Satya? Siapa Satya? Batin Mahika. Selama ini, ia memang memiliki teman bernama Satya yang merupakan tetangga kelas di sekolahnya. Namun, pemuda bernama Satya di hadapannya ini cukup asing. Dengan kacamata bulat, serta tatanan rambut yang klimis menambah kesan cupu di mata Mahika.
Mahika pun menggeleng jujur. "Tidak, sepertinya aku baru pernah bertemu kamu sekarang." terang Mahika seraya terus mengingat.
Hanya senyuman tipis sebagai respon. "Begitu, ya. Saya pikir kamu ingat saya, Ika." tutur Satya.
Mahika terkejut sesaat kala Satya memanggil nama 'Ika', nama panggilan hanya untuk orang tertentu saja yang tahu. Kemudian, gadis berkulit sawo matang itu berdiri. Menatap Satya dengan tatapan intimidasi. Jika Satya memanggilnya dengan sebutan Ika, berarti pemuda itu cukup dekat dengannya.
"Siapa nama ayah kamu?" Mahika sontak bertanya. Membuat Satya terbelalak seketika.
"Ahh, ayah saya Ju-juna..." cicit Satya. Bahkan suaranya hampir tidak terdengar.
Kening Mahika mengerut. "Siapa? Aku tidak dengar, suara kamu terlalu kecil."
"Ju-juna..."
Mahika gemas. Ia lantas meraih kedua bahu Satya. "Aku tanya, siapa nama ayah kamu?" ulangnya masih sabar.
"Juna Ma-mahendra..." Satya menjawab dengan volume suara yang lebih tinggi.
Dua netra coklat milik Mahika membola juga mulutnya yang sedikit terbuka. Ia kaget, bahkan sampai tidak sadar bahwa ayahnya yang berdiri disampingnya pun kaget.
"Jangan bilang nama kamu Satya Mahendra?" tukas Mahika menebak. Ia yakin sekali.
Satya mengangguk. Lantas sebuah senyuman terlukis diwajah polosnya. "Iya, Ika. Saya Satya, teman sekolah dasar kamu dulu." ungkap Satya.
Tanpa aba-aba, Mahika langsung memeluk Satya erat. Rasa rindu yang selama ini ia tampung, berhasil dicurahkan. Satya adalah teman masa kecilnya dari sekolah dasar. Mereka berdua berpisah saat Satya tiba-tiba pergi ke luar kota bersama keluarganya tanpa pamit saat menginjak kelas 3.
Waktu itu, Mahika menangis. Bocah berumur delapan tahun itu meminta untuk menyusul Satya. Djanoko dan Sasmita sempat kewalahan, apalagi Mahika masih belum memiliki banyak teman. Terlebih, Satya dan Mahika adalah tetangga.
"Sudah berapa tahun aku tidak melihat kamu, Satya? Itu lama sekali." ungkap Mahika di sela pelukan.
Satya menepuk punggung kecil Mahika. Ia pun rindu gadis itu sejujurnya. Dan saat kembali bertemu, gadis yang di rindukannya sudah dewasa. Lebih cantik dari yang Satya bayangkan.
"Sekarang, kamu dan aku sudah delapan belas tahun. Berarti, sepuluh tahun yang lalu." jelas Satya.
Mahika melepas pelukannya. Rasa rindu yang sudah terobati, membuat hatinya jauh lebih ringan. Mahika menoleh, ia baru ingat jika di sebelahnya masih ada Djanoko, ayahnya.
"Hehe, maaf ya, Bapak. Ika rindu Satya soalnya." cengiran tidak berdosa sebagai akhiran.
Djanoko geleng kepala. "Aduh, dasar anak muda."
Mahika tiba-tiba merangkul Satya, membuat pemuda kacamata itu tersentak sesaat. "Satya, ayo ke rumahku!" ajaknya girang.
"Eh?"
"Ibu pasti kaget melihat kamu yang sekarang."
***
Mei, 1988
"Ika!! Ayo main sama Satya!"
Bunyi grasak-grusuk terdengar jelas. Diikuti suara pintu terbuka, menampilkan seorang gadis berkulit sawo matang dengan rambut kepangannya. Gadis kecil itu membawa sebuah jaring kecil dengan plastik ditangan kanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahika, zie je weer!
FanfictionMahika Bestari, gadis desa yang merantau di kota. Mengharap pendidikan tinggi diperolehnya suatu saat untuk membangun harapan tinggi keluarga. Berasal dari keluarga sederhana, tidak membuatnya putus asa. Suatu hari, entah sebuah kesialan atau tidak...