Chapter 1

161 1 0
                                    

“Ayano! Marry me, please!” ungkap seseorang di tengah keramaian mall. Dia berlutut, membuka sebuah kotak berisi cincin berlian. Matanya berkilau, menatap sang wanita idaman dengan harapan besar. Dia tak peduli dengan keadaan yang mencolok dan membuat tak nyaman. Dia hanya ingin terlihat keren, di dalam kenangan terindah yang akan merubah hidup mereka.
 
“Farel! Lo serius? Keputusan segede ini, harusnya lo diskusiin dulu sama gue!” Thania sahabatnya, merasa tak terima. Kaki menghentak kasar. Dengan cepat dia memaksa Farel berdiri.
 
Sementara Ayano, wanita yang tengah dilamar justru hanya mematung di tempat. Tak menyangka atas apa yang terjadi.

Berbeda dengan wanita lain yang berbunga-bunga di posisi itu, Ayano justru memalingkan wajah, merasa risih dengan kelakuan pacarnya. Dia ingin ke kamar mandi saat ini juga. Memuntahkan isi perutnya karena mual.  
 
“Yakin, lah! Apa yang bikin gue ragu? Dia mandiri, lembut, pengertian, gak pernah marah ataupun cemburu. Wanita kayak gitu cuma satu banding seribu,” jelas Farel. Dia dengan inisiatif mengambil jemari Ayano untuk menautkan cincinnya.
 
“Sorry, tapi aku gak bisa.” Ayano segera menepis cincin itu. Kemudian melangkah mundur. Agak kaget juga melihat Farel nekat mengambil jemarinya tanpa menunggu persetujuan.
 
Dengan bingung, Farel pun bangkit dan menatap mata Ayano. “Kenapa?” Dia mencoba menggapai tangan kekasihnya lagi.  
 
“Kenapa aku harus nikah sama kamu?” Ayano balik bertanya.
 
“Because ... I wanna spend the rest of my life, with you!”
 
“Well. I dont ...,” jawab Ayano. “Kita selesai di sini aja.”
 
Farel menarik tangan Ayano saat wanita itu berbalik. Dia menahannya dengan mata berkaca-kaca. Semua perasaan campur aduk di dadanya. “Kenapa ... kamu tiba-tiba kayak begini? Bukannya setahun ini hubungan kita baik-baik aja?” tanyanya.
 
“Ck, Farel! Udah, please. Malu diliatin banyak orang.” Thania menahan sahabatnya agar tak lebih mempermalukan diri. Namun Farel tetap bersikeras, bahkan mengabaikannya dan memilih untuk berlutut di depan Ayano. Membuat Thania kesal karena tak dihargai.
 
Hening. Ayano bingung darimana mulai menjelaskannya. Ada banyak hal mengganjal yang ingin sekali dia ungkapkan sejak lama. Namun Ayano tak suka menjadi tontonan gratis. Thania benar, Farel harus berhenti sekarang juga.  
 
“Karena semua baik-baik saja, bukannya itu berarti gak ada yang spesial di antara kita? Lo tak nerima kata tidak, jadi gue gak pernah menyanggah. Lo cari wanita penurut dan gue kebetulan jenis yang malas ribut. Bukan berarti gue setuju sama tindakan lo, gue cuma gak peduli. Gue berharap urusan kita cepat selesai.” Dia menarik napas. Bibir tebal yang tak pernah berucap panjang lebar itu terlihat lelah. “Tapi, bukannya keterlaluan ya kalau mutusin pernikahan secara sepihak?” tanyanya. “Apa orang  Indonesia emang kayak ini? Jujurly gue kaget.” Ayano sengaja memperkasar bahasanya agar Farel menyerah. Namun semua itu tidak berpengaruh.
 
Farel malah jadi tersadar. “Ah, enggga, bukan gitu. Aku cuma tau kamu cinta mati sama aku dan gak mungkin nolak,” ucapnya percaya diri.
 
“Apa?”
 
“Oke, oke, aku minta maaf. Ayo kita bahas bersama. Urusan gedung, pelaminan, aku janji bakal ikuti kamu. Tapi, please, jangan bilang kamu akan tinggalin aku kayak tadi meski itu cuma gertakan.”
 
Ayano kembali mundur dan menyembunyikan tangan saat Farel hendak menyentuhnya. Perbuatan lelaki itu tidak selaras dengan apa yang barusan dia katakan. Ayano merasa tak sedang membicarakan pelaminan. Ayano melamun, bertanya apakah ucapannya kurang jelas hingga Farel masih saja salah mengerti.
 
“Gak ada yang bisa gue pertimbangkan, Farel. Kita selesai di sini,” ucap Ayano dengan dingin.
 
“Apa yang kamu gak suka dari aku?”
 
“Semuanya!”
 
“Ayano, please!”
 
“Jangan paksa gue mengasah lidah. Lo bisa lebih terluka dari ini. Jadi, mari kita putus baik-baik dan jangan saling ganggu kehidupan lagi,” ucap Ayano dengan tenang.
 
Perpisahan itu tak terhindarkan. Punggungnya berbalik, dan melangkah tanpa bisa ditahan.  Percuma saja memberi penjelasan. Farel tetap tak sadar di mana salahnya. Membebankan semua kepada Ayano karena tahu wanita itu tak pernah protes. Namun kali ini? Saat kesabaran Ayano habis, apa Farel harus tetap mempertahankan egonya?

Ayano menghela napas dan memilih untuk tidak ambil pusing lagi.
 
“Ayano! Ayano!”
 
Sorakan kecewa terdengar dari pengunjung. Rasa malu melekat hingga ke ubun-ubunnya. Membuat pria itu mendidih. Ingin dia berlari dan kembali bertanya pada Ayano. Jika bukan karena Thania di sana, Farel akan makin mempermalukan diri.
 
“Kamu kayak gini supaya aku ngejar kamu, kan? Awas aja! Kamu pasti nyesel!” sumpahnya.  
 
Bodoh.
 
Farel harusnya paham, sejak kuliah Ayano dikenal sebagai gadis yang tak memiliki hati. Dia berkencan dengan sembarang orang, tanpa melibatkan rasa atau komitmen untuk bersama. Farel bukan pengecualian meskipun hubungan mereka langgeng. Karena itu, Ayano takkan menyalahkan diri.
 
Jika saja Ayano tak berbelas kasihan dan menunjukkan siapa dirinya, Farel mungkin akan lebih terpojok lagi. Ada berbagai perlakuan tak menyenangkan yang diterima Ayano selama jadi kekasihnya. Dan Farel terlalu  egois untuk menerima kenyataan bahwa Ayano mengajaknya putus berkali-kali.
 
Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu ketika memikirkan pernikahan. Ayano rasa, ada wanita lain di hatinya ketika mereka bersama. Ayano hanya boneka yang Farel pakai untuk melampiaskan perasaan rindu yang tak terbalas.
 
Terik mentari menyengat di atas kepala. Ayano berhenti karena merasa kepalanya pusing. Dia menghela napas, merenung sejenak.

Hari ini ketika dia pergi ke laundry, Farel tiba-tiba datang dan memaksanya bertemu Thania. Ayano tak bisa mengelak dan akhirnya berakhir seperti sekarang.
 
Banyak hal yang terjadi. Jelas Ayano merasa lelah. Sialnya dia tak membawa dompet ataupun handphone untuk pulang pakai kendaraan. Itu karena jarak apartemennya dengan laundry hanya beberapa meter. Siapa sangka, Farel muncul di sana. Menyeret Ayano ke mobil tanpa meminta persetujuan. Pria egois itu bahkan tak mau mendengar bahwa pertemuan mereka hanya kebetulan dan Ayano harus pergi karena ada urusan. Dia menilai, Ayano lah yang rindu dan membuntutinya.
 
Ayano harusnya merasa lega ketika mereka akhirnya putus. Kini dia tak harus m menghadapi fantasi narsis Farel. Namun kenapa, jantung Ayano terasa lemah. Seakan tak ada lubang untuk udara masuk. Wanita itu menekan dada, bertanya apa yang terjadi.
 
Deja vu.

Wanita itu berhenti di tengah jalan. Mata Ayano yang kosong, mulai mengingat kejadian empat tahun yang lalu. Di mana dia pernah menghancurkan ego seseorang, seperkian menit setelah mereka saling menghangatkan tubuh di ranjang.
 
Ayano mendesis. Adakah ruang bagi orang jahat untuk merasa tenang?  Meski Ayano selalu merasa apa yang dia lakukan benar, namun ketika mengingat hari itu, Ayano amat menyesal. Dia berharap bisa memotong lidahnya dan mengembalkan keadaan. Emosi dan harga diri, membuat Ayano menyakiti orang yang dia cintai.
 
‘Anggap saja, aku membayarmu. Dengan begitu, kamu gak perlu merasa bersalah saat mendengar kehamilanku.’
 
‘Kamu gak lebih dari pria panggilan.’
 
Perasaan itu, membuat gangguan kecemasan Ayano kambuh. Berulang kali dia menarik napas, namun seperti ada batu di paru-parunya. Ayano merasa sesak. Asam lambungnya naik tiap pikiran Ayano keluar batas. Semakin dikendalikan, malah semakin padat dan membludak.
 
Ayano ambruk di jalanan aspal. Sepi dan terpanggang di bawah matahari. Di tengah hari begini, adakah yang dapat membantunya?
 
Tuhan seperti menginginkan dosa Ayano dibayar kontan.
 
Ayano memusatkan tenaga di kaki. Namun bahunya nyaris tak bisa diangkat. Bohlam di kepala Ayano berkedap-kedip, membuat pandangannya buram dan dia pun kembali jatuh tak sadarkan diri.
 

My Lovely Pet [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang