Aksel berusia satu tahun lebih muda darinya. Gadis itu mahasiswa semester 3 di salah satu kampus negeri di Malang. Saat pertama kali tiba di kost Aksel, Hael mengenali tempat ini sebagai salah satu kost yang ia hubungi. Lily boarding house, Hael juga ingat nama jalan yang tertera di kost itu adalah Jl. Kartini.
Aksel sedikit berbasa-basi dengan seorang satpam, nampaknya satpam kost ini, sebelum membawa Hael masuk menuju kamarnya.
Kamar kost Aksel ada di lantai dua. Hunian ini nyaman Hael bersumpah. Tempatnya luas, bersih, dan bergaya minimalis modern. Untuk keamanan juga nampaknya terjaga mengingat ia bisa menemukan pos satpam di gerbang depan. Bangunan kost ini hanya empat lantai, selain tangga ada juga lift untuk memudahkan para penghuninya. Aksel menekan digit-digit password pada pintu kamar kostnya sebelum mempersilahkan Hael untuk masuk.
"Anggap rumah sendiri ya kak, gak perlu sungkan."
Hael terkekeh sembari mengangkat kopernya masuk, anggap rumah sendiri katanya.
"Kak Hael mau ke mana tadinya? Bawa koper gitu."
"Mau ke sini sih, eh penuh kamarnya."
Aksel menatapnya bingung, tapi urung bertanya lebih jauh. Gadis itu menyodorkan semacam keranjang cucian, tapi ini kecil, kecil banget, dan isinya hanya dua biji kaos kaki yang seharusnya tidak sepasang.
"Cuci di wastafel dapur aja kak." Sementara gadis itu membawa sepatu putihnya ke dalam kamar mandi.
Dibandingkan sebuah kamar kost, Hael merasa tempat ini lebih seperti unit apartemen karena fasilitas yang tersedia. Ada parkir mobil dan motor, halaman belakang, pos satpam, semacam cafe teras di setiap lantai, lift, akses finger print, AC dan isi kamar yang lengkap mulai dari kamar tidur, kamar mandi dengan water heater, dapur, kulkas, dan meja makan. Terlalu kecil untuk disebut apartemen, tapi juga terlalu mewah untuk dibilang tempat kost.
Tadinya Hael juga sudah cek untuk harga perbulan, kurang lebih satu setengah juta. Dan menurutnya harga yang harus di bayar sebanding dengan fasilitas yang ia terima. Sayangnya, tidak ada lagi kamar kosong.
"By the way, ini kenapa dua sisinya beda, sel? Lagi tren di Malang ya?"
Suara tawa Aksel terdengar. "Gue aja sih kak, gak ada tren kayak gitu."
"Berarti ini emang harusnya gak sepasang, 'kan?"
"Iya enggak, itu dari dua kaos kaki yang beda. Kenapa, sih? Aneh banget ya?"
Hael tidak menjawab namun Aksel mampu mendengar cowok itu tertawa ringan, Hael juga mengangguk kecil meski Aksel tidak bisa melihatnya.
"Kenapa kost, sel? Bukan asli sini ya?"
Kepala Aksel menyembul dari balik pintu kamar mandi sambil nyengir. "Bukan."
"Gue asli Bandung kak, di sini rantau karena masuk kampus sini. Kak Hael sendiri?"
"Gue cuma lagi pengen liburan aja ke sini."
"Hm?" Suara Aksel terdengar bingung namun imut secara bersamaan. "Terus? Mau cari kost?"
"Iya. Karena kayaknya gue bakal lama, lumayan mahal kalau tinggal di hotel terus, jadi niatnya cari kost."
Hael sudah selesai mencuci kaos kaki lucu milik Aksel. Yang lebih lucu adalah, bisa-bisanya dia cuci kaos kaki orang yang belum ada sehari ia kenal. Beberapa saat setelahnya Aksel juga rampung dengan sepasang sneakers putihnya.
"Makasih ya kak."
Hael memutar tubuh untuk mengamati sekeliling, sejujurnya kamar ini memang luas untuk ditinggali satu orang. Mungkin jika Hael tidak merasa sungkan untuk membuka pintu kamar, ia akan menemukan double bad di dalamnya.
"Mau makan siang apa?"
"Gue mau langsung cabut aja."
Aksel menangkap gurat-gurat lelah dalam wajah cowok itu. Hael nampak begitu lesu, padahal biasanya dia adalah pemilik energi paling unlimited diantara semua orang yang ia kenal. Hael menyesal menolak kebaikan gadis asik yang saat ini nampak kecewa itu.
"Next time aja ya, sel."
Hael sudah siap menarik kopernya pergi, saat suara Aksel kembali menginterupsi.
"Gue bisa bantu cari kost, ada satu unit bekas punya teman gue sekitar tiga ratus meter dari sini."
Aksel dengan santai mengangkat sebuah teflon dan siap memasak sesuatu untuk mereka santap sebagai makan siang.
***
Cocok.
Hael suka tempat ini, kamar kost bekas teman Aksel yang ia bilang beberapa saat lalu. Kondisi tempatnya tidak jauh berbeda dengan tempat kost Aksel. Lagi-lagi Hael lebih suka menyebutnya sebagai mini unit apartemen alih-alih kamar kost.
"Teman gue ambil cuti dan kabur ke Manhattan, putus cinta." Kata Aksel menjelaskan tanpa diminta.
Hael sedikit tersedak mendengarnya, antara kaget dan tersindir secara bersamaan. Kebetulan yang unik.
Mereka sudah berpisah saat Hael memasuki kamar kost yang akan ia tinggali untuk ... mungkin ... satu bulan ke depan.
Cowok itu merebahkan diri di atas ranjang single bed yang nyaman. Ada sebuah televisi dan juga AC, ruangannya cukup luas dengan sebuah lemari dan meja belajar. Benar-benar hunian yang cocok ditinggali mahasiswa. Hael jadi kembali memikirkan studinya.
Saat ini ia adalah mahasiswa semester 5, tahun depan ia sudah menjadi mahasiswa senior yang harusnya sibuk dengan skripsi. Tapi saat ini ia malah ambil cuti karena patah hati. Selama kuliah Hael juga sering bolos, sedikit banyak alasannya adalah latihan band. Setiap malam Hael juga sering nongkrong di bar dan cafe untuk bernyanyi, sekedar unjuk gigi karena ia punya suara yang tidak kalah merdu dari suara Raja dan Wina.
Di sela kesibukannya dengan musik dan musik, ada Ghina. Dulu, gadis itu yang sering ngomel karena Hael nampak tidak serius kuliah.
"Ayo dong, kalo kamu sampai gak lulus tepat waktu gimana?" Ocehnya kala itu.
Padahal meski terlihat acak kadul, buktinya Hael bisa sampai di semester 5 tanpa gangguan yang berarti. Hael yakin ia mampu dan ia pasti lulus tepat waktu. Tapi Ghina beda lagi, gadis itu punya kehidupan yang fancy. Kehidupan yang terlihat akan sulit ia jalani jika terus berhubungan dengan cowok semacam Hael.
"Kamu mending bangun bisnis gitu, El. Daripada cuman nyanyi-nyanyi gak jelas begini."
Hael baru paham maksud Ghina saat kini ia tahu gadis itu menikahi seorang pengusaha mapan. Usianya sekitar lima atau enam tahun lebih tua dari mereka. Ghina bahkan merelakan studinya untuk menikahi laki-laki yang punya masa depan cerah, jelas mudah bagi Ghina untuk membuang cowok gak jelas macam Hael dari hidupnya.
Oke, cukup. Niat dia kabur jauh-jauh ke sini agar tidak lagi ingat betapa malang nasib hubungan percintaannya, jadi Hael harus bersungguh-sungguh untuk tidak lagi mengingat-ingat segala hal tentang Ghina, mantannya yang cantik itu.
Rasa lelah membuat kedua mata Hael lebih berat, lembutnya kasur yang ia tiduri ikut berperan besar menambah rasa kantuknya. Namun seolah mendengar suara pak Hamim--dosen killer yang sering meneriaki telinganya saat kedapatan tidur, membuat kedua mata Hale kembali melek lebar. Ternyata itu hanya sebuah notifikasi dengan getar kecil yang datang dari ponselnya.
Unknown Number
Ini nomor gue kak, save yaa
ps, Aksel slayyyyLagi-lagi Hael terkekeh. Di tengah usahanya untuk menyimpan nomor gadis itu, kedua mata Hael kembali memberat sebelum akhirnya tertutup sempurna, membawa isi kepalanya ke alam mimpi diiringi bayangan gadis dengan tawa menyenangkan yang telah berbaik hati membantunya.
Good night, Aksel.
***
October 13, 2022
© Greenishwhite
![](https://img.wattpad.com/cover/322979182-288-k336038.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Find Me when I Found You
ФанфикSHORT STORY "Kok gue mulai suka ketemu sama lo ya?" -Mumtazul Hael Start; September 28, 2022 End; @ 2022, Greenishwhite