O1. Adena.

60 11 2
                                    

Kedatangan Raya, Fanny lebih suka meluangkan waktunya di dapur; menyiapkan sarapan, makan siang serta makan makan untuk mereka berdua. Tak pernah Fanny melakukan seperti ini, ini pertama kalinya.

"Sejak kedatangan kak Raya, kak Fanny selalu mengabaikan ku," ucap gadis yang berambut kehitaman dengan poni menutupi dahinya yang indah seraya cemberut dan mengatakan dirinya itu cemburu melihat kedekatan mereka.

Suara tawa dari Raya mengukirkan senyum manis di wajah Fanny dan Adena menyadari itu pun membuang muka. Secara langsung, Adena mengetahuinya, dan secara langsung juga fakta itu menamparnya.

"Astaga, kenapa kamu begitu gemas," ujar gadis mengukirkan lesung pipinya seraya mencubit kedua pipi Adena dengan gemasnya. Meski gadis itu menghindar dari jari-jarinya tetap saja berakhir dipegang serta dicium berkali-kali pipinya.

Fanny tak henti mengukir senyum, meski hanya mendengar teriakkan Adena yang ingin menghindar dari Raya yang menggodanya. Fanny merasa ia memiliki keluarga sekarang — itu yang ia rasakan. Kedatangan mereka, sedikit mewarnai kehidupannya dengan halaman utama.

Untuk seterusnya, Fanny masih tak ketahui sama ada Raya akan menjaganya seperti Adena menjaganya. Tengah sibuk memikirkan hal yang tersebut tak sadar bahwa Raya sudah berada di sampingnya.

Fanny terperanjat saat sentuhan di sisi kanannya tengah menyelipkan anak rambutnya di belakang telinganya dengan senyuman terhias di wajahnya, "memikirkan apa?"

Fanny menggeleng sambil senyum, menggeser kan makanan ringan dibuatnya untuk Adena yang terus-menerus merengek seperti anak kecil meminta cemilan dari ibunya. Mau tak mau, Fanny menggunakan segala bahan untuk membuat kue kesukaan Adena.

"Kue— jangan menyentuhnya!"

Fanny meringis saat Raya terkejut mendengar suara nyaring dari Adena yang menunjukan dirinya dengan ekspresi marah. Adena mendekat tanpa peduli tatapan Raya yang menatapnya tanpa berkedip.

"Kak~ kenapa kau tak melarangnya untuk tidak memakan makananku!"

Adena memeluknya dengan manja, membuat tubuh Fanny terdorong belakang karenanya. Ia senyum, mengelus punggung Adena kini menunjukkan sisi manjanya padanya. Fanny meliriknya, apakah gadis itu menunjukkan reaksinya?

Tapi sayangnya, Adena terus melepaskan pelukannya dan menghadap Raya yang hendak mengambil potongan kue lagi langsung memarahinya. Tak peduli dengan larangan Adena, Raya justeru mengerjainya.

Adena memanyunkan bibirnya lalu menghentak kakinya sebelum melangkah ke kamar mereka, Fanny melihat itu pun tertawa seraya menepuk pundak Raya, "bocah itu sedang merajuk, kau tahu Raya, gadis itu sulit dibujuk."

Raya tertoleh, "kenapa tak memberitahuku lebih awal," ia bergumam seraya menghampiri kamar mereka meninggalkan Fanny terkekeh melihat kepanikan Raya.

Detiknya, ia mendengar suara rayu Raya meminta Adena keluar dari kamarnya sama sekali tidak Adena hiraukan. Fanny di ruang tengah hanya tertawa mendengar penolakan dari Adena yang menolak rayuan Raya.

Sudah satu jam berlalu, Adena tetap kukuh berada di kamarnya. Raya tak mengalah, ia selalunya dimanja dan dibujuk oleh kakaknya karena dia satu-satunya anak bungsu tak sangka pula ia terpaksa menjadi seorang kakak yang memberikannya kasih sayang.

"Sudahlah, dia pasti akan keluar nantinya, sekarang duduk di sampingku, biarkan ia di sana."

Ada raut wajahnya tak ingin membiarkan Adena di dalam ruangan itu tanpa makan dan minum, setelah Fanny meyakinkannya membuat ia terpaksa menarik dirinya ke sofa.

"Dia akan keluar nantinya, sekarang istirahatkan tubuhmu, apa kau tidak lelah membujuknya?"

Senyuman lebar terpasang di bibirnya, setelah merebahkan tubuhnya di sofa, dengan kepala menatap langit-langit ruangan itu. "Beginikah perasaan kakak ku ketika ia membujukku?" Ia terkekeh setelah berbicara dengan dirinya sendiri.

abu-abu • jinlia [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang