Jika tadi Hanna mengira kalau hari ini adalah hari yang menyenangkan, ia salah. Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan. Sepanjang perjalanan, Hanna terdiam dan merunduk. Ia tidak bergairah untuk berbicara pada saat itu.
"Mampir ke rumahku dulu ya, Han," ucap Al lalu membelokkan kemudinya ke rumah dengan nuansa abu.
Al memarkir motornya di tempat yang sudah disediakan. Ia melepas helmnya kemudian menatap Hanna yang sejak tadi diam tak bersuara. Al mendekat ke arah Hanna sembari mengusap lembut pundak Hanna sebelah kiri. "Kamu kenapa sih, Han? Kok diam aja. Masih terasa pusing?"
Hanna menggeleng. Perlahan, ia memberanikan diri untuk menatap kedua bola mata Al. "Maaf ya, Al. Aku selalu merepotkan kamu. Dan, aku selalu jadi beban buat kamu."
"Hei! Nggak, Han. Kamu nggak pernah ngrepotin aku. Aku juga nggak pernah merasa terbebani sama kamu. Kamu jangan mikir kayak gitu ya!" pertegas Al.
Hanna tersenyum tipis. "Terima kasih ya, Al."
Al mengangguk disertai senyuman tulus di bibirnya. Hanna bertanya. "Ngomong-ngomong, kita ngapain mampir ke rumah kamu? Ada yang mau aku bantuin?"
"Nggak, Han. Paket yang kamu pesan kemarin, sudah datang. Nanti aku ambil ke kamarku dulu. Kamu tunggu di ruang tamu aja ya," jawab Al.
"Oke."
Mereka melangkah beriringan menuju pintu utama rumah Al. Tangan kanan Al meraih kunci rumah yang ia letakkan di saku jaketnya.
Ceklek!
Mengejutkan. Mereka berdua disambut oleh pecahan-pecahan kaca di lantai. Sepertinya, ada tragedi yang baru saja terjadi. Wajah Al terlihat gugup seketika di depan Hanna. Ia menghela napas panjang. "M-maaf ya, Han. Banyak serpihan kaca di sini. Hati-hati kena kaki kamu."
Hanna menatap Al dengan sendu. "Papa sama mama kamu habis berantem lagi?"
"Sudah, Han. Jangan dibahas!" pinta Al.
Berkali-kali, Al menghela napas panjang sambil mengusap-usap dadanya. Ia mencoba menenangkan pikirannya yang tidak tenang. "Kamu tunggu di sini, ya! Aku mau ambil sapu dulu biar kacanya nggak membahayakan orang lain."
Hanna menahan kepergian Al dengan memegang tangan kanan Al. "Are you okay, Al?"
Al tersenyum. "I'm okay, Han. Semua akan baik-baik saja. Kamu tenang aja."
Setelah menjawab pertanyaan Hanna, Al beranjak pergi ke belakang rumah untuk mengambil sapu ijuk. Melihat Al pergi, Hanna membelokkan pandangannya ke arah ruang sekitar. Ruangan yang besar namun terlihat sempit hingga menyesakkan dada.
'Kamu terlalu sibuk melindungi, Al. Sampai kamu lupa kalau kamu juga punya tragedi' batin Hanna.
Tak lama kemudian, Al datang bersama sapu ijuk serta cikrak sampah. "Kamu duduk dulu di sofa, Han. Biar aku bersihin serpihan kaca ini ."
"Aku bantu, Al," kata Hanna sembari mengambil sapu ijuk yang digenggam oleh Al.
"Nggak usah, Han. Biar aku aja," bantah Al.
"Sudah lah, Al. Aku aja yang bersihin. Daripada aku duduk-duduk nggak jelas. Mending, kamu ke kamar aja buat ambilin paket aku kemarin," pinta Hanna.
"Beneran nggak apa-apa?"
"Iya, Al."
Al tersenyum lalu mengacak-acak rambut Hanna. Setelah itu, ia menuju ke lantai dua untuk menaruh tas ranselnya dan sekalian mengambil paket milik Hanna. Di sisi lain, Hanna masih sibuk membersihkan serpihan kaca tadi dengan sangat hati-hati. Ia membuang serpihan kaca tersebut di trashbag kecil yang terletak di rumah Al bagian belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Hanna
Tienerfictie"Aku ingin pulang." Hidup Hanna bukan hidup yang semua perempuan mau ada di sana. Bagi Hanna, peperangan paling sulit adalah melawan rasa trauma pada diri sendiri. Tidak semua anak mempunyai rumah yang berwarna, dan tidak semua anak beruntung dengan...