EPILOG 3

1.4K 151 23
                                    

Tak

Tak

Tak

Hentakan sepatu berdengung keras di ruang fitting baju pengantin. Dengan tangan terlipat didepan dada, Peat meniup poninya yang menggantung cukup kuat. Matanya kemudian menatap tajam kearah Fort yang masih terlihat bercengkerama dengan pegawai wanita didepan ruangan.

Dengan wajah yang terlihat tak sabar, Peat masih menanti sang kekasih tepat disebelah pintu keluar. Lima belas menit lagi mereka harus mengunjungi WO untuk menanyakan persiapan makanan, sedangkan jika mereka berkendara dari sekarang setidaknya akan memakan waktu 35 menit.

Damn it!

Hati Peat semakin bergejolak ketika melihat pegawai perempuan itu mulai menyentuh lengan kekasihnya. Dengan mata terpejam Peat menghirup napas sangat dalam dan menghembuskannya secara perlahan dan kuat.

"Satu" Suara Peat keluar bersamaan dengan matanya yang terbuka.

"Dua" Dengan gigi yang terkatup rapat Peat melanjutknan hitungannya.

"Tiga"

Fuck you Fort!

Cklek

BLAM

Peat melangkah keluar ruangan dengan amarah yang besar. Wajahnya memerah dan air mata sudah menggenang dipelupuk mata. Dengan sigap tangannya menyeka kedua matanya, tak mau terlihat lemah.

Kaki panjang yang dibalut celana jeans abu abu itu melangkah menuruni anak tangga untuk mencapai halaman luas dari gedung wedding boutique. Sedikit berlari ketika matanya melihat sebuah taksi kosong berhenti tepat didepan pagar masuk.

Srett

BLAM

Buk

"Jalan pak"

-----

Drrtt

Drrtt

Ponsel keluaran terbaru itu tampak menyala dan memperlihatkan panggilan keluar dari seseorang dengan angka yang hampir menyentuh 70. Pria kecil yang duduk diatas kursi kayu itu hanya melirik kearah ponselnya yang tak berhenti berdering sedari tadi.

Bugh

Bugh

Bugh

Gedoran pada pintu apartemen terdengar semakin kuat. Namun pria kecil yang berada tak jauh dari pintu itu hanya menatap datar pada pintu yang tampak bergetar. Tak ada niatan sama sekali untuk membukanya.

"Peat, dengarkan aku. Buka pintunya sebentar Baby" Suara sayup dari arah luar kamar apartemen cukup terdengar jelas ditelinga Peat. Fort terdengar begitu iba dan putus asa.

Namun Peat tak tahu kenapa akhir akhir ini ia menjadi orang yang egois terhadap pasangannya. Sejak ia memutuskan kembali sepenuhnya ke Thailand, Peat selalu merasa was was.

Dua minggu sudah ia menetap di Thailand. Ia hanya beraktivitas seadanya dikamar apartemen yang Fort belikan untuknya. Rasa bosan sering kali melandanya, hingga Peat sesekali mengunjungi kantor kekasihnya sekedar untuk mengantarkan makanan atau mengganggunya bekerja.

Namun Peat tak menyangka jika perubahan yang sangat signifikan terjadi. Dulu saat pertama kali ia menginjakan kakinya diperusahaan itu, tak seorang pun yang berani menatap bahkan mereka cenderung menghindari Fort. Tapi saat ini semua berubah, cara pandang dan tutur kata mereka berganti menjadi memuja.

JINX - FORTPEAT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang