12. Enemy In The Blanket

389 55 21
                                    

I

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


I

ni sudah satu minggu berlalu dan Soobin belum juga membawa Yeonjun kembali ke Korea. Tidak banyak yang bisa Yeonjun lakukan selain menuruti semua perkataan Soobin.

Pada dasarnya tidak banyak yang mereka lakukan dan tidak banyak pula yang Soobin minta darinya. Hampir seluruh waktu dalam sehari mereka habiskan dengan kemesraan yang membuat Yeonjun muak.

Contohnya adalah hari ini. Pagi sudah beranjak pergi dari beberapa jam yang lalu, tetapi mereka tidak juga meninggalkan ranjang. Soobin sedang sibuk membuat bercak-bercak merah di sekitar leher Yeonjun, sedangkan Yeonjun sedang berusaha menahan diri untuk tidak mencabik-cabik Soobin karena hormon seksualnya yang berlebihan.

"Soobin, jebal..." Yeonjun merengek.

"Hm? Wae?"

"Aku lapar."

"Hm."

Helaan napas Yeonjun memberat, hilang kesabaran. Ia melirik sengit pada pria yang menyeruk di lehernya sedari tadi. Lalu digigitnya daun telinga Soobin yang kebetulan menempel di pipi kirinya. Hal itu membuat Soobin melonjak sambil menjerit keras-keras.

Dengan begitu, ada jeda di antara tubuh mereka berdua dan Yeonjun bisa melarikan diri dari pelukan Soobin.

"Jika kau ingin mati kelaparan, lakukan saja sendiri!" marahnya sambil menyambar bathrobe dan berlari keluar kamar.

Sedangkan Soobin membelalak kesal melihatnya.

Yeonjun tidak mengerti apapun tentang dapur. Sama sekali tidak. Tetapi kini ia dihadapkan dengan rasa lapar yang membuatnya harus memadupadankan isi kulkas. Dan yang membuat Yeonjun sakit kepala adalah karena keadaan kulkas yang kosong dari bahan makanan. Hanya ada berkaleng-kaleng bir dan beberapa telur.

Tangan Yeonjun mengepal erat-erat. Ia bersumpah akan meneriaki telinga Soobin dengan sumpah serapah dan mencekiknya sampai mati karena sudah membuat dirinya kelaparan. Tetapi semua itu urung terjadi. Wajah Yeonjun mendadak berubah secerah musim semi ketika Soobin datang menghampirinya dan berkata; "bersihkan dirimu. Kita makan malam di luar."

"Benarkah?"

Bisa Soobin lihat kedua mata Yeonjun berbinar-binar. Terutama ketika ia mengangguki pertanyaannya. Yeonjun melompat senang, lalu berakhir memekik kesakitan karena bekas ulah Soobin di tubuh belakangnya terasa nyeri.

"Gwaenchana?" Soobin khawatir.

Yeonjun kesal lagi. Ia menendang tulang kering Soobin keras-keras sambil menggerutu.

"Dasar Soobin bodoh! Tidak punya otak!"

Soobin memandang punggung Yeonjun yang menghilang di balik pintu kamar bersama senyum tipisnya yang tertarik di sudut bibir.

"Dasar si tukang marah-marah," lirihnya.

***

Makan malam yang sempat Yeonjun ekspektasikan rupanya meleset jauh dari perkiraan. Karena perutnya sudah kelewat lapar, ia pikir Soobin akan membawanya ke restoran cepat saji. Bukan di salah satu restoran mewah bernama Clap seperti sekarang.

Domine || Soojun BXBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang