10 : Confession

11 1 0
                                    

Kamu bilang kaki kamu sakit semua sepulang dari Singapura. Ya iyalah, kamu pasti jalan lebih dari 20.000 langkah sehari di sana. Nggak ada ojek, kamu pasti terpaksa jalan kaki ke mana-mana. Kasihan, siapa suruh liburan nggak ajak aku. Hehe.

Kamu bilang oleh-oleh buat aku udah ada di apartemen kamu, dan kamu mau paketin ke tempat aku karena kamu gak sempat dan gak ada tenaga buat keluar-keluar. Aku nggak mau. Harusnya kamu sadar, kalo kipas angin bikin angin, kamu itu bikin angen. Hehe. Jadi aku maunya ambil oleh-oleh sambil ketemu kamu. Enak aja dipaketin.

Waktu aku minta biar aku aja yang ke apartemen kamu, kamu mengiyakan. Jadi aku langsung siap-siap meluncur. Aku deg-degan, selain karena akhirnya ketemu kamu setelah hampir dua minggu, ini akan jadi kali pertama aku ke apartemen kamu. Jujur di kepalaku udah ada beberapa skenario, mulai dari skenario PG-13 sampai... Oke, nggak akan aku sebut karena aku takut kebayang-bayang. Pokoknya, gitu deh.

Kamu masih keliatan cantik banget walau cuma pakai kaus pendek dan celana piyama gambar bebek pas aku sampai. Rambut kamu dikucir setengah, menyisakan beberapa helaian rambut yang jatuh tepat di pundak kamu. Kamu nggak pakai makeup, tapi justru itu yang bikin muka kamu kelihatan fresh banget. Pipi kamu kemerahan kayak buah peach baru matang. Yang bikin aku gemas, kamu pakai kacamata, yang baru pertama kali aku lihat.

"Kamu mau ambil aja atau mau mampir dulu?"

Kok gitu sih? Emang kamu nggak mau aku mampir dulu?!

"Ya kalau kamu sibuk saya langsung pulang aja nggak apa-apa, sih..."jawabku sambil menggaruk tengkukku yang nggak gatal ini.

Kamu ketawa denger jawaban aku. "Aku bercanda, Bri. Kok mukanya langsung sedih kayak kucing diusir gitu, sih? Sini-sini. Maaf ya tapi apartemen aku berantakan."

Ah, klise banget kamu tuh. Kalau segini berantakan, apa kabarnya kosanku waktu kuliah? Mungkin kamu bakal freak out kalau lihat. Kandang ayam juga kalah berantakannya.

Aku lihat apartemen kamu cukup luas meski modelnya studio. Begitu buka pintu, aku langsung bisa lihat tempat tidur kamu yang dibungkus sprei warna dusty pink. Sarung bantal kamu berwarna senada, dihiasi lace dari katun bermotif bunga-bunga kecil. Sungguh menggambarkan kepribadian kamu yang kawaii itu. Lalu ada sofa warna krem yang menghadap ke arah televisi. Mungkin itu tempat kamu sering goler-goleran sambil nonton drama Korea kesukaan kamu.

Kamu mempersilakan aku duduk di sofa itu, lalu kamu suruh aku tunggu sembari kamu menyiapkan oleh-oleh. Sebanyak apa sih, yang kamu bawa, sampai kamu harus siapin dulu...? Hahaha.

Duduk di sofa membuat aku mau gak mau jadi merhatiin rak televisi kamu. Di sana ada beberapa frame foto yang kamu tutup ke bawah. Terus ada juga bekas tempelan double tape yang masih tertinggal di sana. Hmmm... Kayaknya aku bisa tebak itu foto apa...

Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada, tanpa sadar aku menghela nafas panjang. Dan kamu cukup peka untuk dengar suara aku itu.

"Kenapa, Briii? Lapar, ya? Mau aku buatin spageti?"tanya kamu yang masih sibuk dengan kresek-kresek belanjaan Singapura kamu.

"Eh, nggak, La. Kok kamu nebaknya saya laper, sih?"

"Abis kayak berat gitu nafasnya. Kayak cape banget, terus ini kan pas banget jam makan siang jadi aku pikir kamu mungkin lapar."

Kamu datang ke aku bawa satu paperbag besar yang terlihat penuh. Pas aku buka, isinya bener-bener berbagai macam snack impor yang nggak ada di sini. Coklat, crackers, mi instan... Kamu ini bawain aku oleh-oleh tapi macem ngasih sembako aja, banyak banget. Padahal liat kamu setelah sekian lama nggak liat aja udah bisa jadi oleh-oleh buat aku.

"This a LOT, you know?"

Kamu cuma cengengesan. "Gak tau, selama di sana kayak... Setiap aku liat makanan, aku keingetan kamu aja. Aku ambil-ambil aja, thinking you'd like it, dan tau-tau udah segitu banyak."

Aduh, Kayla. Kamu tuh kayak wrecking ball aja. Menghancurkan pertahananku dengan serangan yang... Gak sering, sih. Tapi sekalinya dateng, damage-nya parah banget aja gitu. Kayak dari ucapan kamu, aku bisa nangkep kalo kamu selama di Singapura tetap kepikiran aku (jadi enak, hehe). Terus kamu inget aku setiap liat makanan (I don't know if it's a good thing...). Terus kamu beneran beliin sebanyak itu dan bawain untuk aku padahal kamu ngeluh kalo bagasi kamu nggak bisa banyak-banyak. Like... Perhatian dari kamu ini bener-bener bikin aku merasa hangat.

Tiba-tiba aja, aku merasa ada this urge dari dalam diri aku untuk nanyain sesuatu ke kamu.

"La, what if... I have some feelings for you? I know this isn't the right time for you. Tapi... I don't think it's right for me to receive everything, tanpa kasih tau kamu apa yang sebenernya saya rasain ke kamu. Like, you might think I'm just a friend to you, but I..."

Dan tiba-tiba lagi, aku udah pegang tangan kamuerat dan cium bibir kamu.

***

Kita maklumin gak niii keimpulsifannya Briaaan?

Pukul 4 PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang