Turttt...turttt...turttt..
Suara alarm handphone membangunkan ku, ku ambil handphone di nakas dan ku matikan alarm.
Ku lihat jam masih pukul 5:20, dan ini waktunya aku untuk ke pasar, ku cium mas putra dan lanjut ke kamar mandi untuk bebersih badan.
Sebelum ku turun ke bawah aku mengecek gilang terlebih dahulu, ternyata anak semata wayangku itu masih tertidur pulas di kasur nya.
Aku turun ke lantai satu, tapi aku baru ingat kalau motor yang biasa ku pakai untuk kepasar baru akan di kirim siang nanti oleh pick up sewaan mas putra.
" Pakai mobil saja lah "
Ku ambil kunci mobil di atas meja tv, dan menuju garasi mobil, awan masih sangat gelap udara disini sangat sejuk karena setengah dari kota ini masih banyak persawahan beda dengan kota ku yang hanya gedung pencakar langit.
Ku setir mobil menuju pasar terdekat, ku ingat lagi letak pasar yang kemarin ku jumpai saat menuju ke sini, sebelum kompleks perumahan sekitar 500 meter ada pasar di pinggir jalan besar.
Akhirnya sampai di pasar khas desa ini, tidak terlalu sulit cari nya karena hanya satu arah.
" Masak apa ya, emm Gilang suka bakwan jagung sama sup ayam, apa itu aja? Yaudah deh tambah ayam pedas manis aja biar mas putra juga lahap makannya "
Setelah memikirkan apa yang akan aku masak, aku keluar dari mobil dan belanja seperlunya karena siang nanti aku dan mas putra ingin belanja ke supermarket di pusat kota.
Selesai sudah kerempongan ku di pasar, dan ku tancap gas ku untuk kembali ke rumah.
Saat ingin masuk perkomplekan ramai warga yang mengerumuni satu titik di sebelah gerbang masuk perkomplekan.
Ku buka kaca mobil dan terdengar warga mengatakan..
" Astaghfirullah, Mirna kok gini nasib mu mir, baru aja ditinggal suami mu 2 tahun yang lalu sekarang kamu juga nyusul "
Seperti petir di pagi hari, ku turun kan diri dari mobil dan ku lihat ada Bu tarsih juga ikut mengerumuni titik tersebut.
" Bu, Bu tarsih ini ada apa Bu, ada apa sama mba mirna Bu " tanya ku ketika Bu tarsih menghampiri ku yang baru turun dari mobil.
" Itu mba Lia, Mirna.. Mirna mati di bunuh mba " ucap Bu tarsih dengan wajah yang shock dan juga sedih.
di bunuh? * Batin ku *
" Sekarang bagaimana pak RT? " Tanya salah satu warga pada laki laki setengah baya.
" Baik, sekarang lebih baik kita bawa saja jenazah Mirna ke rumah nya untuk di urus " jawab laki laki itu yang ternyata adalah pak RT.
*Oh ini pak RT nya*
Warga pun berbondong-bondong membawa jenazah Mirna ke rumah nya, dengan menggunakan mobil pick up milik warga.
" Bu tarsih ayo ikut saya, lumayan juga Bu kalo jalan "
" Oh iya mba Lia boleh, kaki saya juga lemes Lia mayat berlumuran darah "
Kami pun memasuki mobil dan aku mulai bertanya banyak pada bu tarsih.
" Gimana Bu kronologi nya? " Tanya ku pada bu tarsih.
" Jadi gini mba Lia, tadi pagi jam 6 kurang dikit itu, pak Yono penjual mie ayam baru pulang dari pasar untuk beli bahan dagangannya. eh pas pulang dia liat ada daun pisang numpuk gitu, karena dia penasaran ya di cek. pas dia mau ngecek ada kaki manusia yang udah pucat warna nya, karena dia takut cek sendiri akhirnya dia manggil beberapa warga. ternyata pas di buka, ada mayat nya Mirna, jadi ya gitu banyak orang yang ngerumuni mayat Mirna " jelas Bu tarsih.
" Astaghfirullah Bu, padahal semalem kita baru aja beli pecel nya ya, pecel nya enak sekali "
" Iya mba umur ga ada yang tau "
" Eh Bu kaya nya pas saya keluar belanja ke pasar jam 6:40 an itu kayanya belum ada deh daun pisang numpuk Bu " jelas ku pada bu tarsih yang di balas dengan muka shock nya.
" Hah yang bener mba, waduh berarti baru ya tapi kaya baru di buang deh mba kalo di bunuh udah lumayan beberapa jam yang lalu soalnya darah nya udah kering gitu "
" Oh iya ya "
" Oke makasih mba Lia, nanti saya panggil ya untuk bareng melayat nya "
Ucap Bu tari sih sembari turun dari mobil.
" Iya bu, saya siap siap dulu "
Aku pun memakirkan mobil dengan benar, dan masuk kedalam rumah dengan perasaan masih tidak nyangka.
" Loh yang kamu udah bangun? " Tanya ku pada mas putra yang terlihat sedang menonton tv di ruang tamu.
" Udah, kok tumben lama ?" Tanya nya penuh selidik.
" Itu tadi pas aku balik kesini, eh aku liat warga berkerumun di samping gerbang masuk komplek, pas aku selidiki ternyata penemuan mayat pah " jelas ku sembari menata barang belanjaan ku.
" Innalilahi "
" Tapi pah, yang lebih shock nya lagi itu yang di temuin mayat nya mba mirna, pedagang pecel tadi malem " jelas ku lebih lanjut.
" Umur ga ada yang tau ya mah, yaudah kamu masak biar aku yang ngurus Gilang nanti biar cepet kita melayat nya " ucap mas putra yang ku balas dengan anggukan.
Masak memasak pun ku Mulai, di barengi dengan aktivitas mas putra dengan Gilang yang bercanda, saat sedang asyik memasak toa masjid berkumandang.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,Innalilahi wa innailaihi roji'un,.... Memberi pengumuman kepada warga RT 02/ RW 04 Lingkungan AB, Mirna tayanti anak dari pak susanto sudah di ambil kembali oleh Gusti Allah sekitar jam 6:50 tadi pagi, terima kasih."
aku dan mas putra hanya bisa mengelus dada mendengar nya, sehabis masak kami langsung makan dan bersiap untuk melayat.
" Assalamualaikum mba lia, mba? "
" Itu pasti Bu tarsih, ayo pah tadi Bu tarsih bilang mau bareng melayat nya " ucap ku mendahulu kan mas putra yang sedang memakai kan Gilang peci.
" Iya Bu tarsih, ayo saya sudah siap , kenalin ini putra suami saya dan ini anak saya Gilang " ucap ku sembari memperkenalkan Gilang sang mas putra saat mereka baru saja keluar rumah.
" Iya Bu saya putra" .
" Iya mas putra , saya tarsih , yasudah ayo mba Lia ayo mas putra "
Kami pun mulai berjalan kerumah Mirna, rumah Mirna hanya beda gang dengan rumah kami, dan lumayan jika di tempuh dengan kaki.
" Buk suami ibu ga ikut Bu " tanya mas putra pada bu tarsih.
" Oh udah di sana duluan mas, soalnya tadi pas angkat jenazah dan membawa ke rumah nya itu suami saya juga turut ikut bantuin " jelas Bu tarsih
Kami hanya ber oh ria dan melanjutkan perjalanan kami menunju rumah duka.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR ARWAH MIRNA
Horror" kematian ku harus kau pertanggung jawabkan, atau semua warga desa ini taruhan nya " -Mirna- Kepindahan Lia dan putra ke kota kecil ini karena sang suami ( putra ) harus pindah tugas di kantor cabang yang terletak di kota itu. Namun, belum genap se...