5

99 16 1
                                    

Yan pulang dengan penampilan yang jauh lebih kusut dari malam-malam sebelumnya. Pundak lelaki itu terlihat merosot, matanya membengkak akibat terlalu lama menyorot layar komputer ditempat les privat.

Masuk didalam rumahnya, seperti biasa Yan akam disambut oleh ayahnya disofa mewah ruang tamu miliknya. Dengan satu kaki menumpu lutut lainnya serta tangan yang memegang iPad berisi jurnal perusahaan, ayah menjadi objek pertama yang Yan lihat saat ini.

Yan menarik nafas panjang lalu beranjak mendekati ayahnya yang belum menyadari kalau dirinya telah pulang dari belajar tambahan.

Rumah terlihat lenggang tanpa hadirnya sosok ibu dan kedua saudaranya. Yan tahu jika ini tak luput tiap harinya. Nyonya Halamette masih disibukkan oleh pekerjaannya sebagai Manager di Butik keluarga, kakak pertama Yan yang saat ini menimba ilmu di Perguruan Tinggi UI semester 4 Teknik Sipil jarang menyambangi kediaman, dan terakhir saudara laki-laki yang hanya terpaut tujuh bulan dengannya tengah magang di kantor ayahnya sendiri sebagai karyawan rekrutmen pegawai perusahaan.

Yan tidak tahu pasti mengenai hal itu. Tetapi, ia rasa ketiga anggota keluarga memang selalu sibuk dan tak sempat punya waktu luang selain agenda sarapan seperti pagi ini. Dan sekarang hanya ada ia dan ayahnya yang kebetulan entah mengapa sudah ada di rumah.

Ah! Yan melupakan jika ayahnya pasti mengingat kalau hasil ulangan matematikanya akan dibagikan hari ini. Maka dari itu, pria berwibawa yang menyandang gelar sebagai CEO perusahaan emas keluarga Halamette menyempatkan dirinya untuk melihat nilai sang putra bungsu.

Dalam sekejap, Yan langsung mendengus memamerkan sebal sebab teringat kertasnya yang kembali dalam keadaan sudah ternoda oleh darah mimisannya.

Bagaimana jika ayahnya nanti bertanya atas dasar apa kertas ujiannya bisa kotor seperti itu? Apa yang harus Yan beri kejelasan terkait pertanyaan ayahnya?

Sekuat ia mencoba dan berusaha tenang, selemah itu pula pertahanannya rileks menjadi kacau. Yan gemetaran saat menyeret kedua kakinya mendekat kepada ayah. Kertas ujian yang tergenggam ditangannya sampai bergoyang.

"Assalamualaikum Yah." Salam Yan untuk mengawali pembicaraan mereka.

Ayah melepaskan fokusnya pada MacBook dilayar iPad lalu beralih ke atas. Ayah mengulas senyum tipis nan singkat sebelum membalas, "bagaimana ulangan hari ini?"

Sudah teridentifikasi sejak awal bahwa ayahnya tidak sudi mempertanyakan hal lain selain terkait nilai dan pencapaian Yan.

"Maaf Yah, Yan hanya mampu mendapat nilai 96,"

"Nyaris sekali!" Decak Ayah seraya melempar benda pipih itu kesamping sofa yang ia duduki.

Yan memejamkan matanya baik-baik ketika ayah mulai bangkit dan berjalan menghampirinya. Ia terlalu takut menyerahkan kertas itu meski orang bilang nilai ulangannya sudah jauh unggul dari yang diperkirakan sebelumnya.

Dugh!

Tubuh Yan tersungkur dibawah ayah dalam sekali tendangan bebas yang pria itu beri. Kertas digenggaman Yan melayang bebas dengan sendirinya setelah terlepas dari kedua telapak tangannya.

Ayah tidak membutuhkan itu lagi sekarang. Karena harapnya tidak berhasil putranya turuti. Dan ini merupakan sebuah pelanggan besar berarti.

Yan harus diberi pelajaran.

***

Yan || Yoon Jaehyuk ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang