006

86 76 148
                                    

Happy reading (⁠・⁠∀⁠・⁠)

°

°

°

Cuma mau bilang chapter ini agak panjang:)
Jangan lupa vote!

Pukul setengah 10 malam, Arran dan Jessya kembali ke rumah setelah bersenang-senang.

Arran memasuki garasi untuk menaruh kendaraannya, sedangkan Jessya sudah lebih dahulu masuk ke dalam rumah.

Setelah memarkirkan kendaraannya, Arran menoleh pada sebuah mobil yang terparkir di halaman depan yang agak jauh dari garasi.

Alisnya berkerut melihat mobil asing tersebut, tanpa pikir panjang Arran langsung bergegas ke dalam rumahnya menyusul Jessya.

"Jessya!!"

Sesampainya di dalam Arran terkejut melihat Jessya yang memaku di ruang tengah tidak bergeming.

Namun, bukan itu yang lebih mengejutkan.

Sorot mata Arran mengarah pada dua orang yang berada di hadapan mereka, seketika rahangnya mengeras ketika mengetahui siapa orang tersebut.

Sudah sangat lama terakhir kali Arran dan Jessya melihat wajah itu, tatapan yang dingin dengan aura serasa mengintimidasi itu masih saja sama dengan yang dulu.

Siapa lagi kalau bukan-

Buakh!!

"Astaga, Kak!"

Taap!!

"Maaf tuan, tapi bukan begini caranya menyambut orang tua anda."

Yeah, kalian tau Arran baru saja hampir melayangkan pukulan terhadap ayahnya. Benar, ayahnya.

Namun, pukulannya berhasil dihalangi oleh seseorang, siapa lagi kalau bukan seorang Cakra Ardiaz, selaku orang kesetiaannya keluarga Fernand.

"Kenapa lo ada di sini!"

Alisnya semakin tertaut, tangannya terkepal sangat kuat, menahan emosi yang meluap pada dirinya. Sorot matanya begitu tajam, bahkan napas dan detak jantungnya menggebu tak karuan.

Itu semua karena sosok ayahnya yang telah lama menghilang lebih dari lima tahun kini kembali datang dengan tiba-tibanya.

"Lama tidak jumpa, kau sudah besar yah." Joshua Fernand, ayah mereka akhirnya angkat bicara.

Arran menghempaskan tangan Cakra, menatap tajam ke arah ayahnya.

"Aku tidak akan kaget atas reaksimu, tapi senang melihamu baik-baik saja, begitu juga dengan Jessya." Ucap Fernand dengan intonasi tenang, ia melirik putrinya itu sambil tersenyum tipis.

Jessya tertegun, di hati kecilnya ada perasaan yang meluap tapi tidak bisa ia sampaikan, mulutnya serasa membisu.

Ia tidak tau apa ini tapi melihat ayahnya datang setelah sekian lama pergi, mengingatkannya pada sebuah kerinduan yang sudah sangat lama terlupakan.

"Putri kecil ayah sudah besar yah."

Deg!

Kalimat itu berhasil membuat mata Jessya menjadi memanas. Jessya meremat ujung kausnya menahan tangis.

"A-ayah—"

"Mau apa ke sini, kalo nggak ada urusan silahkan pergi, gue sama Jessya nggak butuh kehadiran lo sekarang!" Desis Arran penuh dengan penekanan.

Arran "Before The Strom" [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang