3

68.6K 2.2K 53
                                    


Olivia memasuki rumah, ia baru saja pulang diantar oleh Linka dan Naraka, langkahnya terlihat gontai karna lelah. Namun tetap terasa baik karna memang kemarin berjalan dengan seru, mereka bermain tod bahkan bakar-bakar daging, bernyanyi bersama dan masih banyak lagi.

Menatap sebentar ke halaman rumahnya, terdapat mobil orang tuanya, tumben sekali mereka pulang tanpa mengabarinya. Olivia berjalan memasuki rumah.

"Mah ...." Panggil Olivia.

"Eh, udah pulang anak gadis mama yang cantik," sambut Vanya, Mama dari Olivia dengan lembut.

Olivia menangkap wajah Mamanya yang terlihat lelah dan sembab, ia meletakan tasnya asal. Tangannya terulur memegang pipi Vanya.

"Mama abis nangis?" Tanya Olivia.

"Engga, mama cuma capek. Kamu keatas dulu, gih, bersih-bersih nanti turun makan, Mama mau panggil Papa dulu." Balas Vanya, ia mendorong bahu anaknya perlahan menuju tangga yang terarah ke lantai atas ruangan kamarnya.

Olivia pasrah, ia akan bertanya nanti pada papanya. Gadis itu segera membersihkan diri, dalam 20 menit ia keluar dari kamar mandi dalam keadaan yang lebih segar, ia mengusap rambutnya yang setengah basah. Sebelum turun ia mengeringkan rambutnya dengan hair dryer. Jam makan malam akan segera berjalan, ia tak mau membuat kedua orang tuanya menunggu.

Olivia turun dengan pakaian santainya, ia berjalan menuruni tangga menuju ruang makan.

"Gimana, Pah, lebih baik kita jual saja semua aset kita. Aku gak mau kamu bawa Olivia buat jadi tunangan salah satu keluarga itu. Kamu sama aja menjual dia."

Olivia terhenti, langkahnya yang akan memasuki ruang makan ia urungkan. Hatinya berdenyut tak nyaman, ia ingin mendengar terlebih dahulu apa yang terjadi.

"Kamu maunya apa, hah? kalo aku gak bergerak seperti syarat mereka. Kamu mau kita jadi miskin? Kamu bisa hidup susah, aku rasa enggak kita udah biasa hidup mewah," Balas Papanya.

"Aku gak jual anak kita, aku mau dia hidup nyaman dan bonusnya mereka akan bantu perusahaan kita stabil lagi. Ini bukan tentang kita saja, aku bisa, Mah, buat usaha untuk kita bertiga hidup tercukupi dan sederhana, namun bagaimana nasib semua pegawai, Papa? Mereka, ratusan orang yang bergantung pada kita akan terkena phk, banyak mereka yang akan hidup lebih menderita. Lagipula Olivia bisa hidup nyaman dan terjamin di keluarga mereka. Kamu tau Geraldano kan, mereka yang akan membantu kita." Jelas papa Olivia memberi pengertian pada istrinya.

"Aku tetap gak setuju titik. Bukannya mereka semua membenci kita kenapa mereka mau mengulurkan tangan pada kita. Papa jangan gegabah dengan hidup Olivia." Putus Vanya, ya ia tak ingin egois memaksa Olivia dengan pertunangan bisnis.

Suasana berubah menjadi tegang, Olivia yang bersembunyi dibalik dinding menggigit bibirnya miris, ia tau maksud keduanya, sama-sama baik namun bagaimana dengan hidupnya yang akan menjadi korban? Maju menuju jurang kekayaan atau mundur dengan bahagia menuju jurang kemiskinan.

Olivia menarik nafasnya berulang kali setelah tenang, ia melanglah memasuki ruang makan seolah tak tau apapun, "Pa... Ma... Kenapa diem-dieman."

Vanya berubah menjadi ceria, ia tak ingin Olivia melihat kedua orang tuanya dalam beban.

"Sayang sini duduk."

Olivia duduk dengan tenang, ia bisa melihat gurat keduanya yang penuh beban. Vanya segera mengisi piring suaminya dan mengambilkan juga untuk Olivia, perempuan itu memang penuh kasih sayang, bahkan Olivia sempat kagum meski dalam keadaan marah mamanya tetap melakukan tugasnya. Mereka makan dalam hening, tak butuh waktu berjam-jam untuk makanan berpindah pada perut masing-masing.

Psychopath Obsession (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang