21. Puzzle pertama

744 66 4
                                    

"Sialan."

Shinta merebahkan tubuhnya di kasur. Dia sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk mencari diary itu tapi belum ketemu juga.

"Udah capek-capek juga!"

Kini Shinta terdiam. Dia tidak memiliki terlalu banyak petunjuk tentang Dewi. Selain Dewi adalah gadis bodoh, apalagi yang Shinta ketahui tentang gadis itu hei?

Ah...

Mungkin keinginannya untuk mati itu.

Tidak ada petunjuk lagi.

"Jalan buntu sialan."

Shinta terus saja mengumpat. Rasanya, pergerakannya ini sudah benar, tapi mengapa dia tidak menemukan kunci itu? Pintunya sudah terlihat, tinggal dibuka saja untuk melihat ruangan lainnya.

"Sialan. Kira-kira karakter 'kunci di sini itu siapa?" Shinta terdiam. Dia memejamkan matanya erat. Berpikir dalam. Selain berpikir dan merangkai kejadian, memangnya apa yang bisa dia lakukan?

Kyuruukkkkk.

Perutnya lapar.

Shinta menghela napas berat. "Butuh energi banyak sepertinya." Dengan begitu, dengan langkah gontai, Shinta berjalan menuju dapur. Ingin mencari makan. Padahal dia sudah melewati makan malam. Shinta melirik alorji di tangan kanannya. Pukul setengah dua pagi.

Gila.

Dia mencari diary itu lama sekali.

Sisa makan malam juga tidak ada. Shinta menghela napas berat. Dia ingin membuat makanan ataupun mie instan tapi dia tidak tau letak mie dan peralatan lainnya.

"Apa gue bakal 'mencari' lagi hah?" Shinta menghela napas berat. Wajahnya sudah kuyu melihat rak-rak di dapur ini. Ada di atas, ada di bawah. Melelahkan... Baru memikirkan saja sudah melelahkan. Sepertinya energi milik Shinta sudah benar-benar habis.

"Shinta?" Suara serak seseorang terdengar. Shinta segera menoleh ke belakang. Dewa--tidak. Rama dengan rambut berantakan dan celana kolor nya berada di dapur. Membawa teko air di tangan kanannya. Sepertinya ingi Refill.

"Rama..." Shinta memanggil pelan, lantas berjalan ke arah Rama. Wajahnya yang kuyu kini nampak cerah. Senyuman berseri-seri tampak di wajahnya.

"Kenapa?" Rama sedikit acuh. Mungkin efek bangun tidur.

"Kamu tau, dimana letak alat-alat masak ataupun bahan masak?" Shinta sudah sempurna berdiri di samping Rama. Bertanya dengan sedikit semangat.

"Kamu bisa masak?"

"Yeah, masak mie instan...?" Kini Shinta menjawab dengan sedikit ragu, tapi senyumannya tak kunjung luntur juga.

Rama berdecak kecil. "Mie instan itu namanya ngerebus!" Tapi dengan segera pergi ke rak untuk mengambil dua bungkus mie instan dan wajan.

"Mau pakai sayur sama telor?" Rama menoleh ke belakang, menatap ke arah Shinta yang sejak tadi masih di sana.

Shinta mengangguk. Tersenyum.

"Dimana aku bisa dapatin sayur sama telor?" Shinta berniat membantu.

"Nggak usah, kamu di sana aja. Lagi pula, kamu jarang masak kan?" Dengan cekatan Rama menyalakan kompor. Merebus air mineral lantas mengambil beberapa sayuran dan telur di kulkas. Mencucinya, lantas memotongnya dengan cepat. Shinta terkesima. Dia baru tau Rama benar-benar cekatan. Cara Rama menggunakan pisau, seperti orang yang sudah ahli.

"Rama, apa aku boleh bertanya sesuatu?" Shinta sedikit ragu. Tapi masalah ini harus segera di dapatkan jawabannya.

"Tentang?" Rama tertarik, dia memutar setengah badannya guna menatap Shinta yang sudah duduk anteng di meja makan.

MUTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang