O4. Adelia.

30 7 0
                                    

"Kau ... Terburu-buru."

Raya tersentak saat rakan kuliahnya menanyakan sesuatu hal yang ia tak bisa berkata lagi selain memberi senyum tipis padanya. Tangannya yang gerak pun terhenti.

Gadis yang seumuran dengannya gegabah, berpikir bahwa kalimat yang ia lontarkan itu terdengar sensitif bagi teman barunya ini. Meski sudah lama masuk ke kampus, gadis itu tak pernah memiliki teman atau hanya sebatas rakan.

Ia sendiri, sendirian bahkan setiap saat. Raya, sang gadis berhati mulia dan suci menjadi teman pertamanya. 

Raya mengerti, kemana arah pembicaraan gadis itu pun hanya gelak kecil, "aku terlihat seperti begitu ya?" Raya mengangguk, "ya, aku sedang terburu-buru— kelinciku belum makan hari ini."

Raya menatap jam tangannya, meringis seketika membayangkan ekspresi tekuk Adena saat gadis itu tidak menemukan makanan buatan Raya. Ini bukan pertama, kedua atau ketiga pun Adena tak ingin maafkan.

"Kau ingin bertemu dengan kelinciku?" Melihat Adelia tampak berpikir untuk menerima ajakannya, ia diam memperhatikan Adelia begitu menggemaskan — maaf, baginya Fanny lebih menggemaskan.

"Kau tau aku sedikit takut dengan kelinci," mendengar itu buat Raya tergelak, tak merasa bersalah saat menyebut Adena sebagai kelinci, karana faktanya memang benar. Ia mengangguk; "tentu saja aku tau, tapi aku yakin setelah bertemu dengan kelinciku, kau pasti senang."

Awalnya ragu untuk menerima ajakannya, berakhir karena penasaran, Adelia langsung menyetujuinya. Ia pula bergegas keluar dari kelas meninggalkan Raya menatapnya dengan seringai perlahan muncul di bibirnya.

Raya tahu gadis itu akan kesal saat ia dipanggil kelinci, ia akan merasa senang jika seseorang memanggilnya kucing atau cantik, justeru menolak kalimat kelinci.

Raya sempat memanggilnya, ia kesal dan mengadu pada Fanny berakhir kepalanya dipukul, ingin protes tapi melihat Fanny menggeleng kepalanya dan menceritakan mengapa Adena membenci kalimat kelinci.

Raya sempat menyimpan simpati, justeru itu hilang seketika setelah melihat perubahan Adena sekejap mata saja ia kembali ceria apalagi makanan kesukaannya di depannya.

Raya pikir, membujuk Adena itu tidak sulit, hanya cukup membeli makanan kesukaannya, dirinya sudah dimaafkan. Hanya saja, yang merasa rugi itu adalah dirinya.

"Katakan padaku, kau sebenarnya ingin membawaku kemana?" Sadari tadi gadis berambut cokelat itu terus celoteh setelah masuk ke dalam mobil Raya juga setelah Raya menghidupkan mobil. Gadis itu bertanya karana ini bukanlah jalan ke rumah temannya.

"Aku membawamu ke rumah kelinci, dia sendiri. Aku takut dia culik oleh paman aneh," canda Raya melirik Adelia yang berdelik kesal kepadanya. Ia menghindar dari cubitan Adelia.

"Hei, aku sedang mengendarai mobil," pesan Raya membuat gadis itu menarik semula tangannya dengan ekspresi kesal.

Sepanjang perjalanan, Adelia tak menyerah meminta Raya memberitahu mereka hendak ke mana. Kalimatnya selalu diabaikan hingga dirinya lelah, ia memutuskan diam.

Telinganya terasa panas pun beredar, ia menoleh ke gadis itu mendiamkan dirinya dengan ekspresi tekuk membuat Raya tak bisa menahan tawanya. Ia terkekeh geli, "jangan khawatir, aku sudah meminta izin dari ibumu dan kakakmu."

"Tetap saja aku ingin tahu mau kemana," pinta Adelia menatapnya memelas. Sayangnya, itu tidak berkesan bagi Raya ia malah menyunggingkan senyum.

"Aku akan menghancurkan kelinci mu jika kau membawa sesuatu yang menyeramkan," ancam Adelia lagi-lagi mengundang tawa Raya yang sedang melepaskan sabuk pengamannya.

abu-abu • jinlia [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang