"Kali ini siapa lagi?"
Mahendra menghembuskan nafasnya. Tetapi tangannya tetap bergerak merapikan jas hitam yang ia pakai untuk menemui wanita yang ayahnya jodohkan untuknya.
Ia menatap pantulan dirinya di kaca. Mencoba untuk tersenyum tanpa ada kesan terpaksa. Setelah dirasa cukup ia membuka pintu kamarnya. Dan menuruni tangga, tangannya bergerak cepat mengambil handphone dan dompetnya yang ada di atas meja. Baru saja hendak keluar suara sang ayah menghentikannya.
"Kali ini harus berhasil kiddo"
Mahen memutar bola matanya malas. Memakai sepatu pantopel hitamnya.
"Maybe not today dad, aku masih belum mau menikah"
Ayahnya menghela nafas, meraih kunci mobil yang ada di atas meja dan melemparkannya ke arah Mahen.
"Kalau begitu cari pasangan, Mahendra!"
"Ya ya whatever you say dad, aku berangkat!"
Mahen menangkap kunci mobil yang di lemparkan ayahnya dan menutup pintu rumahnya setelah melambaikan tangannya malas.
Ia bersiul melihat kunci mobil yang ayahnya berikan. Ia menatap mobil berpoles warna white paint job dan carbon fiber itu dengan seringaian kecil.
"Buggati veyron vivere, dad i think you're too much about this. Padahal cuma perjodohan"
Mahen membuka pintu mobil mewah itu dengan kekehan. Menatap supir pribadinya yang masih setia berdiri di belakangnya.
"Saya kali ini bakal nyetir sendiri, Pak Warno bisa istirahat. Udah malem juga."
Supir pribadinya mengangguk patuh. Dan berbalik menjauh. Menyisakan Mahen dan mobil mewah itu. Mahen masuk ke dalam mobil itu dan merapikan jasnya. Bersiap siap untuk membelah langit gelap malam ini dengan mobil mewahnya.
***
"So you're Mahendra?"
Perempuan di hadapan Mahen itu membuka pembicaraan lebih dulu. Wajahnya cantik, terlihat lebih muda setidaknya satu atau dua tahun di bawah Mahen. Mahen mengangguk dengan senyum yang sudah ia latih tadi.
"Yup, and you must be Miraya right?"
"Just call me Mira"
Gadis itu mengangguk dengan senyum manisnya. Menjabat tangan Mahen dan ikut mendudukan dirinya di kursi meja makan mereka yang bertema candle dinner.
Mahen bersiul. Ayahnya telah mengatur kencan pertama mereka sedemikian rupa ternyata.
"Alright Mahen, gue gamau basa basi, tolak aja perjodohannya"
Mahen membeku di tempatnya. Lalu tersenyum lebar. Ternyata perempuan di depannya ini juga tidak setuju dengan perjodohan konyol yang di usulkan kedua orang tua mereka.
"Gue juga berencana gitu, tapi bukanya terlalu buru buru? Setidaknya makan aja dulu"
Mira tertawa kecil. Mengangguk setuju. Hitung hitung mengisi perutnya. Tangannya bergerak mengambil pisau dan garpu yang di sediakan di samping piring steak mereka.
"So Mahen, kenapa lo bisa di jodohin gini?"
Mahendra mengunyah steaknya pelan. Menelan daging lembut itu dan menjawab pertanyaan dari Mira.
"Alasannya classic, gue ga punya pacar sampe sekarang. Kalo lo?"
Mira tertawa mendengar alasan Mahen di jodohkan. Ternyata karena ia masih lajang.
"Because i'm a lesbian. Gue punya pacar cewe, dan orang tua gue ga setuju"
Mahen mengangguk paham. Kembali memakan steaknya. Cukup terkejut dengan fakta bahwa calon yang ayahnya kenalkan adalah seorang lesbian.
![](https://img.wattpad.com/cover/323384941-288-k219216.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly we're married.
Fanfiction"Hey, nikah yuk?" Mahendra yang sudah lelah selalu di jodohkan dengan orang-orang pilihan orang tuanya, akhirnya memutuskan untuk mengajak orang asing yang ia temui di cafe untuk Menikah.