Dua bulan berlalu dengan cepat. Kini, Mahika tengah membereskan barang yang akan dibawa saat ia pulang nanti.
Benar, Mahika menempati sebuah rumah yang biasa disebut kost. Sebulan sekali, Mahika pulang ke kampung walaupun hanya dua hari dirumah. Terkadang lebih lama jika ada libur.
Mahika melirik jam dinding. Sudah pukul tiga sore, yang artinya ia harus bergegas ke halte sebelum pukul empat. Mahika takut tertinggal bus, apalagi jaman ini transportasi masih sulit dan jarang.
Pukul empat lebih, bus yang akan Mahika tumpangi berada didepannya. Selamat, ia datang lebih cepat sebelum bus datang. Mahika pun bergegas mengambil barang-barangnya dan masuk ke dalam bus.
Bus melaju dengan pelan, melesat ke tengah jalan Kota Semarang. Petang yang indah, dengan bulatan mentari jingga di bagian barat sebelum tenggelam.
Mahika menikmati perjalanannya.
"¹De zon is echt prachtig vanmiddag."
***
Djanoko menikmati kopi hitam sembari mendengarkan radio jadulnya diteras rumah. Ia menunggu gadis kecilnya yang hari ini katanya pulang.
"Ika kok belum pulang, ya. Bapak khawatir." ucap Djanoko saat Sasmita meletakan kue dan duduk di kursi sebelah.
"Nggak usah khawatir, Pak. Ika sama Djoko, aman." balas Sasmita berusaha membuat suaminya tenang.
Djanoko mengangguk. Namun, tetap saja khawatir. Ini sudah malam, dan Mahika tidak kunjung datang. Djanoko takut terjadi sesuatu pada putri dan adik kandungnya itu.
"Bapak! Ibu! Ika pulang!"
Djanoko tersentak. Ia langsung berdiri kala mendengar suara yang dikenal. Itu Mahika, putri kecilnya sudah dewasa.
Mahika memeluk sang ayah. "Bapak, Ika rindu Bapak!" serunya disela pelukan.
"Bapak juga, Nduk." jawab Djanoko dan mencium kening sang anak.
Beralih, kini Mahika memeluk sang Ibu. Wanita paruh baya itu pun tersenyum. "Ibu rindu Ika. Kenapa baru pulang sekarang, Nduk?" tanya Sasmita dan mencium kedua pipi Mahika.
Mahika menghela nafasnya. Jelas sekali ia lelah, perjalanan yang memakan beberapa jam itu membuatnya ingin tidur lebih cepat.
"Tugas Ika akhir akhir ini banyak sekali, Bu. Dan banyak juga kegiatan di sekolah. Maaf ya, Ika baru sempat pulang" tutur Mahika menjelaskan.
"Tidak apa-apa, Bapak sama Ibu hanya khawatir. Ayo masuk, kita makan bersama." ajak Djanoko diangguki semuanya.
***
Bruk!
Mahika membanting tubuhnya di kasur. Ia lelah sekali, rasanya tulang belulang yang ada ditubuhnya nyaris rontok. Rumah memang segalanya, batin Mahika.
Berguling ke kanan lalu ke kiri, merasa sangat nyaman dengan kegiatannya saat ini. Hingga, sebuah kertas dimeja belajarnya menarik perhatian.
Mahika beranjak dari kasur dan mengambil kertas itu. Bau bunga mawar yang pertama kali ia cium dari kertas. Di lanjut stempel aneh berada di ujung lipatan.
Penasaran, ia pun membukanya.
Juli 1998, laten we elkaar ontmoeten, ik wil je meer leren kennen.
—Theo
"Lho? Bertemu siapa maksudnya?" gumam Mahika bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahika, zie je weer!
FanficMahika Bestari, gadis desa yang merantau di kota. Mengharap pendidikan tinggi diperolehnya suatu saat untuk membangun harapan tinggi keluarga. Berasal dari keluarga sederhana, tidak membuatnya putus asa. Suatu hari, entah sebuah kesialan atau tidak...