❣️Dua❣️

31 0 0
                                    

Bukan tanpa sebab Nadira membuka laptop, tetapi hanya membiarkan menyala. Sementara tangannya sibuk dengan sosial media yang ada di ponselnya. Dia juga membiarkan berbagai buku yang sengaja dia ambil untuk memancing ide di dalam otaknya. Nyatanya itu tidak berhasil, kolam idenya terlalu dangkal untuk diselami.

Kalau para penulis senior bilang, ini namanya writerblock. Gangguan umum yang wajar terjadi bagi para penulis saat menulis. Sulit mengatakan jika penulis tidak pernah mengalami hambatan ini, terutama Nadira. Dalam satu bulan ke belakang, otaknya sangat buntu. Tidak tahu harus menulis apa. Dia hanya akan membiarkan laptopnya menyala hingga mati karena kehabisan baterai, lalu mengisi kembali dayanya. Begitu saja terus sampai membayang-bayangi aktivitas lainnya.

"Nulis udah, update cerita juga udah sering dan teratur, tapi pembaca masih gak naik. Kayaknya aku emang gak bakat nulis," serunya pelan. "Aku perlu suasana baru."

Kali ini dia membuka WeApps, platform tempatnya menulis sekaligus membaca komik-komik digital. Ada satu karya yang selalu menghiburnya di saat gejala umum ini selalu menyerang. Karya buatan KenzieArt adalah favoritnya, judul cerita komikus satu itu adalah One Days Love. Dia bahkan nyaris tidak percaya jika komikus itu adalah seorang anak laki-laki muda yang membuat cerita romantis untuk para remaja. Benar-benar mengagumkan!

Dia selalu berharap bisa menciptakan karya terbaik di masa mudanya juga. Tidak perlu terlalu terkenal seperti Tereliye, Andrea Hirata atau bahkan J.K Rowling. Dia hanya ingin naskahnya bertemu dengan para pembaca yang tepat dan mendukung dirinya. Kalaupun berhasil dipinang, apa lagi oleh penerbit incarannya, itu adalah bonus. Tujuannya hanya itu mendapat pembaca yang merasakan hal yang sama seperti ketika dia menunggu One Days Love terbit.

Nyatanya, mendapat satu kolom komentar saja sulit.

Tok Tok

Nadira sadar pintu kamarnya diketuk, jadi dia buru-buru membukanya. Dia melihat laki-laki dengan kemeja biru polos dan celana katun berdiri di depannya. "Kak Ron rapi banget. Mau ke mana?"

"Ke sekolah, Dira. Hari ini kakak ada rapat bersama guru lainnya." Kak Ron, kakaknya, tersenyum kecut. "Kamu sendirian deh."

"Paman, Bibi sama Ajun belum pulang?"

Ron mengangguk. "Mereka terpaksa menginap di rumah kerabat. Katanya di sana hujan besar. Belum lagi perjalanan dari Jakarta ke Bandung itu macet kalau weekend. Sedangkan kakak gak bisa biarin kamu sendiri."

"Aku baik-baik aja. Lagian Kakak ke sekolah kan cuma sebentar, ngapain aku harus takut coba?"

"Tetap aja kakak takut kamu berbuat yang enggak-enggak. Buat jaga-jaga, kakak minta Radja buat temenin kamu."

"Hah? Gak mau ah, Kak. Masa berduaan sama Radja di rumah. Dia cowok lho kalau kakak lupa," seru Nadira pada kakaknya.

"Iya tau, tapi dia gak bakal berani macem-macem kok. Kalian udah kenal dari SMP, sering main bareng juga," balas Kak Ron santai.

Nadira mendengus. Dia tidak bisa menyangkal hal tersebut. Mereka memang sudah kenal lama, sering bermain dan kerja kelompok bersama-sama. Namun kenapa harus Radja? Dia masih tidak bisa melihat laki-laki itu, bahkan sekedar mengobrol pun sudah dia hindari di kelas. Masih ada satu sahabatnya yang lain.

"Kalau Bizar aja gimana Kak?" tanya Nadira.

"Kakak juga sudah panggil dia, tapi Bizar katanya lagi sibuk. Kamu kenapa sih?"

Kak Ron menatapnya penuh curiga, tetapi Nadira segera menjawab sambil mendorong Ron keluar dari kamar. "Gak ada apa-apa kok, Kak. Udah sana pergi!"

Meski sudah 16 tahun Ron hidup dan mengenal Nadira, dia juga tidak bisa mengerti isi kepala adiknya. Nadira lalu menutup pintu kamar, bahkan menguncinya. Buru-buru dia mengambil ponselnya dan mencari kontak 'Bizar si ilmuwan gila'. Pokoknya dia tidak mau bertemu dengan Radja dulu. Apa pun alasannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Refind loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang