8

88 15 0
                                    

Jam 7 teng Yan telah siap dengan setelan jas bodypack yang melekat sempurna pada tubuhnya. Tidak lupa pita kupu-kupu berwarna navy pekat melingkar manis dikerah lehernya.

Yan menata sapu tangan disaku kanan jas yang ia kenakan berulang-ulang didepan cermin. Ia merasa sejak tadi letak kain putih itu belum juga sesuai kadar sepantasnya.

Wajah yang penuh luka lebam semalam disamarkannya semaksimal mungkin agar mama tidak menyadarinya. Mama tidak boleh tahu kalau ayah memukulnya sebab nilai ulangannya belum mencapai sempurna.

Memburu waktu yang semakin berjalan maju, akhirnya Yan menyerah merapikan sejumput belah ketupat yang tersembunyi didalam kantong pakaiannya. Yan segera keluar dari kamar bilamana mamanya kecapekan menunggu.

Pekik histeris sontak mengisi langit-langit rumah kala wanita bergaun hitam ketat selutut itu berjalan kearah Yan. Mama memeluknya dengan bisikan pujian yang semakin memperbesar cekungan dipipi Yan.

"Tampan sekali! Mama sampai tercengang sesaat," ujar mama.

Yan tersenyum malu-malu sambil menunduk saat mama menggiringnya menuju mobil pribadi yang siap mengantarkan mereka ke gedung pertemuan.

Sampai didepan halaman rumah seluas lapangan golf itu, Yan melihat anak sulung ayah datang dengan motor gedenya. Ia dan mama berhenti sejenak dengan dua ekspresi yang berbeda-beda.

Jika raut wajah mama menampilkan guratan membuncah saat Jack melepas helm. Maka lain ceritanya Yan yang mengukir culas tipis. Ada rasa kurang suka melihat kakaknya pulang ke rumah sepagi ini.

"Kamu jadi balik Jack? Sudah selesaikah rapatnya?" Tanya mama sambil melakukan hal serupa ketika menyambut kedatangan Yan beberapa menit lalu.

Jack menghambur kepelukan mama dengan gaya mirip anak kecil. "Dihandle Minggu depan mam. Jadi aku pulang dulu karena kepikiran sama mama,"

"Ututu ... perhatian banget sih, anak kesayangan mama ini."

"Jelas dong!"

Yan hanya melihat interaksi antara keduanya dengan sorot kosong yang tak dapat ditafsir.

"Oh iya, mama mau berangkat sekarang? Ke sana bareng siapa?"

Mama meringis agak masam, Yan sangat meneliti perubahan ekspresi itu. "Maunya sih, sama kamu. Tapi,"

Dilihat oleh ibu kandungnya dengan tatapan yang sukar dimengerti, Yan hanya terbengong-bengong. Jack juga turut memandangnya seperti meremehkan.

"Ayo kalau begitu!" Seru pemuda tertua itu. Ia membakar semangatnya dengan mengaitkan lengannya pada pinggang ramping sang ibu.

"Beneran?" Mama menatap Jack tak percaya.

Jack anggukkan kepalanya. "Katanya cuma mau sama aku,"

Setelah mendapat persetujuan dari wanita itu, keduanya kini berlalu memasuki mobil yang terparkir didepan teras rumah. Mama meninggalkan Yan yang sudah siap dengan pakaian terbaik pilihan ibunya sendiri. Mama melupakannya dalam sekejap hanya karena 'anak kesayangannya' datang.

Deru knalpot mobil berbunyi, membuyarkan lamunan Yan. Kendaraan yang dinaiki mama dan Jack mulai melaju pelan seakan sedang mengucapkan salam berpisah kepadanya.

"Mungkin kalau IQ lo lebih tinggi, kejadian ini bisa diperbaiki lagi Yan." Ardian atau yang kerap disapa Dean menepuk-nepuk pundak Yan dari samping.

Yan tetap fokus menghadap depan.

Ardian mengendikkan bahunya tak acuh sesaat sebelum pergi berangkat ke sekolahnya.

***

Yan || Yoon Jaehyuk ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang