku sudah menikah!! Dua tahun! Pernikahan ku indah, harmonis seperti di film romantis!!!" Beberapa orang di ruangan tertawa mendengar balasan Jimin.

"Benarkah?? Aku ingin bertemu, seperti apa orangnya!" Senyum anak SMA itu mengembang semangat.

"Tidak, aku tidak mau."

Jamais Sans ToiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang