03 : Karunia

8 2 0
                                    

"Ika! Ada surat untukmu!"

Mahika yang tengah membaca, sontak terperanjak saat sang ibu berteriak di halaman rumah. Lantas, gadis Jawa itu berjalan menuju Sasmita sembari menenteng buku di tangan kirinya.

"Surat dari siapa, Bu?" tanya Mahika.

Sasmita mengulurkan amplop coklat, dan berkata. "Buka saja kalau ingin tahu."

Mahika pun menerima amplop coklat berisi surat. Ia membolak-balikan guna mengetahui dari siapa surat itu berasal. Tebakannya benar. Surat dari Theo.

Seminggu balasan surat yang Mahika terima baru datang. Menaruh buku di meja, Mahika lantas membuka amplop coklat seraya menerka isi dari surat tersebut.

Hal pertama yang ia dapat setelah membuka amplop adalah sebuah kertas berisi tulisan latin dengan tinta biru. Mahika pun mencoba membacanya.

Tuhan telah memberi segala karunia kepada hamba-Nya.
Begitu juga aku, kamu ada
adalah karunia terbaik yang aku terima.

Lalu, dilanjut membuka lipatan kertas berikutnya. Dugaan mengarah jika itu surat yang dimaksud Mahika.

September 1998,
Terimakasih atas balasan suratmu, aku telah menunggu balasan dari kamu selama dua bulan.
Bulan oktober, tanggal 23 aku akan berkunjung kembali ke desa. Aku berharap kamu masih dirumah dan belum pergi ke kota.
Mengenai bagaimana aku mengenal kamu, akan aku ceritakan nanti saat kita bertemu.
Tunggulah aku, Mahika.

—Theo

Mahika diam mematung setelah membaca seluruh isi surat. Beberapa kali ia berkedip, seolah tengah mencerna semua kejadian yang dialami. Mahika kembali menatap dua kertas yang sama namun beda isi.

Apa ini? Kenapa tulisannya sungguh indah? Apalagi dalam pemilihan kata-katanya yang membuat orang merasa bahwa ia dicintai. Astaga! Sadar Mahika! Kamu bahkan belum bertemu siapa Theo itu! Pikir Mahika berusaha menyadarkan diri.

"Wah, aku hampir jatuh cinta pada kamu, kalau tidak segera sadar bahwa kita belum pernah bertemu." ucap Mahika disertai gelengan kepala.

Selepas membaca, Mahika kembali memasukkan dua kertas itu ke dalam amplop. Ia berniat menyimpan, dan akan membalasnya lagi nanti.

Bulan Oktober tidak lama terhitung hari ini.

***

"ASTAGA! KENAPA KALIAN MERUSAK TANAMANKU?!" pekik Mahika kala anak-anak bermain di kebun yang mereka kira itu taman bermain.

"Aduh, habis sudah bungaku.." Mahika meneliti semua bunga yang ia tanam. Dan rusak semua diinjak oleh anak-anak. Dalam hati, Mahika merutukinya.

"Lain kali, jangan bermain di lahan orang. Kalian harus bertanya dulu sebelum bermain." saran Mahika tersirat nada kesal.

"Kami minta maaf, Kak!" seru seluruh anak yang bahkan tidak berani menatap Mahika.

"Pulang sana, sudah mau maghrib."

Anak kecil yang terdiri dari tujuh anak itu berlari menuju rumah masing-masing. Mahika pula kembali menatap satu persatu bunga yang hancur diinjak, dicabut dari akar dan parahnya lagi mereka memetiknya sembarang.

Mulai dari bunga seruni, mawar, anggrek hingga bunga aster habis diinjak dan menyatu dengan tanah. Jika bukan anak kecil, mungkin Mahika sudah memakinya habis-habisan.

Mahika, zie je weer!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang