☔Hal.11 : Janji

104 15 1
                                    


☔☔☔

Telah tiba hari dimana Harsa akan bertanding bersama tim sekolahnya. Selama berminggu-minggu mereka sudah melakukan banyak persiapan dan sekarang siap untuk bermain dengan semaksimal mungkin. Raih kemenangan itu tujuan mereka.

Riuh penonton memenuhi arena pertandingan. Penonton dari dua tim sudah siap untuk mendukung jagoan mereka.

Tak terkecuali sekumpulan penonton yang berasal dari SMA Bima Sakti. Mereka datang dengan semangat untuk memberi dukungan kepada teman-teman yang akan bermain. Bahkan belum dimulai pun mereka sudah begitu heboh.

Sedangkan diruang ganti, para pemain tengah bersiap-siap. Salah satu pemain yang di jersey nya tertuliskan angka 09 tampak fokus dengan hpnya—itu Haris.

"Ris, ngapain lo?"

Salah satu temannya menghampiri.

Haris mendongak sejenak lalu menggeleng, "Nggak, lagi hubungin anak-anak di tribun"

"Ooh...mau nanya soal Juna?"

Haris mengangguk.

"Tadi sih gue ngintip dikit liat temen-temen yang dateng, tapi Juna gak ada di tribun. Belum sampai kayaknya"ucap temannya itu.

Iya, Haris tengah mencoba menghubungi Juna. Anak itu kemarin sudah berjanji kan kalau dia akan datang untuk mendukungnya.

Tapi di 10 menit lagi menuju pertandingan dimulai, kenapa Juna belum datang?

Apa ada kendala?

Harusnya Haris jemput dulu tadi, agar dia tidak khawatir seperti sekarang.

"Ayo semuanya kumpul! coach mau kasih arahan"

Seruan itu mengharuskan Haris mau tak mau menyimpan hpnya. Juna masih belum membalas pesan dan telfonnya.

Dia khawatir, takut jika Juna mengalami suatu hal dijalan ataukah lainnya.

☔☔☔

Di sebuah kamar tampak seorang pemuda yang kelihatannya sedikit kacau. Barang-barang di kamarnya ada yang berserakan jatuh dari tempatnya, tak jauh dari tempatnya duduk pun di samping kasur ada pil-pil obat yang bertaburan.

"Sshh bangsat! jangan kumat dulu" orang itu yang tak lain adalah Juna.

Pemuda itu tampak memukul kepalanya sendiri beberapa kali sambil meremat rambutnya.

Rasa sakit itu kembali menderanya beberapa saat yang lalu di saat ia sudah siap akan ke sekolah untuk menonton pertandingan basket di sana.

Apalagi ada orang yang pastinya sudah menunggu kehadirannya di sana.

"Udah dulu dong anjir keluarnya! gak ada abis-abisnya ini darah" Juna menyeka darah yang mengalir dari hidungnya dengan punggung tangan.

Sudah seperti kebiasaan tiap hari yang wajib terjadi pada dirinya, mimisan.

Tangannya yang bersih mengambil tisu di atas meja lalu membersihkan sisa darah yang masih ada di sekitar wajahnya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PLUVIOPHILE | [Harukyu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang