Supporting System 3: Puncak dan Sebuah Janji (Part 1)

70 10 0
                                    

Kata orang hari libur adalah waktunya hibernasi, me time, atau bermesraan dengan kasur yang posesifnya melebihi seorang kekasih. Pada hari libur biasanya hal itu sangat berlaku bagi Nara, namun untuk hari ini, sepertinya tidak diberlakukan untuk sementara waktu.

Segala ego dan keinginan untuk rebahan berhasil ditepis untuk mengantar si tersayang berproses dan menemaninya menuju kemenangan.

"Dompet udah, botol minum udah, stok masker aman, terus apa lagi ya?" tanya Nara pada dirinya sendiri yang sedang memastikan perlengkapannya kembali. "Kayanya segini cukup."

Setelah dirinya merasa yakin bahwa perlengkapannya sudah sempurna, Nara beralih memastikan penampilannya. Casual, satu kata yang dapat mendeskripsikan penampilan Nara hari ini.

Kemeja linen lengan pendek berwarna merah maroon berhasil membantu Nara agar terlihat lebih cerah dan segar. Serta celana highwaist coklat susu yang ia gunakan berhasil membuat perpaduan yang sempurna. Jangan lupakan sepatu All Star berwarna cream yang membuat penampilan Nara terlihat semakin menarik.

Rambut pendeknya pun ia biarkan terurai, tidak ada poni yang diikat tinggi-tinggi, atau sebagian rambut yang ia kuncir. Nara benar-benar terlihat dewasa hari ini.

"Udah cocok banget nih gue jadi mantu bungsu keluarganya Anggara," ucap Nara yang kepercayaan dirinya tengah menjulang tinggi.

Fokus Nara teralih saat ponselnya menciptakan getaran panjang yang Nara yakini itu adalah tanda telepon masuk.

"Hallo, Njan."

"Hallo."

"Kenapa?"

"Udah berangkat?"

"Ini lagi nunggu Harsa."

"Hati-hati lo ya, jangan jauh-jauh dari Harsa kalau udah sampai di sana. Jangan nyusahin Harsa, jangan bikin malu. Ibu Bibi izinin lo pergi karena gue juga yang izinin lo. Jadi jaga kepercayaan Ibu Bibi sama kepercayaan gue, oke? Awas aja kalau melipir ke tempat yang nggak-nggak."

Nara menjauhkan ponselnya dan memastikan kembali nama yang tertera di sana. Memang benar Njan, "Lo kenapa, dah?"

"Gue ngomong panjang lebar lo malah nanya gitu doang?"

"Nggak. Seriusan, lo kenapa? Baru bangun, ya? Mimpi apa semalem? Mimpi kehilangan gue kah?"

"Mulut."

"Ya lagian tingkah lo aneh banget, masih pagi juga."

"Ck, lo kan baru pertama kali pergi jauh tanpa gue. Apa salahnya kalau gue waspada dan bacot panjang lebar?"

Tersenyum hangat Nara saat pria yang satu ini selalu menganggapnya sebagai anak kecil yang wajib ia lindungi, "Iya-iya, makasih. Santai aja, gue percaya kok Harsa orang yang baik. Dia yang bakal gantiin posisi lo selama kita ke Puncak nanti. Lo nggak usah khawatir."

"Hem."

"Gue ngomong panjang lebar lo cuma bilang 'hem'? Nggak ada akhlak."

"Daripada nggak gue jawab sama sekali?"

"Iya, sih."

"Btw, Harsa udah jemput belum?"

Nara melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 06:30 WIB, "Belum."

"Udah lo hubungi?"

"Belum."

"Oncom, hubungi dulu sono."

Harsa & SesalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang