Anak lelaki ini, Jerry, mencegahku menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang berloncatan di kepalaku.
Dia justru bertanya begini, "Apakah Om ayah saya?" tanyanya.
Aku tidak bisa berkata-kata setelahnya, "Apakah Om ayah saya?" ulangnya lagi.
Dia kemudian mengeluarkan sesuatu dari balik celananya, "Lihat!" katanya, "Ini adalah foto ayah saya." kata Jerry sembari menunjukan foto usang itu kepadaku.Itu memanglah foto ayahnya. Dan aku baru sadar kalau ayah Jerry sangat mirip denganku saat ini.
"Tidak, Jerry. Aku bukan..."
"Tuh, kan! Om bahkan tahu nama saya." seru Jerry.Aku tak dapat mengelak ketika Jerry mendekap tubuhku erat-erat dan tubuhku mulai basah karena air terjun yang mengalir dari matanya jatuh di punggungku.
"Jerry?" panggil seseorang di dekat kami.
Aku tidak merasa asing sama sekali dengan suara yang lembut dan mendamaikan itu. Dan melihat bagaimana suara itu berwujud, air mataku yang sejak sedari tadi aku tahan pun akhirnya tumpah.
"Bunda, lihat. Jerry akhirnya punya ayah. Om ini adalah ayah Jerry." kata Jerry sembari menunjukku.
Aku bangkit dari dipan itu. Begitu banyak yang ingin aku lakukan jika bertemu Bunda lagi. Dia seharusnya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, melihatnya hidup bahkan menatap kepadaku rasanya tidaklah mungkin.
"Lama tidak bertemu, apa kabar Pak Kim?" sapa Bunda sembari mengulurkan tangan.
Aku menjabat tangannya dan menahan getaran yang merasuki sekujur tubuhku agar tidak terlalu kentara baginya, "Ba-baik, Bu." jawabku.
"Mari masuk. Di dalam kita bisa minum teh dengan camilan." ajak Bunda.
"Bagaimana dengan matcha latte?" cetusku.Bunda nampak terbengong-bengong untuk beberapa saat lamanya, dan aku mulai berpikir mungkin aku tidak seharusnya meminta dibuatkan minuman kesukaanku semasa kanak-kanak itu.
"Boleh." kata Bunda.
Bunda berjalan memimpin kami. Jerry menggenggam tanganku erat-erat. Senyumnya makin lebar setiap kali dia melihat kepadaku.
"Bunda, lihatlah ayahku. Dengan dasi dan jas yang dia pakai-dia terlihat sangat keren, bukan?" tanya Jerry.
Bunda menoleh ke belakang, melihat kepadaku, "Em." katanya.Tatapan mata itu sungguh berbeda. Itu adalah tatapan mata yang dahulu, yang sama persis ketika aku pulang malam bukan karena jam pelajaran tambahan tapi karena bermain. Itu adalah tatapan mata ketika aku berangkat sekolah tapi tidak sampai di sekolah-ketahuan membolos. Itu adalah tatapan mata ketika aku ketahuan melempar vitamin yang dia berikan ke bawah kolong ranjang tidurku. Dan kini aku tidak tahu tatapan itu berartikan apa.
Bunda menempatkan aku di ruang tamu. Ia menyuguhkan matcha latte dan kue kering bagiku lantas mempersilahkan aku untuk menikmatinya.
"Terima kasih." kataku.
"Jerry, kamu harus kembali ke kamarmu. Kamu harus bersiap-siap berangkat ke tempat les, bukan?"
"Tapi, Bunda, hari ini kan tidak ada jadwal les." dalih Jerry.
"Ada."
"Tidak, Bunda. Jerry yakin kok."
"Pergi sekarang, Jerry!" Bunda tiba-tiba berteriak kesal.Aku saja dibuat terkejut dengan teriakan Bunda, apalagi Jerry. Saat aku menilik Jerry, matanya berkaca-kaca.
Jerry melepaskan pegangannya atas tanganku, "Ayah, Jerry ke kamar dulu ya." pamitnya.
Jerry pun setengah berlari menuju pintu keluar, ia juga sempat terlihat menyeka ujung matanya.
Bunda mengunci pintu ruangan, dan aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya. Suasana di ruangan itu-saat itu tidaklah mengenakan. Suasana itu menempatkan aku menjadi seperti maling yang baru saja tertangkap dan hendak dihakimi."Bu, mungkin Anda tidak seharusnya berteriak kepada Jerry seperti itu." saranku, juga sebagai pemecah suasana yang batu itu.
Bunda duduk tepat di hadapanku dan dengan berani menatap kedua mataku, "Siapa kamu? Aku ingat wajah Pak Kim. Meski kalian mirip, kalian adalah orang yang berbeda. Setahuku dia juga tidak mempunyai saudara kembar. Aku juga ingat dia adalah seorang tentara, bukannya pekerja kantoran. Siapa kamu sebenarnya?"Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Aku menelan ludah. Keringat dingin mengepung tubuhku bersama gementar. Inilah saat di mana jantung berdetak dengan gila. Aku bahkan merasa ia akan segera meledak.
KAMU SEDANG MEMBACA
When I Was Ten Years Old
FantasíaSebagai seorang CEO muda, tentu banyak yang berniat menjatuhkan Jerry untuk merebut posisinya. Suatu malam, seorang bertopeng memasuki ruangan kerja Jerry. Jerry yang memang sudah kelelahan akibat kerja seharian sekaligus begadang itu tak dapat meng...