26. Orang yang cerdas

410 49 14
                                    

JHAHHAHAHHHAHAHA.

Tawa Shinta menggelegar. Kali ini dia tidak bisa menahan tawanya.

Ghani ini, benar-benar sialan.

"Mengapa kamu terus menerus mengatakan hal itu hey?" Shinta bahkan harus mengusap matanya yang berair.

"Karena Dewi tidak akan pernah mengatakan kalimat tadi dengan elegan. Siapa kamu?"

Gaya bicaranya berubah lagi. Tadi gue-lo, sekarang aku-kamu.

"Kamu tau? Benturan beberapa kali membuat otak seseorang menjadi waras?"

"Nggak masuk akal."

"Tapi itu benar-benar terjadi padaku. Mau bagaimana lagi kan?" Shinta masih saja tertawa. Dia lantas mengambil parsel buahnya, membukanya. "Dimana pisau?"

Sedangkan Ghani yang sejak tadi memperhatikan gelagat Shinta berdecak pelan. "Bukankah kamu memberikan buah itu untuk ku?"

"Aku ingin membukanya. Dimana pisaunya?" Shinta tidak menggubris itu sama sekali.

"Mata Lo ditaruh di mana sih? Di depan Lo sialan!" Habis sudah kesabaran dari Ghani. Shinta semakin tersenyum bahagia. Dia mengambil pisau itu, lantas mengambil satu buah apel dan meletakkan parsel itu ke lemari kecil kembali.

Lo-gue ya....

"Lo tau kisah nabi Yusuf?" Shinta membuka topik.

"Apa gue kelihatan kayak orang yang beriman?"

"Sama sekali enggak." Shinta mengangkat bahunya sedikit acuh. Dia menatap Ghani lagi. "Kalau begitu, Lo cukup diam dan dengarkan cerita gue."

Ghani memutar bola matanya malas. Shinta tersenyum lagi.

"Yah, intinya ibu angkat Yusuf naksir sama dia dan ingin banget berhubungan sama Yusuf." Shinta tidak menghiraukan respon itu, dia tetap lanjut bercerita, nyrocos. "Lo tau? Itu jadi bahan gunjingan, jadi untuk perbuatan membela, Ibu angkat Yusuf mengundang beberapa orang cewek untuk berkumpul-kumpul ria. Mereka disuguhi apel yang belum di kupas. Jadi, ketika mereka sedang mengupas apel, Yusuf di suruh masuk. Dan cessssssss." Shinta sedikit heboh. Dia mengamati wajah Ghani yang terlihat menyimak dengan seksama. Senyuman di bibir Shinta keluar lagi. Agaknya, senyuman di bibir Shinta sering keluar ketika bersama Ghani.

"Lo tau? Bagai di sihir mereka terpesona dengan ketampanan Yusuf. Hingga, ibu Angkat Yusuf mengembalikan kesadaran mereka, mengatakan bahwa bukannya mengiris apel, mereka malah mengiris tangan mereka. Kekacauan itu terjadi. Yusuf di suruh masuk. Dan yeah, darah itu bercucuran di mana-mana."

Tes.

Tes.

"Yeah, cerita nggak tamat di situ sih. Tapi males aja nyeritainnya." Shinta berkata cukup acuh.

"Hei, tangan Lo berdarah." Ghani yang menyadari itu langsung memberitahu. Shinta segera menunduk. Benar. Jarinya teriris. Darahnya bahkan sampai bercucuran.

"Ash! Sial," Shinta menggigit bibir lantas segera membuang apel dan pisaunya ke bawah, wajahnya meringis menahan sakit. Dia ingin mengaduh panjang, tapi percuma. Luka ini tidak akan terobati. Karena itu, dia mencoba untuk tenang. "Mana Betadine dan kapas?"

"Ada di kotak itu," Ghani menunjuk kotak yang terpasang di dinding. Ekspresinya kini seperti orang linglung. Tunggu, dirinya benar-benar bingung sekarang. Apa maksudnya? Apa?

Apakah mungkin, maksudnya seperti ini; satu-satunya kelebihan yang Lo punya adalah wajah Lo. Demi apapun, Lo lebih ganteng dari Dewa tapi Lo nggak bisa lebih keren dari dia. Menurut Lo karena apa?

Sumpah.

Ghani tidak bisa berkata-kata lagi.

"Ah, untungnya tangan gue nggak terkena luka serius." Shinta balik setelah mengobati lukanya. Dia menunduk, guna mengambil apel dan pisau yang dia buang tadi. Bisa-bisa pisau ini melukai orang lagi.

MUTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang