Shanette melihat menampilannya, mulutnya berdecak kagum. Wajahnya tampak berkali-kali lipat lebih cantik. Rambut coklat yang gulung dengan hiasan rambut yang cantik. Gaun merah muda yang dipakainya tampak kontras dengan kulit putih kecoklatannya.
"Nona, Alpha sudah menunggu."
Shanette mengangguk, sebenarnya ia juga tak tau akan di bawa kemana. Ia hanya ikut saja, asalkan tidak di bawa mati bukan?
Begitu keluar dari kamar tersebut, mata hazel itu tak bisa menghilangkan binar matanya. Ia berdecak kagum, melihat dekorasi Castle ini. Seperti yang ia lihat di film kerajaan, hanya saja castle ini domina dengan abu-abu. Terdapat banyak barang antik berlapiskan emas. Bahkan setiap sudut dinding terdapat sebuah permata berkilau. Saat ini ia belum melihat keseluruhannya. Bagaimana jika seluruh Castle sudah di jelajahi. Shanette yakin, jika ia bisa membawa semua ini ke dunianya, pasti ia jadi orang terkaya.
"Sebelah sini nona." Maid pirang menunjukkan sebuah pintu besar, sangat, sangat besar. Perlahan pintu itu terbuka, menampilkan sebuah meja makan berlapis emas yang berpuluh meter panjangnya.
"Nona?"
Shanette tersadar, ia tersenyum tipis. Kemudian melangkah masuk. Bulu kuduk nya langsung meremang, merasakan hawa kegelapan yang menguar. Matanya menangkap silent pria tadi. Ia duduk, dengan mengangkat satu kakinya, menyandarkan kepalanya pada kursi. Tatapan matanya menusuk, rahangnya mengetat, dengan alis tebal yang sedikit berpaut. Shanette yakin, itu ekpresi kesal yang ketara.
Ia berdecih, bangkit. Berjalan mendekat, membuat kedua maid di belakang Shanette gemetar hebat.
"Bukankah aku sudah bilang- ia menggantung ucapannya dengan nada rendah. Membuat pasokan udara di sekitar mereka seakan terkikis.
"Maafkan kamu tuan. Kami minta maaf!!" Ucap keduanya panik. Mereka bersimpuh di depan Alaric, memohon ampunan.
Shanette yang melihat itu sedikit iba, mulutnya sudah terbuka ingin berbicara. Namun tertahan, saat melihat Alaric menendang kedua maid itu menjauh.
"Cabuk mereka." Shanette membekap mulutnya. Kedua maid itu, langsung di bawa dua prajurit. Mereka berteriak meminta ampun. Namun pria di hadapan Shanette ini tetap datar, tak peduli.
Manik abunya menatap Shanette tajam, "kau akan diam saja di situ?"
Badan Shanette tersentak, kemudian bergerak mengikuti Alaric. Ia mencari tempat duduk yang cukup dari pria dingin itu. Alaric juga tak masalah, ia dengan tenang memakan hidangan di hadapannya.
Sementara Shanette, ia terus memghela, menenangkan pacuan jantungnya. Untuk mengiris sepotong daging saja tak sanggup. Tangannya bergetar hebat.
**
Shanette menelan ludahnya susah payah. Rasanya pasokan udara sekitarnya mengikis, aura menyesakkan itu mengimitidasi dirinya. Berada dalam satu ruangan dengan orang asing, yang kejam, bukankah membuatnu sangat tak nyaman?
Shanette hanya bisa diam, duduk di bibir kasur. Sedangkan, pria itu terbaring sambil menatap langit-langit. Menjadikan lengannya sebagai bantalan. Ia hanya diam, tapi auranya mencekam.
"He-hey,"
Pria itu tak menjawab, dengan takut-takut, gadis itu melanjutkan ucapannya, "bo-leh a-aku bertanya?"
Ia berdecih, Shanette sampai tersentak sedikit hanya karena itu. Tenang, tenang. Bagaimana pun, kau harus tau, mengapa kau ada di sini, blackpack?
"Sebenarnya di-dimana ini?"
"Packku,"
"Ap-apa kau werewolf?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙼𝚊𝚝𝚎 𝙾𝚏 𝙳𝚎𝚖𝚘𝚗 𝙰𝚕𝚙𝚑𝚊
Fantasy"Tolong jangan makan aku!" Gadis itu meringkuk ketakutan. Seekor serigala besar, bersurai hitam mendekat kearahnya. Dengan lidah yang keluar, membasuh mulutnya. Seakan tak sabar untuk melahap gadis di hadapannya. Shanette, semakin mundur, hingga pu...