3

2.9K 348 30
                                    

Brakk

Blam

Sepasang kaki berjalan sangat cepat menuju sebuah kamar tidur setelah menghempaskan pintu kondominium itu dengan kuat. Matanya tampak marah bercampur khawatir. Bibirnya terkatup rapat dengan rahang yang mengeras. Tangannya baru saja akan mencapai knop pintu sebuah kamar tidur ketika pintu itu terbuka dan menampilkan seseorang yang ia cari.

"Fort-"

"Kenapa kau tak menelponku?! " suaranya ia lantangkan tepat didepan wajah Peat. Alisnya menukik tajam dengan tangan yang sudah berkacak pinggang. Dia sudah menunggu kabar dari pria kecil didepannya ini selama 2 jam. Pikirannya terus tersita mencemaskan keadaannya. Bahkan makan malamnya bersama Sanan saja tak terasa lezat. Ia berencana ingin menikmati tubuh kekasihnya malam ini, tapi otaknya tetap saja terisi oleh Peat.

"Maaf, aku ketiduran" Peat mengusap wajahnya untuk sedikit menyadarkannya. Ia tertidur cukup pulas. Membuat tubuhnya terasa lebih ringan dibanding sebelumnya. Jika saja ia tak mendengar bunyi bantingan pintu, mungkin ia akan bangun besok pagi.

-----

"Hah.. " aku benar benar tak habis pikir dengannya. Apa dia tak melihat bagaimana keadaanku saat kesini? Aku yakin aku cukup menyeramkan, pasalnya selama perjalanan kesini, semua orang yang mengenalku terus berkata aku terlihat menyeramkan. Lihatlah ini. Bisa bisanya dia kembali kedalam kamar dan tidur lagi.

"Kenapa jam segini kau sudah pulang? Tidak biasanya" Peat menyampingkan tubuhnya dan memeluk sebuah guling. Tubuhnya masih minta tidur sepertinya.

"Menurutmu? " aku masih berdiri diposisiku dan menatap tajam kearahnya. Berharap bocah itu pahan bagaimana perasaanku sekarang. Aku itu sungguh khawatir! Oh god!

Aku melihatnya hanya mengendikkan bahu. Sial! Benar benar tidak peka.

"Yasudah. Aku pergi" aku membawa kakiku menjauh dari Peat. Aku kesal. Perhatianku sia sia saja rupanya.

"Jangan lupa beli kondommu! Aku tak mau memiliki seorang ponakan dalam waktu dekat! "

Blam

Aku lagi lagi membanting pintu  kondominium milik Peat. Namun kali ini karena aku kesal, bukan khawatir lagi. Dan lihatlah ucapannya, dia menyuruhku apa? Membeli kondom? Asal dia tau saja, gara gara dia hari ini aku tak bisa memenuhi permintaan adik kecilku! Padahal dia sudah lama tidak dimanjakan!

Ah! Sial!

Aku kemudian berjalan menuju kamarku yang hanya berjarak satu kamar dengannya. Lebih baik aku pulang dan tidur sekarang.

-----

Kali ini disebuah restoran cepat saji, Fort, Peat dan Noeul berkumpul. Mereka membuat janji sekedar untuk refreshing dari ujian yang bertubi tubi menyerang mereka dua minggu belakangan ini.

Peat dengan nafsu makan besarnya terlihat memesan ayam hingga 5 pcs tanpa dilengkapi karbohidrat. Begitu juga dengan eskrim sebanyak 2 cup. Rasa cintanya akan makanan manis sangat tinggi sampai sampai ia menghiraukan keluhan Fort yang mencegahnya membeli sebanyak ini.

Satu persatu bagian ayam kini mulai lenyap. Es krim pun yang dipesan oleh Peat pun hanya tinggal setengah cup. Tangannya mulai berminyak karena memegang makanan.

"Ini" Peat memberikan dua dada ayam yang tampak padat kepiring Fort. Peat menunjukkan senyum lebarnya kearah Fort yang melongo melihat dua dada ayam tanpa kulit bersarang dipiringnya.

"Bersyukurlah karena aku sudah kenyang. Jarang jarang aku mau berbagi"

Fort tertegun melihat senyum lebar Peat yang terlihat seperti bangga karena mau berbagi makanannya dengan Fort. Bukan karena ia terkejut mendapat makanan dari Peat. Tunggu, disatu sisi itu memang cukup mengejutkan. Tapi Fort lebih tertegun melihat senyum lebar Peat. Ia terkesima. Membuatnya tak dapat mengalihkan pandangannya tanpa berkedip.

JINX - FORTPEAT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang