Apart #2

4.6K 70 0
                                    

Di saat-saat hujan dan sendiri seperti saat ini, pikiran Jemi melayang pada seseorang yang telah lama ia tinggalkan. Ia kira, dengan membentang jarak sejauh mungkin bisa membuatnya melupakan Gina dengan sempurna. Bukannya melupakan, Jemi justru merasakan gumpalan awan mengetuk-ngetuk di hatinya setiap kali ia teringat Gina. Jemi tahu yang terjadi saat ini di antara ia dan Gina adalah karena keputusan sepihaknya, ia menyadari bahwa dirinya masih mengharapkan Gina namun ia tak mau gadis itu menunggunya terlalu lama, maka ia buat alasan bahwa ia sudah tidak lagi mencintai Gina.

Beberapa kali Jemi mencoba untuk menjalin hubungan yang baru, namun semua hubungan itu selalu berakhir dengan Jemi yang ditinggalkan karena para mantan kekasihnya merasakan bahwa Jemi selalu datang dengan hati yang kosong. Jemi tidak memohon dan juga tidak menyangkal, ia berpikir jika memang ia ditinggalkan maka memang seharusnya seperti itu. Satu sisi Jemi juga mengamini bahwa hatinya yang kosong memang hanya bisa diisi oleh satu orang, Gina.

Lama ia tak mendengar kabar Gina, sore itu dalam suasana dingin karena guyuran hujan ia mencoba untuk menghubungi Gina. Berbekal nomor seorang kenalan, Jemi kemudian menghubunginya untuk meninta nomor Gina. Sesaat kemudian Jemi terpaku pada deretan nomor di layar ponselnya, menimbang-nimbang untuk menghubungi nomor tersebut atau tidak.

Setelah dirasa cukup mengumpulkan keberanian, dengan kesiapan untuk menerima caci maki dari Gina, Jemi menekan tombol panggil. Panggilannya berdering, hatinya tak tinggal diam, sibuk dengan debaran yang seolah tak bisa dihentikan. Jemi tak lagi mendengar suara hujan di luar rumah, pendengaran dan pikirannya terpusat pada dering yang sedang ia dengar dan telepon pun tersambung.

"Halo?" Suara Gina terdengar di ujung telepon.

Mendengar itu, Jemi terpaku di tempatnya mencari keberanian yang tadi sudah ia kumpulkan.

"Halo? Gina? Ini Jemi." Jemi menjawab teleponnya.

Terjadi hening yang lama di sana, Jemi menelan ludahnya cepat. Hanya ada detak jantung yang terdengar nyaring memenuhi telinganya. Jemi dan Gina sama-sama tak bersuara.

"Hi!" Jawab Gina, terdengar antusias dan canggung sekaligus.

"Hi, Gin(?) Apa kabar?" Tanya Jemi.

"Baik, baik. Kamu apa kabar?"

"Baik. Kamu lagi di kampus? Rumah?"

"Mmm... Rumah." Jawab Gina ragu.

Hening yang lama kembali menguasai keduanya.

Tak tahan dengan keheningan itu, Jemi memuntahkan bom besar bagi Gina.

"Bulan depan aku balik. Kalau kamu ada waktu, bisa ketemu aku nggak?"

Hening di ujung telepon.

"B...bisa..." Jawab Gina.

"I miss you, Gin."

Seperti dihantam batu besar. Gina membeku di tempatnya. Semua ini terlalu tiba-tiba, kenapa Jemi kembali menghubunginya? Kenapa Jemi ingin menemuinya? Dan yang paling mengejutkan, kenapa Jemi merindukannya?

"Sorry, Jemi, aku dipanggil dan harus buru-buru. Maaf harus tutup teleponnya padahal kamu yang hubungi aku duluan, see you next month?"

"O..oh.. okay, anytime. See you!"

Gina tidak kemana pun, ia hanya merasa tak sanggup jika lebih lama mendengar Jemi. Satu panggilan itu berhasil membuat tameng yang selama ini ia bangun runtuh begitu saja.

Jemi masih sama ajaibnya bagi Gina.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TIME (GxG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang