Aku terdiam menatap pemandangan yang ada di depanku. Danau luas jernih bersih dengan padang rumput berbukit di sisi barat, jalan setapak yang di payungi pohon-pohon besar rindang, hutan Cemara di sisi timur dan berbagai jenis pohon berbunga yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Saga tersenyum geli melihatku yang bengong terpesona, "Kamu suka?"
Aku membuka mulutku, aku bahkan tidak sanggup berkata-kata saking indahnya tempat yang kulihat sekarang walaupun sedikit di tutupi kabut dan gerimis kecil.
Di sampingku Saga mulai tertawa. Tawa yang lebih keras dari biasanya, gemanya seperti bunyi lonceng yang memantul kesana kemari. Saga menggenggam tanganku lebih erat dan menarikku lebih dekat ke sampingnya di bawah payung yang kami pakai berdua.
Wajar sih Saga begitu, soalnya sepertinya aku punya tendency untuk langsung lompat-lompat lari gembira kesana kemari setiap kali aku berada di tempat yang aku suka. Seperti anak kecil yang pertama kali melihat dunia.
"Saga, itu... Lihat." Aku menunjuk salah satu pohon dari tangga menuju danau yang baru kuturuni dengan Saga. Pohon itu tidak begitu besar, kayunya berwarna coklat gelap, bercabang banyak, mirip pohon bonsai raksasa. Tapi yang paling membuatku terpukau adalah bunganya yang sewarna merah darah menjuntai rimbun di setiap cabangnya diantara pohon Cemara dan Padang rumput.
"Bunga Flamboyan." Jawab Saga, ia sepertinya sama gembiranya denganku.
"Aku belum pernah lihat pohon Flamboyan merah." Ucapku sambil terus berjalan bahagia menyusuri jalan setapak dengan rumpun bunga-bunga kuning putih kecil menghiasi sekelilingnya.
Untungnya sekarang aku memakai baju terusan selutut bukannya celana jeans. Karena kalau celana jeans pasti akan agak basah sedikit bagian bawahnya, karena jalanku agak terlalu bersemangat sampai terciprat air yang kuinjak sendiri.
Saking semangatnya, aku bahkan melupakan semua pengunjung yang juga ada disini. Orang-orang asing lain yang berjalan di jalan setapak yang sama. Aku juga mengabaikan beberapa pengunjung perempuan yang terang-terangan menatap Saga ketika kami berjalan berpapasan melewati mereka. Mengabaikan mereka yang melempar pandangan padaku, nggak tanggung-tanggung melihatku dari atas kebawah setelah mereka melihat Saga menggandeng tanganku. Aku bahkan lupa, kalau gambaran Saga kurang lebih hampir sama seperti danau ini. Membuat siapapun terpesona.
Sejujurnya malah, aku hampir mengabaikan Saga juga. Aku terlalu sibuk memandang kesana sini. Terpesona dengan pemandangan berkabut yang membiusku sampai mendadak, Saga menarik tanganku agak kencang.
"Kenapa Saga?" Aku menoleh kaget dan hanya mendapati Saga tersenyum.
"Berhenti sebentar. Tetap di bawah payung. Kamu harus pakai hoodieku, dulu" Kata Saga. Ia menarik tanganku pelan keluar dari jalan setapak ke dermaga kayu yang menjorok ke danau sebelum memakaikan Hoodienya yang daritadi hanya ia sampirkan di lengannya, kepadaku, "Jangan sampai bajumu basah gerimis hujan."
Seketika kesadaranku tumpah ruah. Kini aku baru sadar, sedari tadi Saga mungkin bahkan tidak terlalu bisa menikmati pemandangan karena sibuk memayungiku yang berjalan semangat melihat kanan kiri. Memalukannya lagi, baru sekarang aku sadar, disaat aku hampir-hampir tidak basah sedikitpun, kemeja Saga dan rambutnya sudah hampir separuh lembab gerimis hujan.
"Maaf Saga." Aku menyentuh bahu dan kemejanya yang basah. Merasa bersalah, "Maaf, gara-gara Saga sibuk mayungin aku, kemeja Saga sampai jadi basah."
Saga tersenyum geli, "Nggak masalah."
"Harusnya Saga yang pakai Hoodie." Aku buru-buru hendak melepas Hoodie milik Saga. Tapi Saga dengan cepat menggenggam tanganku.
"Jangan selalu mentingin kepentingan orang lain di atas kepentinganmu."
"Tapi kan dingin!"
"Sekarang gantian aku yang ngalah, Johan." Potong Saga.
"Gantian? Emangnya aku pernah ngalah dari Saga?" Aku mengernyitkan kening. Karena aku yakin, aku belum pernah ngalah dari Saga.
"Bukan." Jawab Saga lembut, "Tapi kamu yang selalu ngalah dari Lintang, dari orang lain."
"Kan aku ngalah dari Lintang, dari orang lain, bukan dari Saga!" Protesku, "Nggak mau. Nggak mau. Nggak mau. Pokoknya nggak mau pakai Hoodie."
Tiba-tiba Saga menundukan wajah, mencium bibirku di saat aku masih berbicara. Menghentikan segalanya, nafasku, suaraku, jantungku dan waktu.
"Boleh aku bilang sesuatu?" Tanya Saga begitu ia melepaskan bibirnya dari bibirku. Mata Saga menatapku tajam sementara bibirnya membisikan kata yang tidak akan pernah ku lupakan selamanya, "Aku bukan orang yang bakal ngalah ke semua orang, Johan."
Lagi-lagi bibirku hanya bisa terbuka tanpa kata. Sementara pipiku merona semerah-merahnya. Jemariku juga gemetaran dan itu tidak ada hubungannya dengan dingin atau hujan. Semuanya karena Saga
"Aku sayang kamu, Johan." Lanjut Saga sambil menyunggingkan senyum favoritku.
Kata-kata Saga dalam sekejab membuat segalanya menjadi tidak relevan lagi. Memberiku keberanian yang aku tidak pernah tau aku punya. Tanpa kusadari, jemariku menarik kemeja Saga. Membuat Saga menundukan tubuhnya lebih dekat padaku, hingga aku bisa mendongak mencium bibirnya, "Aku juga sayang Saga."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Jo (Completed)
Ficção AdolescenteSequel Dunia Saga Read Dunia Saga before otherwise many things will confuse you. Thankyou for reading my work. Enjoy! And please dont copy my story