Tanpa sepengetahuan Ana, ada orang yang memperhatikannya mulai dari Ana memasuki gerbang sekolah.
•••••
Jam telah menunjukkan pukul 06.25. Orang yang sejak tadi Ana tunggu, akhirnya menampakkan batang hidungnya. Ya, benar. Dia Aisyah. Ia berjalan mendekati Ana, lalu menurunkan bangku yang ada di sebelah Ana.
"huhh.. naik tangga sedikit aja gue udah ngos-ngosan" ucap Aisyah sambil mengelap bulir-bulir keringat yang ada di dahinya. Aisyah menengok ke arah Ana, dengan wajah kaget.
"Anaa.. Lo kenapa? Mata lo sembab, lo abis nangis lagi? Lo dijahatin sama Echa lagi ya" Tebaknya, lalu Aisyah berdiri dari duduknya.
"Awas aja tu orang, udah gue bilangin berkali-kali, tetep aja gaada kapok-kapoknya" Ana langsung menahan tangan Aisyah, Ana takut terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Gak kok ay, ini kemarin gue cuma nangisin nilai ulangan Bahasa Inggris gue aja." Ana tersenyum sambil menatap mata Aisyah, berharap Aisyah percaya dengan apa yang dikatakan. Melihat itu, Aisyah langsung memeluk Ana.
"Beneran? Besok kita belajar bareng-bareng ya, sama El juga. Gausah nangis lagi.. Lain kali kalo lo kurang paham sama mapel Bahasa Inggris bilang gue aja, nanti gue ajarin. Harus semangat terus, OK?!" Ana semakin melebarkan senyumnya, Ia merasa beruntung memiliki sahabat yang selalu mendukungnya. Ya, walaupun Ana belum jujur tentang apa yang sedang dihadapinya sekarang. Tapi setidaknya, Ana tidak berbohong sepenuhnya akan hal itu.
'Kenapa lo gak jujur aja ke gue Na, kalo kayak gini terus gue jadi makin khawatir sama kondisi lo.' Aisyah berusaha menahan air matanya, ia tidak boleh menunjukkan kekhawatirannya itu ke Ana. Karena Aisyah takut itu semakin membuat Ana enggan bercerita dengannya. Aisyah melepas pelukannya, ia memberikan titipan bekal yang ibunya buat khusus untuk Ana.
"Lo belum makan kan? Gue ada titipan bekal dari ibu katanya dibuat khusus untuk lo. Karena lo udah dengan setia jadi sahabat gue selama 3 tahun ini. Oiyaa, Ibu juga katanya kangen sama lo, lo udah lama banget ga dateng kerumah." Ucap Aisyah dengan antusias, ucapan itu membuat Ana menjadi tertawa.
"ishh.. bisa aja deh, anaknya Bu Syifa ini. Makasih banyak ya. Titip salam buat Ibu, bilang kapan-kapan, kalo waktu Ana senggang, Ana main lagi kerumah" Kata Ana sambil tertawa pelan. Aisyah merasa sedikit lega, karena bisa melihat Ana tertawa lagi.
"Naa.. gue ngantuk banget nih, nanti kalo misalnya Bu Wita dateng, lo bangunin gue ya."
"Anak perawan pagi-pagi gini udah mau tidur lagi aja, Iyaiya nanti gue bangunin." Orang yang dibilang itu hanya menyengir kuda dan langsung menelungkupkan kepalanya di atas meja.
Sambil memakan bekal yang diberikan oleh Aisyah, Ana berbicara dalam hati 'Bunda gue sendiri aja udah gak pernah buatin gue bekal lagi, bukannya dapet bekal dari rumah, yang gue dapet malah cacian dari mulut Bunda' Lagi-lagi Ana meneteskan air mata, kegiatan itu tidak luput dari penglihatan seseorang yang sedari tadi memperhatikannya.
Tak ingin ada yang melihat acara nangisnya, Ana buru-buru mengusap air matanya. Ia melanjutkan makannya dengan lahap, karena dari malam Ana baru mengonsumsi air putih saja. Setelah selesai makan, Ana langsung meminum air putih yang sengaja dibawanya dari rumah, tidak lama kemudian Bu Wita masuk ke kelas. Ana segera membangunkan sahabatnya itu.
"Ais.. bangun. Bu Wita udah dateng" ucapnya sambil mengguncang tangan Aisyah.
"Hoaam.. yailah pake dateng segala lagi tu guru, ganggu bobo cantik gue aja"
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken? [21+]
Literatura Feminina[HARAP FOLLOW DULU SEBELUM BACA, NANTI DAPET PAHALA LOH, WKWK] Matahari mulai tenggelam, sekolah pun sudah sangat sepi. Namun, seorang gadis bertubuh gemuk, masih setia berdiri di depan gerbang sekolahnya. Gadis itu menunggu kedatangan ayahnya, tapi...