1 hari kemudian.
4 Februari 1929, Bagdad, Kerajaan Irak.
Sebuah kereta penumpang dengan susunan roda 4 - 8 - 4, memasuki Bagdad dengan lambat. Kereta ini membawa 15 gerbong berwarna putih, yang mana merupakan kereta pribadi Keluarga Kerajaan yang digunakan untuk menjemput Ghazi dan Abdul Majid di Samarra.
(Santa Fe No. 3751.)
Keluarga Kerajaan memiliki 20 dari lokomotif ini dan semua ini adalah lisensi dari Amerika Serikat jadi pembuatannya langsung di Irak, dan kereta ini disewakan kepada Pemerintah serta militer untuk menghubungkan setiap kota, mengangkut hasil tambang baik padat maupun cair dan mensuplai persenjataan ke pos militer di perbatasan.
Berkat adanya kereta ini juga, distribusi pangan di seruluh Irak hampir merata dan tidak ada yang kesusahan membeli bahan pokok karena alasan harga mahal lagi.
*Huuuuuu *Huuuuuuuuu
Kereta menyalakan peluitnya yang menandakan bahwa mereka mulai mendekat, dan saat ini di Stasiun Bagdad sudah ramai dengan orang - orang. Baik itu pejabat militer, pejabat sipil dan masyarakat awam yang ingin menyambut Putra Mahkota mereka.
"Ini Bagdad?? Luar biasa....." Seru Abdul Majid yang melihat dari jendela kabin, dia merasa Bagdad terakhir kali di bawah pemerintahan keluarganya berbeda dengan sekarang. Bahkan dia harus mengakui Bagdad yang sekarang lebih bagus dan modern.
Ia dapat melihat beberapa gedung setinggi 50 atau 100 meter, dan yang menarik perhatiannya adalah sebuah kubah dan minaret masjid yang menjulang di kajuhan ke arah pusat kota. Dari kejauhan itu sudah sangat tinggi, dia tidak dapat membayangkan sebesar apa jika dia melihatnya dari dekat.
(Bentuknya mirip Masjid Agung Mosul, namun di sini namanya Masjid Agung Abu Bakr As Siddiq dan ukurannya diperbesar 2 kali lipat.)
Bagdad tidak seperti di ingatannya yang gersang bahkan semi gurun, sekarang Bagdad penuh dengan lahan hijau terbuka yang sangat indah.
"Berapa dana yang kamu gunakan untuk memperbaiki iklim Bagdad?." Tanya Abdul Majid menoleh ke Ghazi, setahunya Utsmani pernah memiliki megaproyek seperti ini untuk menghijaukan pinggiran Sungai Tigris dan Efrat, namun tidak pernah terealisasi karena dana yanh sangat astronomis dan Kekhalifahan saat itu tidak memiliki uang sebanyak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghazi I The Great : Rise of Khalifah
Ficción históricaGhazi bin Faisal Hashimite, seorang anak kecil yang menjadi korban kebengisan Saudi. Dia beserta keluarga besarnya terpaksa meninggalkan tanah airnya, namun! tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya bocah berusia 12 tahun ini adalah seorang transverser...