BAB 3 : Nice dan Abdul Majid II

122 20 4
                                    

13 April 1924.

Setelah satu bulan pemahaman materi tentang mata pelajaran siswa Prancis, Ghazi akhirnya selesai menyelesaikannya. Hal ini tentu saja mengejutkan tutor Prancis dan Duta Besar Jean yang menjadi pengawasnya paruh waktu.

Dimana Ghazi dapat menyelesaikan pekerjaan 1 semester siswa SMP kelas 1 dalam waktu satu bulan. Yah, bukannya dia jenius. Namun karena kurikulumnya terlalu mudah baginya, karena kurikulum tahun 1920 ini berbeda dengan kurikulum 2021 sebelum ia dipindahkan.

Juga dalam 1 bulan ini, Pemerintah Republik Ketiga Prancis dan Kerajaan Irak menekan kontrak bilateral. Yang cukup membuat untung semua pihak, sebagai bonusnya. Prancis memberikan bantuan pembangunan rel kereta Basrah - Bagdad - Kirkuk - Arbil - Mosul, yang akan disambungkan dengan jalur kereta milik Prancis di Suriah.

Di waktu bersamaan, Total sebuah perusahaan Petroleum swasta Prancis setuju untuk mendirikan sekolah perminyakan di Arbil serta Mosul. Setidaknya dengan ini Irak memiliki ahli minyak yang dapat dipekerjakan di masa depan, karena Inggris sudah masa bodoh.

Pihak Kerajaan Irak dan Prancis melakukan penandatanganan kontrak senjata, dengan pembelian alutsista mereka dari darat, udara hingga laut. Ini dibayar dengan hasil bumi Irak, berupa minyak mentah.

Walaupun Ghazi agak menentangnya, namun mengingat ini jangka pendek dia akhirnya setuju dengan keputusan pemerintah dan ayahnya. Setidaknya Irak sekarang memiliki tank untuk angkatan darat, kapal untuk angkatan laut dan pesawat untuk udara.

Juga, dengan kerja sama ini. Irak memiliki tank FT 17 yang akan dimodifikasi agar cocok dengan cuaca dan medan di Irak, untuk pesawat Irak mendapat Pesawat Biplane Borel C2 yang akan memperkuat pertahanan Udara Bagdad dari serangan musuh. Kemudian di matra laut yang akan dibangun, setidaknya dimasa depan Ghazi akan menjadi Laksamana pertama Irak.

Matra laut akan mendapat 1 Penjelajah Ringan Kelas Metz yang diberikan secara hibah, lalu ada 4 Destroyer kelas Arabe dan 5 kapal patroli pantai.

Dengan kerja sama ini, Irak bisa dikatakan satu - satunya negara arab yang memiliki kapal perang dan salah satunya bekas kapal Jerman yang dirampas Prancis.

Tentu saja hal ini menarik perhatian Inggris, mereka melayangkan surat protes baik ke Prancis dan Irak karena meningkatkan ketegangan di kawasan. Namun dengan mentah di bantah oleh Prancis sebagai tameng Irak, mereka justru menuduh Inggris yang menambah ketegangan yang mana menyepit Prancis dan Irak di sana - sini.

Kembali ke topik awal.

Mengetahui Ghazi akan bersekolah di Prancis, Ratu Huzaimah sempat tidak setuju dengan pilihan suaminya Faisal yang ingin menjauhkan putranya dari dirinya. Namun berkat pendekatan dan penjelasan Ghazi yang mengatakan bahwa ini juga keinginannya untuk melihat dunia luar, akhirnya Huzaimah tenang dan setuju namun dengan syarat tidak bermain perempuan disana.

Yang mendapat anggukan dari Ghazi, namun siapa yang tahu bahwa di Prancis inilah Ghazi bertemu calon istrinya kelak.

.....

26 April 1924.

Lepas pantai Nice, sebuah kapal pesiar mulai bersandar di pelabuhan lokal. Di Haluan kapal, seorang remaja muda berusia 12 tahun dengan wajah arab yang tampan sedang memandang Kota Nice yang indah di kejauhan. Ya, dia adalah Ghazi. MC kita.

"Putra Mahkota Ghazi, sudah saatnya turun." Ucap seorang pria berjas dengan berbahasa Prancis.

Pria itu adalah pengawal yang disewakan Prancis kepada Keluarga Kerajaan, dia awalnya merupakan mantan tentara yang bertugas di front barat melawan Kekaisaran Jerman di Verdun. Dia bernama Filipé Mathieu Picard.

Ghazi I The Great : Rise of KhalifahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang