.....

281 42 6
                                    

Rumah warisan dari Ayah dan Bunda untuk Junkyu, Jaehyuk dan Junghwan adalah saksi perjalanan hidup mereka selama ini. Dari mereka masih kecil, saat Ayah dan Bunda masih hidup, sampai kemudian meninggal dan menyisakan ketiga bersaudara itu berjuang bersama sampai sekarang, jadi rumah ini terasa begitu istimewa.

Junkyu melihat betapa orang tuanya bekerja keras menyempurnakan rumah ini sedikit demi sedikit sampai menjadi besar. Dulu Bunda pernah berkata, "semoga kita nggak akan pindah rumah ya, Bunda pengen tutup usia di rumah ini juga." Jadi mereka, para penghuni rumah ini – terutama bagi Junkyu sebagai anak pertama dan otomatis menjadikannya yang paling lama tinggal disini—adalah yang paling tahu betapa beratnya meninggalkan rumah ini.

Dengan semua perjuangan orang tua mereka, kemudian dilanjutkan perjuangan Junkyu bersama adik-adiknya yang mati-matian mempertahankan rumah, Junkyu rasanya sulit sekali melepas tempatnya berteduh selama ini. Tapi mereka sedang membutuhkan banyak uang, perawatan Junghwan menghabiskan uang yang tidak sedikit. Uang tabungan hidup mereka sedikit demi sedikit ikut terpakai, dan dengan hanya Junkyu yang menjadi pemasukkan mereka, sisa uang mereka kedepannya tentu saja tidak cukup.

"Kalau kita jual aja rumah ini, gimana, kak? gaji abang nggak cukup buat biaya rumah sakit Awan sama kuliah kamu." Jelas Junkyu saat menjelaskan alasannya untuk menjual rumah pada Jaehyuk.

Adik keduanya itu hanya terdiam sambil menggigit bibir, kelihatanya seperti sedang berpikir keras sebelum menjawab, "Kalo gue berhenti kuliah aja terus bantuin lo kerja, gimana? Kita masih harus jual rumah ini nggak, Bang?" tanya Jaehyuk sama tidak relanya melepas rumah mereka.

"Jangan aneh-aneh deh, kak. Nggak usah mikir nyari kerja, kamu kuliah aja yang bener, kan bentar lagi udah skripsi juga. Urusan cari uang biar abang yang pikir."

Melihat ekspresi Jaehyuk yang ragu, Junkyu tahu kalau adiknya ini tidak setuju dengan kata-katanya. "Lagian rumah ini udah sering kosong juga kan. Awan di rumah sakit, kamu kuliah, Abang kerja, paling pulang sebentar, terus kerumah sakit lagi. Jadi abang pikir... nggak apa-apalah kalo kita jual aja rumah ini terus cari lagi yang lebih deket sama rumah sakit."

"Tapi ini kenang-kenangan dari Ayah sama Bunda, bang..." ucap Jaehyuk lirih sambil meremas lututnya, "Apa nggak ada cara lain?"

Junkyu membuang napas panjang, dia merasa gagal sekarang, gagal menjaga Awan, gagal menjaga rumahnya, gagal menjadi seorang Abang sekaligus kepala keluarga yang seharusnya mengayomi adik-adiknya.

"Maafin Abang ya..." Junkyu kelihatan sungguh menyesal, dan jaehyuk paham, hidup memang bisa seberengsek itu.

"Nggak papa, Bang, nggak perlu minta maaf, kan abang nggak salah. Gue ngerti kok," kata Jaehyuk berusaha tegar, "kalo emang nggak ada cara lain, gue setuju buat jual rumah ini..."

Junkyu tersenyum sedih, "Makasih ya, udah mau ngertiin keputusan abang."

Jaehyuk balas tersenyum dan menggenggam tangan Junkyu, berusaha menguatkan, "Nggak apa-apa, Bang. Mungkin sekarang kita lagi susah aja, tapi pasti kita bakal bangkit lagi. Ntar kalo kita punya duit banyak, kita beli lagi rumah ini."

Dan persetujuan Jaehyuk saat itu adalah pertahanan terakhir bagi Junkyu untuk benar-benar melepas rumah ini.

Dia edarkan matanya berkeliling menatap rumah peninggalan Ayah dan Bunda sambil tersenyum pilu sebelum menggumamkan kata-kata perpisahan pada setiap isi ruangan lalu selangkah demi selangkah meninggalkan rumah itu.





















⋟﹏⋞



















Sudah genap sebulan mereka pindah rumah, sekarang mereka tinggal di rumah kontrakan, hanya ada dua kamar tidur disini, satu kamar mandi, ruang makan yang nyambung dengan dapur, dan ruang tamu kecil.

SembuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang