6

100 18 0
                                    

Didalam kamarnya, Yan merebahkan tubuhnya telentang diatas kasur tanpa melepas kemeja sekolah terlebih dahulu. Dadanya kembang-kempis secara teratur disertai suara deru nafasnya berhembus pelan.

Saat Yan menaikkan lengan kirinya, arloji kulit itu menampilkan informasi bahwa senja ini hadir pada jam 17.13. Beberapa menit lagi Surau akan memperdengarkan panggilan adzannya. Tetapi Yan belum juga berpindah dari tidurnya.

Hari ini berjalan jauh lebih berat dari hari-hari sebelumnya. Pagi tadi ia bahkan hanya sarapan segelas susu hangat dan apel merah tak menyertakan nasi sebagai pelengkap utama.

Yan terlalu takut membalik piringnya didepan ayah karena ketahuan telat turun kebawah. Alhasil, terpaksa lelaki itu tidak mengambil nasi secuil pun apalagi lauk-pauk istimewa yang telah disiapkan oleh pelayan-pelayannya.

Akibat dari perbuatannya menyepelekan sarapan, saat ini perut Yan diguncang demo besar-besaran. Lelaki itu tertelan penyiksaan yang telah ia lakukan pada tubuhnya sendiri.

Namun, apabila Yan menyuruh pelayannya mengirimkan sepiring makanan untuknya, jelas ayah tidak akan merestui. Baru saja pria itu menghajarnya habis-habisan, mana mungkin sebiji nasi diberikannya.

Desis dinyalakan bibir Yan ketika nyeri menyerang luka lebamnya. Sebagian wajah mulusnya mendapatkan memar sana-sini, matanya juga bengkak sebelah. Yan rasa ada gejala serius yang ia alami. Tetapi lagi-lagi dirinya terlalu takut menyuarakan keluh pada penghuni rumah.

Yan hanya mampu memasrahkan dirinya sebagai jaminan untuknya menahan semua derita.

Yan berharap, semoga dengan tidur malam ini akan segera memberinya sebuah kabar jika lukanya akan mereda esok.

Ia tak akan menyalahkan siapapun, terutama ayahnya. Karena sejak awal, Yan sendiri lah yang bersalah karena tidak dapat memberikan hasil sempurna dari ulangan ini.

***

Yan || Yoon Jaehyuk ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang